Bagaimana Hal Itu Mungkin Terjadi?

0
564 views
Ilustrasi (Ist)

FIDEL Casto sudah meninggal. Andrea Tornielli menuliskan wawancara Frei Betto dengan Castro.

Suatu hari Castro mengatakan, “Ada lebih banyak kualitas yang baik ditemukan di dalam prinsip-prinsip agama dari pada prinsip– rinsip yang murni politik, meskipun yang terakhir ini mengacu pada hal–hal meterial dan fisik di dalam kehidupan. Banyak dari karya–karya indah diciptakan oleh orang – orang beriman, dan ini menjadi fenomena universal.”

Siapa menyangka bahwa kata–kata itu keluar dari mulut Fidel Castro? Orang yang menjadi simbol sosialisme di Amerika Latin dan meninggalkan iman kristiani untuk memeluk Marxsisme Atheistis. Namun menurut Frei Betto yang berbicara kepada Vatican Insider, kata–kata Castro itu bukan berarti ia melangkah menuju pertobatan ke dalam iman kristiani.

Frei Betto berkata, “Terakhir kali saya bertemu Castro pada bulan Agustus lalu ketika ia merayakan ulang tahun ke-90. Castro mengungkapkan rasa ingin tahu dan tertarik pada masalah iman kristiani, meskipun menurut saya bukan berarti Castro ingin bertobat. Saya dapat katakan bahwa sampai pada fase terakhir hidupnya, ia tetap tidak ingin dilayani oleh seorang imam.”

Untuk memperjelas duduk persoalan, Frei Betto menerangkan bahwa ketertarikan Castro pada iman kristiani lebih diarahkan pada kenangan masa kecil ketika ia masih sekolah. Fidel Castro telah dididik oleh para Jesuit dan para bruder de La Salle. Ia rajin mengikuti misa pada masa mudanya, namun ia meninggalkan iman kristiani karena menurut dia untuk beberapa waktu Gereja Katolik mendukung penguasa diktator Salazar di Portugal dan Jendral Franco di Spanyol.

Namun karena Castro hidup di Cuba dan pernah ber-curhat kepada Paus Yohanes Paulus II, maka setelah itu, Fidel pelan–pelan berubah menjadi seorang agnostik. (Dari yakin bahwa Tuhan tidak ada, menjadi abstain entah Tuhan ada atau tidak ada). Maka ateisme dihilangkan dari statuta Partai dan Partainya tidak lagi sekular.

Dalam tahun–tahun terakhir, Castro menjadi sangat tertarik pada kosmologi dan astronomi. Suatu hari Frei Betto mengatakan kepada Castro tentang pendapat seorang ahli astronomi Inggis,  Stephen Hawking, yang mengatakan bahwa, “ Cahaya bintang yang kita lihat di langit itu adalah sebuah perjalanan cahaya yang memerlukan waktu 12 milyar tahun untuk bisa sampai pada mata kita, dengan memperhitungkan kecepatan cahaya 300.000 km per detik. Bisa jadi bahwa bintang yang cahayanya kita lihat di langit itu, sudah lama mati atau padam ketika cahayanya sampai pada mata kita.”

Dan Castro bertanya, “bagaimana hal itu mungkin terjadi?” Castro sangat tertarik untuk menghubungkan misteri alam semesta itu dengan misteri agama

Lalu Castro menyimpulkan, “Di balik misteri besar itulah terdapat penjelasan yang berbeda–beda dari pelbagai kelompok agama yang dianut oleh manusia. Saya cukup tahu tentang Kristus dari apa yang saya baca dan diajarkan oleh para Jesuit dan bruder de La Salle dan saya juga mendengar banyak kisah tentang Adam dan Hawa, dengan Kain dan Abil, tentang Nabi Nuh dan banjir bandang; tentang manna yang jatuh dari langit ketika umat Israel kelaparan di padang gurun dan banyak kisah lainnya.

Paus Fransiskus beberapa waktu lalu dalam kotbah misa harian di Kapel Santa Marta mengatakan bahwa ragu–ragu itu kadang–kadang berguna bahkan penting supaya orang mempertanyakan imannya dan menjadi lebih serius dan mendalam.

