175 Tahun Kongregasi Suster SFIC Internasional: Prosesi Opening Ceremony di Pontianak (1)

0
517 views
Pemotongan pita oleh Suster General Sr. Adriana Tony SFIC didampingi Wakil PU Sr. Jane Conception SFIC. (Sr. Maria Seba SFIC)

CUACA panas karena teriknya matahari tak  menyurutkan langkah ribuan umat untuk ikut pada acara pembukaan Perayaan Syukur  atas eksistensi 175 tahun (1844-2019) Kongregasi Suster Fransiskus dari Perkandungan Tak Bernoda Bunda Suci Allah (SFIC).

Perayaan “hari besar” ini akan berlangsung di Pontianak, mulai jumat besok tanggal 10 Oktober 2019.

Acara pembukaan perayaan yang mengusung tema “Demi Cinta Allah ke-175 Tahun: Sumber Kehidupan Kita” ini berlangsung meriah di Komplek Persekolahan Suster Pontianak, tepat persis di belakang Gereja St. Yosef Katedral Pontianak.

Kemeriahan perayaan bagi Kongregasi yang berdiri di Veghel, Negeri Belanda, 24 Juni 1844 ini sungguh istimewa karena dihadiri oleh para suster mantan misionaris dari Negeri Belanda dan Filipina yang pernah mengabdi belasan tahun bahkan hingga puluhan tahun di Indonesia.

Berikut nama-nama para tamu kehormatan yang telah turut menorehkan sejarah indah di Bumi Borneo:

Para suster misionaris dari Negeri Belanda:

  • Sr. Marie Gerdrude SFIC.
  • Sr. Raphael Hospel SFIC
  • Sr. Materna SFIC.
  • Sr. Lidwina Pulen SFIC.

Para suster misionaris dari Filipina:

  • Sr. Theopile Salcedo SIFC.
  • Sr. Letitia Nules SFIC.
  • Sr. Maria Teresita Bravo SFIC.
  • Sr. Marie Francis Borye SFIC.

Suster dari Misi Kenya, Afrika:

  • Sr. Sarah Adhiambo SFIC.
  • Sr. Esperanza Parragua SFIC.

Hadir untuk membuka perayaan 175 tahun Kongregasi SFIC, Suster General SFIC, Sr. Adriana Tony, Wakil Pemimpin Umum Sr. Jane Concepcion SFIC.

Ikut hadir utusan sebagai Wakil Pimpinan dari Belanda yaki Sr. Materna SFIC bersama Sr. Ludwina Foolen SFIC. Juga utusan Wakil Pimpinan dari Filipina yakni Sr. Epiranza Vistro SFIC dan Sr. Maria Teresita Bravo SFIC.

Tentu saja ikut hadir Suster Provinsial SFIC Provinsi Indonesia yang baru yakni Sr. Yulita Imelda SFIC beserta Dewan Penasehat.

Para tamu dari luar pulau juga turut hadir yakni Pastor Vikjen Keuskupan Agung Makasar, Pastor Joni Payuk CICM, beserta beberapa imam KAM, para Staf Pengajar di STIKPAR Rantepao Sulawesi Selatan.

Tarian massal khas etnik Dayak oleh siswa-siswi SD-SMP Sekolah Suster.

Prosesi pembukaan

Opening ceremony dimulai dengan prosesi pemotongan pita oleh suster General, Sr. Adriana Tony SFIC didampingi Sr. Jane Conception SFIC.

Setelah prosesi pemotongan pita sebagai simbol dibukanya seluruh rangkaian acara, acara berlanjut dengan tarian massal khas etnis Dayak yang dibawakan oleh siswa-siswi SD dan SMP Suster Pontianak.

Kemudian acara dilanjutkan dengan prosesi pengalungan bunga yang diberikan kepada:

  • Suster General: Sr. Adriana Tony, SFIC.
  • Suster Provinsial SFIC Provinsi Indonesia: Sr. Yulita Imelda SFIC.
  • Wakil para suster mantan misionaris dari Belanda: Sr. Materna SFIC.
  • Suster dari Misi Kenya, Afrika: Sr. Sarah Adhiambo SFIC.
  • Wakil  para suster misionaris dari Filipina: Sr. Epiranza Bisro SFIC.

Ratusan suster SFIC Provinsi Indonesia tampak turut menempati barisan depan di tengah tempaan terik matahari.

Sementara, ratusan murid SD dan SMP Suster Pontianak memenuhi semua sudut di sayap kiri dan kanan barisan.

Rimbunan pohon beringin di halaman persekolahan Suster turut berperan menjadi naungan istimewa bagi kerumunan orang yang tidak ingin kepanasan oleh terik panas matahari.

Tarian masal tetap berlangsung. Gerak tubuh berirama ini mengantar para suster dan seluruh tamu undangan memasuki aula untuk mengikuti ibadat yang akan segera dipimpin oleh Pastor Paroki St. Yosef Katedral Pontianak, Pastor Alexius Alex Pr.

Para tamu istimewa (atas) dari Kenya, Negeri Belanda, dan Filipina. Rombongan undangan menuju aula. (bawah)

Pergi ke “Tanah Misi”

Acara perayaan 175 tahun Kongregasi SFIC akan berlangsung selama tiga hari dari tanggal 10-12 Oktober ini.

