50 Tahun Imamat: Padre Nicola Carandente, Misionaris Sejati Vokasionis (SDV)

0
547 views
Padre Nicola Carandente, Misionaris Sejati Vokasionis (SDV) - Valentinus Robi Lesak SDV di Napoli, Italia.

SEJAK kecil, saya sering mendengar berbagai cerita yang mengagumkan mengenai para misionaris yang bekerja di tanah misi.

Untuk konteks Indonesia, kita mengenal begitu banyak misionaris yang datang dari berbagai belahan negara di dunia ini, khususnya dari wilayah Eropa, seperti Polandia, Jerman, Italia, Portugal, Spanyol, Belanda dan Swiss.

Apa yang menarik tentang mereka, para misionaris?  

Hemat saya ada satu hal utama yang membuat ribuan orang terkesima yakni kesediaan yang total untuk meninggalkan tanah kelahirannya dan siap mengambil risiko untuk berkelana, bergulat dan berjuang di negeri yang baru.

Di sana mereka “dilahirkan” kembali. Mengenal budaya yang baru. Bahasa yang baru. Masyarakat, daerah, tradisi, suku dan adat istiadat yang baru. Ringkasnya semua serba baru.

Menjadi misionaris memang bukan suatu pilihan yang mudah, tetapi juga sebuah pengalaman yang penuh makna bagi yang mereka yang siap menjalankannya.

Apa saja tantangan dan kebahagian menjadi seorang misionaris. Di bawah, saya akan menguraikan ringkasan wawancara bersama Pater Nicola Carandente, seorang misionaris sejati Vokasionis.

Padre Nicola bersama para para frater dan pastor Vokasionis asal Colombia.

Masuk Vocazionario saat usia 12 tahun

Pater Nicola Carandente merupakan putera ke-2 dari enam bersaudara. Ia lahir pada 25 Maret 1943 di Quarto-Napoli-Italia dari pasangan Gennaro Carandente dan Filomena De Vivo. Terlahir dari keluarga Katolik yang setia dan taat beragama. Latar belakang keluarga memberikan pengaruh yang besar bagi pertumbuhan benih panggilannya. Kepribadiannya tenang, tutur katanya lembut dan penuh sopan santun.

Itulah kesan pertama ketika berjumpa dengannya.

Imam yang kini sudah menginjak usia 76 tahun ini memulai pendidikannya di Vocazionario (rumah pembinaan para religius Vokasionis) pada bulan September 1955 (beberapi hari setelah kematian Pater Pendiri, Beato Giustino Russolillo). Ketika itu, dirinya masih berusia 12 tahun.

Menurut pengakuannya sendiri bahwa keinginan untuk menjadi Imam Misionaris lahir “sudah sejak kekal” (da sempre). Artinya bahwa ia sama sekali tidak memiliki pilihan lain di dalam hidupnya, hanya selain ingin menjadi imam misionaris.

Menjadi Misionaris usia 23 tahun

Saat memulai studi teologinya tepatnya pada tahun 1966, Pater Nicola diutus sebagai misionaris di Brasil untuk pertama kalinya. Ia pergi sebagai seorang mahasiswa teologi. Di sana ia melanjutkankan masa formasi hingga ditahbiskan menjadi imam pada 12 Juli 1969 di Bahia, Brasil.

Dari sana pula ia memulai karya pelayanannya sebagai seorang misionaris. Pengabdian perdananya di Negeri Samba ini berlangsung hingga 22 tahun.    

Pater Nicola bersama Pater Generale Vokasionis P. Antonio Rafael do Nascimento SDV yang juga mantan anak didiknya.

Setelah sekian lama mengabdikan diri di Brasil, imam kelahiran Quarto-Napoli ini diutus ke Argentina. Tinggal dan berkarya di tanah kelahiran Paus Fransiskus I selama kurang lebih 3 tahun. Tak lama kemudian ia ditugaskan ke Amerika Serikat selama satu tahun, sambil mempersiapkan diri untuk membuka misi yang baru. Setelah itu, Pater Nicola mendapat panggilan dari Kongregasi dan diberi kepercayaan untuk membuka misi di Nigeria.

Di awal bulan Oktober (4 Oktober 1991) ia berangkat ke Nigeria. “Saya dengan senang hati berangkat ke sana”, demikian katanya.

Ia menjadi perintis karya Vokasionis di Nigeria. Berada di sana dalam tempo yang cukup lama yakni 10 tahun (1991-2001). Akan tetapi setelah sekian lama berada di Nigeria, Brasil memanggilnya untuk kembali. Berkarya lagi di Brasil selama dua tahun lalu setelahnya ia diutus lagi untuk membuka misi yang baru di Colombia.

Sabda Yesus memang benar bahwa “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.” (Mat. 8:20). 

Pater Nicola atas kemauannya sendiri berangkat ke Colombia pada tahun 2004. Di sana ia berjumpa lagi dengan orang-orang baru. Dengan budaya yang baru. Situasi yang baru. Bahasa yang baru (Spanyol). Atas kesetiaannya dalam menuaikan tugas, pengembaraannya ini menjadi sebuah kisah yang menarik dan menyimpan sejuta nilai yang berguna bagi sebuah kehidupan.

Hingga saat ini pun, Pater Nicola masih tetap setia membimbing segenap kawula muda yang berada di dalam rumah formasi di Colombia dan juga umat-umat di sekitarnya. 

