70 Hari di Rumah Khalwat Roncalli: Melihat Sejarah Kepedihan Hidup bersama Tuhan (19)

0
1,201 views
Ilustrasi (Coutesy of John Sean)

Kamis, 17 – 18 November 2016

HARI ini diawali dengan meditasi terpimpin oleh Br. Anton Karyadi FIC. Bahannya diambil dari Mat 11: 28-30: “Datanglah kamu semua yang berbeban berat, maka Aku akan memberikan kelegaan kepadamu.”

Saya diminta untuk mengajak Tuhan melihat hidup saya. Meneliti dan memerhatikan semua bayangan gelap yang menghantui hidup saya. Memerhatikan semua salib yang ditebarkan di jalan hidup saya. Melihat semua orang yang telah membuat saya sedih, yang telah mempersulit dan memerberat hidup saya. Menelusuri semua kejadian yang telah meremukkan hati saya, secara terinci, setiap detailnya. Mengalami kembali setiap kejadian yang pernah begitu mencemaskan, menyakiti, menusuk, menakuti dan merisaukan hati saya. Bertemu kembali dengan masing-masing orang tersebut.

Baca juga:  70 Hari di Rumah Khalwat Roncalli: Kaum Religius Menghayati Kaul Kemiskinan (18)

Mengalami lagi derita dan kesengsaraan dari semua itu. Namun saya tidak melakukannya sendirian, karena saya pasti tidak kuat. Saya membiarkan Tuhan sendiri yang menuntun saya. Saya mengungkapkan semua perasaan dan emosi saya kepada-Nya. Berbicara kepada-Nya, seakan-akan Dia belum tahu apa-apa mengenai segala derita yang telah saya alami dalam hidup ini. Sesungguhnya ayat ini adalah ayat emas bagi hidup saya.

Pagi ini, hati saya sungguh tersentuh oleh perhatian Tuhan yang begitu besar kepadaku. Kepada-Nya selalu saya datang menceritakan semua yang saya alami, baik suka maupun duka saya.

Karena ada seorang suster yang berulang tahun, maka saya menelepon ke biara saya di Batu. Saya sempat juga berbicara dengan Sr. Priorin dan menanyakan tentang berita heboh yang kemarin disiarkan di TV  tentang teror bom di Gereja “Gembala Baik” Batu yang letaknya persis berhadapan dengan biara saya.

Hari ini kami mendapat materi baru, yaitu tentang Pembedaan Roh yang diberikan oleh Sr. Yovani PI. Semua materi ini berdasarkan Latihan Rohani St. Ignatius. Pembedaan Roh adalah cara untuk mendengarkan suara hati/batin sendiri untuk mengenali (membedakan) gerakan-gerakan yang datang dari Roh Kudus (diri sejati) dan yang bukan dari Roh Kudus.

Pembedaan Roh adalah alat untuk dapat hidup semakin dekat dengan Tuhan. Gerak batin itu meliputi:

  • Psikologis: senang, sedih (emosi).
  • Moral: baik, buruk? Apakah sudah melaksanakan hukum?
  • Spiritual/rohani: relasiku dengan Tuhan, di mana Tuhan dalam hidupku? Ada tiga langkah dasar untuk melakukan pembedaan Roh:
  • Aware, reseptif: sadar, merasakan gerak batin.
  • Understand, reflektif: mengerti/mengenal gerak batin.
  • Take action, responsif: bertindak. Menolak (reject) jika tidak benar, menerima (accept) bila dari Roh Kudus. Kami mendapat tugas untuk berbicara dalam kelompok dengan membahas sebuah kasus.

Minggu, 20 November 2016

Hari libur ini, saya dijemput oleh teman yang tinggal di Salatiga. Ia adalah dosen senior di Universitas Satya Wacana, Salatiga. Namun karena tugasnya sebagai tim di Departemen Pendidikan, maka waktunya lebih banyak dihabiskan di Jakarta. Kami sudah amat lama tidak pernah berjumpa.

Sekitar pkl 09.00 dia menjemput saya di Roncalli untuk diajak mengikuti misa di Pertapaan Trappistin di Gedono. Ini merupakan kali kedua saya misa di sini selama kursus. Namun kali ini,  saya dan teman mendapat tempat di kapel. Umat tidak sebanyak ketika saya datang ke sini pertama kalinya.