Dalam ibadat pembukaan pengantar perayaan itu, Pastor Alex mengungkapkan kekagumannya akan keberanian para suster pendahulu untuk pergi ke “Tanah Misi”. Yakni dari Benua ‘Biru’ yang waktu itu sungguh tak mereka pahami apa dan bagaimana “wajah” Indonesia dan terutama Singkawang, Kalimantan Barat.

“Saya adalah salah satu murid yang pernah mengalami perjumpaan dan pelayanan dari para suster misionaris SFIC Belanda ini, ketika saya menjadi seminaris di Nyarumkop, Singkawang,” kenang Pastor Alex.

10 kata dasar SFIC

Dalam ibadat tersebut juga dibacakan penjelasan tentang 10 kata dasar yang dilambangkan dengan 10 warna lilin oleh Suster Provinsial SFIC Provinsi Indonesia, Sr. Yulita Imelda.

Ke-10 lilin dengan aneka warna ini simbol semangat para suster SFIC dalam melayani Demi Cinta Allah.

  1. Semangat pelayanan Demi Cinta Allah dilambangkan dengan Lilin Emas.
  2. Menjadi yang paling kecil (lilin cokelat).
  3. Berdoa dan bekerja (lilin abu-abu).
  4. Bicara tegas (lilin merah).
  5. Layaknya seperti pohon-pohon di tanah ini (lilin hijau).
  6. Memberi dan menerima (lilin putih).
  7. Di mana saja itu serasa di rumah (lilin kuning).
  8. Mampu hidup di mana-mana (lilin biru).
  9. Manusia meninggal (lilin putih tua).
  10. Ceritera dilanjutkan yang dilambangkan dengan lilin hijau menyala.

Semua perlambangan simbolis ini dijelaskan oleh Provinsial Kongregasi SFIC: Sr. Yulita Imelda, mantan Magistra Novis SFIC.

Pengalungan bunga kepada Sr. Sarah Adhiambo SFIC dari Misi Kenya di Afrika (atas) dan Sr. Materna SFIC (bawah), mantan misionaris dari Negeri Belanda.

Merawat spirit para perintis

Pada kesempatan itu, para suster SFIC Provinsi Indonesia juga untuk mengenang spirit kelima suster misionaris muda SFIC van Veghel yang pada tanggal 28 November 1906 silam berhasil tiba berlabuh di Borneo  gunamemulai karya monumental mereka di Singkawang.

Ke-5 suster perintis karya misi SFIC di Indonesia –tepatnya di Singkawang—ini adalah Sr. Rogeria Vissers SFIC, Sr. Silvestra van Grinsven SFIC, Sr. Alexia Helings SFIC, Sr. Emerentiana SFIC, dan Sr. Fidelia Grassens SIFC.

Pada masa itu mereka sungguh sadar diri dan tahu, sekali berangkat ke Tanah Misi maka kemungkinan besar mereka takkan bisa kembali lagi pulang “mudik” ke Nederland. Entah karena sakit terkena virus penyakit khas wilayah tropis –malaria, kolera dan tifus—atau mengalami kecelakaan atau masalah lain.

“Sampai berjumpa kembali di surga” demikian dikisahkan dalam format kronologis dalam sebuah buku sejarah rumah (historia domus). 

Namun dengan motto “Demi Cinta Allah” inilah yang membangkitkan cinta besar mereka kepada Gereja melalui Kongregasi SFIC. Plus semangat muda ingin menjadi misionaris untuk merangkul jiwa-jiwa yang terlantar, menyembuhkan yang terluka, menyatukan yang remuk, dan memanggil kembali yang tersesat (Konstitusi Kongregasi SFIC Dasar Spiritualitas, Bab 1, baris 25-35).

Kelima suster perintis karya misi Kongregasi SFIC ke Indonesia ini sudah lama meninggal dunia. Kisah-kisah heroik mereka dan utamanya spirit mereka untuk berkarya dengan semangat “tahan banting” itulah yang di hari Jumat yang sangat panas itu ingin diperingati kembali.

Setelah berkat penutup, Pastor Alex memberkati panggung utama tempat kegiatan, bazar aneka kuliner dan stan pameran khazanah SFIC yang bisa dikunjungi selama tiga hari dan terbuka untuk umum.

Pelepasan balon dan logo perayaan 175 tahun Kongregasi dan penjelasan makna 10 jenis lilin oleh Provinsial Kongregasi SFIC Sr. Yulita Imelda (bawah)

Kemudian acara dilanjutkan dengan pelepasan balon dan logo perayaan 175 tahun SFIC oleh Suster General, Sr. Adriana Tony SFIC, dan pelepasan dua ekor burung merpati oleh Suster Provinsial SFIC Provinsi Indonesia (2015-2019), Sr. Irene SFIC dan Suster Provinsial SFIC Provinsi Indonesia (2019-2023), Sr. Yulita Imelda SFIC.

Acara dilanjutkan dengan ramah-tamah dan hiburan yang dipersembahkan oleh siswa-siswi TK, SD dan SMP asuhan para suster SFIC Provinsi Indonesia. (Berlanjut)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here