Film “Abduction”, Masa Depan tanpa Dasar Sejarah

0
4,363 views

PEMUDA tanggung nan atletis bernama Nathan Harper (Taylor Lautner) – nama tokoh utama dalam film Abduction—adalah sosok manusia masa depan, namun buram masa lalunya. Dia tidak punya memori baik tentang masa lalunya sebagai anak, selain kenangan hitam yang selalu menghantuinya sebagai  mimpi buruk setiap saat. Ibunya dibunuh di depan matanya dan itulah satu-satunya kenangan masa silam tentang sejarahnya sebagai anak malang.

Sejarah masa silam itulah yang selalu membuat Nathan hidup sepertinya menggendong dua kepribadian berbeda. Kepada dokter psikiater Dr. Geraldine Bennett  (Sigourney Weaver) yang setia mendengarkannya itulah, Nathan biasa melakukan curhat sekaligus terapi jiwa.

Menjadi orang asing

Namun, hiburan sesaat yang diperoleh di kamar praktik sang dokter ahli jiwa ini tak pernah bertahan lama. Apalagi, di rumah pun Nathan selalu merasa diri sebagai “orang asing”. Perlakuan kedua orangtuanya pasangan Kevin Harper (Jasson Isaacs) dan Mara (Maria Bello) dia rasakan sebagai artifisial.  Dunia yang membuat dia hepi hanya satu: suasana sekolah yang membuatnya hidup terasa lebih hidup lagi. Apalagi setelah ketemu Karen Murphy (Lily Collins), temen sekolah sekaligus tetangga rumahnya yang diam-diam naksir kepadanya.

Tapi Nathan Harper tetaplah pemuda masa depan tanpa dasar sejarah masa lalu yang gemilang. Kemuraman masa lalu itu tanpa sengaja terkuak setelah secara tak sengaja Karen menemukan sosok anak kecil yang ternyata mirip foto Nathan sewaktu kecil.

Harta terpendam

Nathan Harper ternyata merupakan kunci utama memasuki dunia masa lampau yang kelam. Nathan Harper sesungguhnya adalah Steven Price, nama sang bocah “temuan” Karen dan Nathan di sebuah situs orang-orang hilang.

Sesuai namanya, Steven Price adalah harta besar bagi Viktor Kozlow (Michael Nyqvist) –bos mafia Rusia—yang diam-diam menguntit keberadaannya lantaran dendam kesumat kepada Martin Price –ayah Nathan—yang mencuri data penting. Baik Victor dan Martin sama-sama bergerak di lahan black-ops: operasi-operasi intelijen yang kotor.

Diam-diam komandan lapangan CIA  Frank Burton (Alfred Molina)  juga menghendaki Nathan, karena dari tangan ayahnyalah dia baru bisa membersihkan namanya dari segala karut-marut kisah silamnya.

Nah, film thriller action ini dibangun oleh skenario sederhana yakni plot menemukan keberadaan Nathan Harper alias Steven Price yang diperebutkan oleh kedua kubu saling bermusuhan: CIA dan Kozlow. Di tengah upaya membebaskan diri dari kejaran kedua pemburu inilah, Martin Price muncul sebagai pahlawan.

Sebelum, Nathan berhasil mengindentifikasi siapa ayahnya namun Martin Price keburu meninggalkan gelanggang alias kabur. Dan yang terjadi berikutnya jelas: masa depan Nathan Harper (Steven Price) yang sudah terbebas dari kejaran para pembunuh merangkak pelan tanpa dasar sejarah yang jelas.

Orang lain bagi Nathan Harper –begitu kata filfusl eksistensialis Jean-Paul Sartre— sungguh merupakan “neraka”.  Meninggalkan masa lalu untuk merintis masa depan baru bersama Karen menjadi babak baru yang mesti dia lakoni. Tanpa kejelasan kemana arah hidup ini harus melangkah ke depan.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here