Formator unggul     

Bagi seorang Pater Nicola, menjadi misionaris berarti menjadi seorang pewarta Injil ke seluruh dunia. Akan tetapi dalam konteks yang lebih spesifik, pewartaan kabar gembira tersebut diwujudnyatakan lewat pengabdian yang total dan utuh pada pembinaan para formandi di dalam Vocazionario sesuai dengan karisma yang dihayati oleh semua anggota  Vokasionis. Beliau sendiri mengemban tugas sebagai seorang formator (Magister Novis) selama 43 tahun.

Tak berlebihan jika dikatakan bahwa ia dianugerahi sebuah karisma yang khusus oleh Tuhan sendiri untuk membentuk, membina dan membimbing setiap orang yang bergabung di dalam Kongregasi Vokasionis. Dengan talenta yang dimilikinya, ia membina dan membentuk mereka untuk menjadi religius yang baik  atau menjadi menjadi seorang Vokasionis sejati.  

Dari tangannya yang “perkasa” lahirlah banyak orang yang kini sudah mampu berdiri di atas kakinya sendiri. Namun itu belum cukup bagi dirinya. Hingga saat ini, ia selalu setia mencurahkan seluruh perhatiannya bagi pembentukan dan pembinaan calon imam di dalam Vocazionario.

Secara polos ia mengungkapkan bahwa “Suatu kebahagiaan tersendiri bagi saya, tatkala melihat keberhasilan besar yang telah saya lakukan. Dari sekian banyak orang yang saya dampingi, dua di antaranya telah menjadi Uskup, yakni Mgr. Edgar Moriera Da Cunha SDV (Keuskupan Fall River, Boston) dan Mgr. Josѐ Ionilton de Oliveira SDV (Keuskupan Prelatura, Itacoatiara, Amazon, Brasil).

Selain itu, seorang lagi telah menjadi Superiore Generale (Pater Pimpinan Umum) Vokasionis yakni, Pater Antonio Rafael Do Nascimento SDV.

Ketiga-tiganya berasal dari Brasil.

“Kini saya telah mencapai 53 tahun berada di tanah misi, 50 tahun Imamat dan 43 tahun menjadi Magister Novis. Saya pun tetap berjuang memberikan yang terbaik dari apa yang saya miliki, untuk Kongregasi dan Gereja Universal”.

Pater Nicola SDV bersama para anak didiknya.

Suka-duka misionaris

Paus Fransiskus pada Hari Misi Sedunia 2019, menyampaikan pesan ini: Io sono sempre una missione; tu sei sempre una missione; ogni battezzata e battezzato è una missione. Ciascuno di noi è una missione nel mondo”.

“Saya adalah selalu sebuah misi, anda adalah selalu sebuah misi, setiap orang (pria dan wanita) yang terbaptis adalah sebuah misi. Masing-masing kita adalah sebuah misi di dunia ini.”

Sesungguhnya kita semua diutus untuk menebarkan apa yang baik dan berkenan bagi sesama. Perziarahan kita di dunia menjadi lebih bermakna apabila kita mampu mengamalkan kasih bagi sesama.

Itulah hakikat dari kehadiran kita selalu menjadi sebuah misi.

Seruan Paus Fransiskus ini, mendapat sambutan yang penuh di dalam hidup dan pengabdian dari seorang Pater Nicola. Secara lebih runcing ia mengatakan bahwa hidup sebagai seorang misionaris itu ibarat seorang petualang sejati. Bekal yang dimiliki adalah keberaniaan serta kesabaran dalam menghadapi perlbagai realitas yang ditemukan. Menjadi misionaris merupakan panggilan dari Tuhan yang harus diterima dengan hati yang ikhlas.

 Terlepas dari berbagai kelebihannya, menjadi seorang misionaris juga tidak pernah luput dari berbagai tantangan dan penderitaan. Dari hal yang paling kecil hingga sampai pada penderitaan yang mengancam nyawa bahkan sampai pada kehilangan nyawa.

Pater Nicola pun mengalami hal tersebut. Saat ia sedang mencurahkan seluruh energinya untuk tanah Nigeria, tiba-tiba penyakit malaria dan tifus yang begitu hebat menyerangi dirinya. Pengalaman tersebut dikenangnya sebagai salah satu kejadiaan yang paling mengerikan, karena taruhannya sangat mahal yakni kehidupan itu sendiri.

Bertahun-tahun lamanya ia bergulat dengan penderitaan tersebut. Dengan melihat kondisinya yang semakin memprihatinkan, ia pun harus meninggalkan Nigeria dan kembali ke Brasil untuk waktu dua tahun.

     Pengalaman pahit ini sama sekali tidak membuatnya menyerah dalam melanjutkan karya misinya. Sebab baginya, “Se il Signore ti chiama a questa avventura sia generoso, perchѐ Lui non lo ѐ meno generoso di noi.”   

“Jika Tuhan memanggil dirimu di dalam pertualangan ini haruslah murah hati, sebab Dia tidak pernah kekurangan kemurahan hati pada kita.”

Sedikit bicara, banyak berbuat

Terekam dengan baik dalam ingatan saya satu kalimat “closing statement” yang disuguhkan oleh Pater Nicola: Puteraku, “Bicaralah sedikit dan berbuatlah banyak.”

Siapa pun kita pasti mempunyai prinsip dalam menjalankan tugas dan pelayanan setiap hari. Selain itu, kesetiaan dan percaya pada penyelenggaraan Ilahi serta perjuangan yang tangguh hendaknya menjadi landasan bagi kita di setiap waktu, setiap kesempatan.

Marthin Luther King pernah berkata, “Bahkan jika saya tahu bahwa besok dunia akan hancur, maka hari ini saya masih akan menanam sebatang pohon apel.”  

Auguri Padre Nicola. Wish you all the best. Ti voglio bene. Selamat Pater Nicola. Segala yang terbaik untukmu.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here