Hari ini adalah penutupan Tahun Liturgi, Hari Raya Yesus Kristus Raja Semesta Alam. Para Suster Trappistin menyanyi dengan begitu bagusnya. Mereka mempunyai beberapa yang khas milik mereka. Begitu misa berakhir, seorang suster keluar dan berdiri di pintu keluar untuk menyalami semua umat yang mengikuti misa di pagi hari itu. Seorang suster lain langsung menuju ke toko dan dibantu oleh sepasang suami-isteri untuk menemui para pembeli. Di depan toko dijual beberapa hasil kebun ala kadarnya dan makanan sederhana, seperti nasi bungkus, aneka gorengan, kacang rebus, dll milik seorang penduduk di sekitar biara ini.

Sepulang dari Gedono, saya diajak menemani teman saya ke Semarang, sebelumnya dia mengajak saya makan bakso, karena sejak pagi kami belum sarapan. Dia menuju ke rumah kakaknya, karena ada urusan soal tiket untuk ke Jakarta. Lalu ditemani oleh keponakannya, dia mengajak saya ke mall terbesar di Semarang untuk mencari HP baru karena miliknya yang lama sering error.

Lumayan lama kami berada di sini. Untunglah saya ditemani ngobrol dengan keponakannya, ketika teman saya lagi sibuk tawar-menawar dan banyak bertanya kepada penjualnya. Rumah makan di Semarang di Minggu malam ini luar biasa, penuh di mana-mana. Ada dua tempat yang kami kunjungi, tetapi kami batalkan karena harus antri, sehingga kami diberi nomor untuk antri pesan makanan. Apa boleh buat, kami akhirnya mencari tempat makan yang benar-benar sepi, karena pengunjungnya hanya kami bertiga. Makanannya pun cuma tinggal sedikit dan sudah dingin. Lumayan malam  saya diantar kembali ke Roncalli.

Tak apalah, tidak semua perjalanan harus selalu menyenangkan.

 

 

70 Hari di Rumah Khalwat Roncalli:  Membedakan Roh  (20)

 

Senin, 21 November 2016

MATERI hari ini masih melanjutkan tentang Pembedaan Roh. Saya semakin memahami bagaimana gerak hati ini dapat dikenali, khususnya ketika sedang menghadapi sesuatu hal untuk mengambil sebuah keputusan. Memang perlu dilatih supaya semakin terasah dan dengan cepat dapat merasakan, apakah ini pengaruh roh baik atau roh jahat.

 

Dengan mengikuti pedomannya, saya dapat segera merasakan hal ini. Setiap hari selalu ada saja yang harus diputuskan, misalnya melakukan atau tidak melakukan. Apa alasannya? Juga mengatakan atau tidak mengatakan. Apa pula alasannya. Dalam hal ini, sangat diperlukan kejujuran dalam hati sendiri.

 

Tanpa terasa hari ini, tepat 28 tahun yang lalu saya masuk menjadi anggota di Biara “Flos Carmeli” Batu. Saya mohon intensi dalam misa, bersyukur atas rahmat panggilan yang telah dianugerahkan Tuhan kepada saya. Semoga saya tetap dapat setia dalam jalan panggilan ini sampai akhir hayat saya.

 

Selasa, 22 November 2016

Meditasi terpimpin pagi hari ini agak berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Sr. Yovani PI mengajak kami  untuk bermeditasi yang diungkapkan dalam bentuk tarian. Kami melakukan meditasi ini di ruang rekreasi, karena memerlukan ruang yang luas. Caranya sederhana sekali: kedua telapak tangan dikatupkan di depan dada, lalu tubuh sedikit membungkuk dengan kepala tertunduk melangkah ke depan empat kali. Setelah itu tubuh jongkok dengan tangan seakan-akan mengambil ‘rahmat’ lalu diangkat ke atas (simbol bangkit), lalu tangan diturunkan dalam posisi telapak tangan terbuka dan ‘rahmat’ dibagikan kepada sesama dengan tubuh berputar delapan kali, hitungan ke delapan bergandengan tangan dengan bergoyang pelan ke kanan dan ke kiri.

 

Kami melakukan gerakan tarian ini beberapa kali. Ketika tubuh sedikit membungkuk dan kepala tertunduk, kami membayangkan sebagai orang yang berdosa.

 

Materi hari ini tentang Tantangan Hidup Religius Dewasa ini.