Saya tidak mau masuk ke dalam polemik atau kontroversi pribadi Fidel Castro, melainkan ingin mengulangi kata–kata kekaguman Castro tadi dalam konteks yang lain: “Bagaimana hal itu mungkin terjadi?”.

Kok bisa jadi pastor?

Kalimat yang sama itu dipakai oleh seorang imam baru yang ditahbiskan di Katedral Denpasar pada tanggal 20 November 2016 lalu yang secara kebetulan saja saya bisa mengikuti upacara tahbisan itu. Senang rasanya bertemu dan menyapa rekanrekan imam yang berkarya di daerah Bali, Lombok, Sumbawa dan juga Uskup Keuskupan Denpasar yang memimpin upacara tahbisan itu.

Kalimat motto tahbisan itu tentu diambil dari Luk.1:34 yang berasal dari pertanyaan Bunda Maria kepada Malaikat Gabriel: “Bagaimana hal itu mungkin terjadi….?”

Sang imam baru itu, Romo Rony Alfridus Bere Lelo Pr, memberi arti dari kalimat itu sebagai sebuah kekaguman akan karya Allah bagi dirinya yang merasa tidak pantas namun ternyata kini telah ditahbiskan menjadi imam. Saya agak tersentak membaca untuk pertama kalinya kalimat itu karena ternyata sebuah kalimat tanya dari Alkitab juga cocok untuk motto tahbisan.

25 tahun imamat

Beberapa hari yang lewat ini di Manado ada perayaan–perayaan ulang tahun tahbisan imamat ke-25 dari P. Costan Ohoira Pr dan P. Yonas Atjas Pr yang sepertinya juga mengungkapkan kebahagiaan dan kekaguman mereka atas karya Allah yang telah membuat mereka telah menjadi imam selama 25 tahun.

Pastor Costan mengungkapkan pengalaman imannya dengan begitu lancar dan mengalir selama satu  jam tanpa terasa dan tanpa teks juga. Ia nampak begitu tulus dalam berkata–kata untuk menceritakan pengalaman hidupnya. Padahal menurut pengakuannya sendiri waktu itu ia sedang flu dan harus minum obat.

Kalau sehat, berapa jam dia bisa tahan bicara? Umat yang begitu banyak berkumpul di Aula Pondok Emaus Tateli dapat ikut merasakan kebahagiaan yang dialami oleh Pastor Costan Pr.

  1. Yonas Atjas membuat misa di Kapel Semari Pineleng dengan sponsor pesta Bapak Benny Tungka, pemilik Megamas, Manado. Makanan disiapkan dengan begitu melimpah. Namun lebih dari sekedar pesta makan dan minum, perayaan itu sangat bermakna karena koor dan tarian datang langsung dari umat di Olilit Barat, Tanimbar. Sekitar 70-an umat bersama pastor parokinya, Matheus Buwariat Pr, dan papa serta kakak–adik Pastor Yonas datang ke Pineleng untuk acara ucapan syukur itu.

Menyaksikan liturgi inkulturasi gaya Tanimbar yang begitu indah dan kotbah yang dibawakan oleh P. Yonas dengan ditulis dan disiapkan, maka semua yang hadir sungguh–sungguh menikmati pesta. Pesta bukan sekedar makan dan minum, melainkan santapan rohani.

Karena menurut Tuhan Yesus, “Manusia hidup bukan dari roti saja, melainkan dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah” (Mat. 4: 4). Pesta rohani dalam perayaan Ekaristi itu benar – benar santapan yang keluar dari mulut Allah dan memberikan kehidupan yang sejati.

Di samping itu, santapan jasmaninya pun memang berlimpah makanan dan minuman, dan banyak babi putar disiapkan untuk mereka yang masih berani memakannya.

Beberapa umat dari Manado, antara lain Dr. Gina, yang saya kenal, hanya bisa hadir dalam misa dan tidak ikut acara ramah tamah. Komentar mereka: “Itu misa pe bagus… maar torang ndak bisa ikut ramah–tamah, karena ada acara lain”.

Bagaimana hal itu mungkin terjadi? (Luk. 1:34)

Bagi Allah, segala–esuatu mungkin. (Mat. 19: 26).

Selamat juga kepada P. Titus Rahail Jr MSC yang merayakan pesta 25 tahun imamat di Ternate.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here