Apa Tujuan Hidup Manusia?

0
3,097 views

DALAM “Azas dan Dasar” (Latihan Rohani no. 23),  Santo Ignatius mengamanatkan tujuan hidup manusia: “Manusia diciptakan untuk memuji, menghormati, serta mengabdi Allah, Tuhan kita, dan dengan itu menyelamatkan jiwanya”.

 

Tujuan akhir hidup manusia terdiri dari dua aspek. Pertama, yakni kemuliaan Tuhan yang merupakan akibat dari pujian, penghormatan dan pengabdian kepada Tuhan. Kedua, keselamatan jiwa yang merupakan kebahagiaan tertinggi. Konsep teologi spiritual ini terkait erat dengan paham penciptaan.

 

Menurut Romo Joseph Tetlow, SJ penciptaan menunjuk pada apa yang dikerjakan oleh Tuhan terus menerus pada segenap ciptaan. Tetlow mengatakan bahwa asas dan dasar menempatkan Tuhan pada awal mula (primordial) dan akhir (eskatologis). Segala sesuatu diletakkan di antaranya. Di sini terlihat adanya ketergantungan mutlak ciptaan pada Tuhan penciptanya. Oleh karena itu, wajarlah bahwa manusia, demi keselamatan jiwanya, memuji, menghormati dan mengabdi Tuhan.

 

Penyusunan kata “memuji, menghormati dan akhirnya mengabdi” ini mengungkapkan suatu gerakan dari disposisi ke aksi.

 

Dalam asas dan dasar ini, Ignatius tidak membahas karya penciptaan melainkan tujuan penciptaan. Penciptaan ini merupakan pemberian diri Tuhan. Maka, penciptaan seluruhnya tertuju kepada makhluk. Pertanyaannya: mengapa Ignatius berbicara tentang penciptaan dalam hubungan dengan tujuan hidup manusia?

 

Ignatius menggunakan kata “menciptakan.” Kata itu sebenarnya mengungkapkan “jarak.” Menciptakan adalah karya yang khas Ilahi. Maka, kata ini lebih mengungkapkan “kemakhlukan” manusia daripada tindakan Allah.

 

Manusia adalah makhluk yang tergantung pada Allah karena ia ciptaan. Penciptaan merupakan pemberian diri Allah yang senantiasa memanggil manusia untuk berhubungan pribadi. Oleh karena itu, Tuhan dikenal lewat dinamika hidup manusia. Allah dikenal dalam praksis, namun manusia harus mencariNya. Dengan keterarahan yang jelas dan nyata kepada Allah, yang menjadi dasar dan tujuan hidupnya, manusia diajak menemui Tuhan dalam hubungan yang lebih pribadi.

 

Mispan Indarjo, peserta Retret Agung Latihan Rohani di Girisonta tahun 1989; bekerja di lembaga internasional, Jakarta

Photo credit: Mispan Indarjo

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here