 

  • Harapan terhadap religius Medior: “Menjadi penerus yang tangguh, yang handal, menjadi tulang punggung kongregasi, menjadi tumpuan, peran utama dalam kongregasi, yang bertanggung jawab untuk maju mundurnya kongregasi. Wujud/gambaran kongregasi terletak pada religius Medior.”
  • Kesan terhadap religius Medior: “Take it easy” atau “Santai saja”. Merasa paling benar, paling baik, merasa tidak perlu belajar dari yang lain. Merasa dapat menyelesaikan masalah sendiri, kurang berani bekerja sama dan terus terang. Membiarkan segala perkara/persoalan menumpuk tidak diselesaikan, yang penting enjoy. Melekat pada materi (hadiah, warisan religius yang telah meninggal dunia). Mencari yang disenangi: kerja keras, banyak urusan, sibuk, pelarian yang tidak kentara atau kelihatan.
  • Pandangan terhadap religius Medior: “Mudah berelasi, gembira, supel dalam bergaul, peka terhadap kebutuhan sesama, siap sedia dalam pelayanan, berani membuka hal-hal yang baru, kreatif. Pandangan positif (positive thinking), segala sesuatu mungkin dan dapat terjadi. Luas orientasinya (tidak picik dan dangkal). Sanggup mencoba yang belum pernah terjadi. Lebih-lebih dengan karya baru, berani menjadi pembaharu dan menjadi andalan bagi Yunior maupun Senior. Tahan uji, tekun, sabar, memahami orang lain, penuh perhatian dan pengertian.”
  • Saran terhadap religius Medior: “Pengaruh zaman sekarang dengan teknologi canggih. Hal ini tidak dapat dibendung dan sudah masuk dalam kehidupan membiara. Terimalah segala hal yang canggih-canggih sebagai realita hidup yang perlu untuk dimanfaatkan. Namun perlu secara cermat dalam penggunaannya. Bahwa alat-alat itu tetap alat, jangan sampai menguasai hidup kita dan bahkan mendikte dan membuat kita bodoh karena alat-alat itu.”

 

Kesempatan ini diisi oleh sharing dari religius senior. Didatangkanlah Sr. Theresia CB dari Yogyakarta. Beliau dulu juga pernah menjadi staf di Roncalli. Meskipun sudah berusia tua, namun masih tetap bersemangat dalam membagikan pengalaman hidupnya sebagai suster senior. Suaranya masih lantang dan gerakannya masih tampak energik. Contoh-contohnya sangat konkrit dan memang demikianlah adanya. Sesekali kami tersenyum mendengarkan humor-humor yang dilontarkannya.

 

Rabu, 23 November 2016

Masih melanjutkan materi kemarin, tetapi hari ini kami mendengarkan sharing dari religius muda, yaitu dari seorang Bruder FIC dan Suster PI. Keduanya masih merupakan religius yang belum berkaul kekal. Mereka tampak kikuk ketika akan memulai sharingnya di hadapan kami, tetapi akhirnya lancar juga.

 

Kamis, 24 November 2016

Hari ini kami mendengarkan sharing dari awam, yaitu dari Bapak Isidorus. Ia adalah mantan Bruder FIC yang akhirnya meninggalkan kongregasinya pada usia 38 tahun. Usia Medior. Waktu itu ia lagi naik daun, ada aneka jabatan yang dipercayakan kepadanya. Justeru dengan banyaknya tugas yang diembannya, yang membuatnya merasakan krisis panggilan. Ia tidak dapat lagi menyeimbangkan antara tugas sebagai biarawan dengan tugas yang dipercayakan oleh kongregasinya.

 

Setelah melewati retret dan hidup setahun di luar biara, akhirnya keputusan untuk meninggalkan biara yang dipilihnya.

 

Pada pertemuan sore hari kami mendengarkan sharing dari Ibu Florentina, seorang guru Bimbingan Konseling di SMP yang dikelola oleh para Bruder FIC. Beliau mengungkapkan, bahwa sejak kecil sudah terbiasa berelasi dengan religius, khususnya para Bruder FIC, karena bersekolah di sekolah milik bruder ini. Ia memberikan kesan-kesannya terhadap kami, para religius medior.

 

Apa yang diungkapkan oleh Ibu Florentina memang kenyataannya demikian.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here