#BahagiaZamanNow di JOYFest 2018

0
359 views
Bahagia Zaman Now (Ist)

AMELIA menatap layar smartphone-nya dengan wajah masam. Dari aplikasi Instagram, ia mengetahui bahwa teman-temannya saat ini sedang menikmati liburan mereka masing-masing.

Nia sedang plesir ke Maldives bersama dengan suaminya, Cindy berfoto di antara bunga sakura dengan mengenakan kimono, sedangkan Riana tersenyum sumringah sambil merangkul teman-temannya dengan latar belakang blue fire di kawasan Pegunungan Ijen.

Sungguh 180 derajat berbeda dengan apa yang saat ini sedang dilakukan Amel.

Ingin bahagia

Dari atas kasurnya, di dalam kamar kos kecil berukuran 3×4 meter yang pengap karena tidak ber-AC itu, ia lantas merasa marah pada dirinya sendiri. Seandainya ia juga punya pasangan yang bisa menemani kemana pun ia mau pergi seperti Nia; atau punya pekerjaan dengan gaji besar seperti Cindy; atau datang dari keluarga kaya raya seperti Riana, mungkin saat ini ia tidak hanya duduk resah di atas kasur sambil mengipas-ngipas karena kejamnya udara Jakarta menjelang musim kemarau ini.

Hanya satu keinginan Amel: ingin bahagia, seperti teman-temannya itu.

Apakah kamu juga pernah mengalami apa yang dialami oleh Amel? Merasa kecewa ketika melihat foto orang lain yang terlihat begitu bahagia tersebar di Instagram. Betapa sukses, terkenal, dan bahagianya mereka. Punya jumlah pengikut yang banyak, sering menerima endorsement barang-barang mahal, dan bisa dibiayai untuk liburan juga.

Lalu pada akhirnya kita merasa bahwa ternyata kehidupan yang kita jalani tidaklah semenarik dan seberhasil orang-orang itu. Pada akhirnya, kita merasa bahwa hidup kita tidak sempurna, tidak bahagia.

Bahagia hanya karena banyak posting dan mendapat respon ‘like’? (Ist)

Semua orang ingin menjadi bahagia, dan itu wajar. Tapi apa sebenarnya yang membuat kita bahagia? Apakah kamu pernah berada dalam situasi di mana kamu  mencari atau pun mengejar sesuatu yang tidak pasti, hanya untuk merasa bahagia? Apakah kita sudah betul-betul memahami arti kebahagiaan itu sendiri?

Kebahagian memang memiliki arti dan tolak ukur yang berbeda-beda, tergantung persepsi pribadi masing-masing orang. Ada yang menilai bahwa kebahagiaan itu dapat diukur berdasarkan berapa banyak tas mewah yang dimiliki, berapa negara yang sudah dikunjungi, berapa jumlah follower di media sosial, dan lain-lain.

Bahagia zaman now?

Namun, bagaimanakah #BahagiaJamanNow itu sebenarnya?

Mudah bagi kita untuk membanding-bandingkan apa yang terjadi dalam kehidupan kita dengan kehidupan orang lain. Kita sering kali terlalu fokus dengan apa yang hanya terlihat dari luar, daripada dengan apa yang sesungguhnya terjadi di dalam diri kita sendiri.

Paulo Coelho, pengarang buku The Alchemist, pernah berkata bahwa yang terpenting bukanlah apa yang terjadi di luar, melainkan apa yang berproses di dalam. Sebuah pensil dinilai kualitasnya bukan dari eksterior kayunya, melainkan kualitas grafit yang ada di dalamnya.

Dari Instagram, kita bisa melihat bahwa si A sedang liburan ke sini, si B sekarang sudah punya mobil, sedangkan si C sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan mewahnya. Namun, kita lupa bahwa semua yang orang-orang itu post di Instagram hanyalah secuplik kehidupan mereka.

Kita tidak dapat melihat betapa keras A bekerja siang dan malam untuk dapat mengajak orangtuanya pergi berlibur, bagaimana B sebetulnya membutuhkan mobil untuk bisa mengantar-jemput istrinya yang sedang hamil, ataupun si C yang harus mengambil pekerjaan tambahan untuk bisa melangsungkan pesta pernikahan. 

Dasar biblis

Dalam Kitab Amsal (Ams 14:30) ada tertulis, “Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukkan tulang”.

Bagaimana mungkin kita mengharapkan untuk menerima kebahagiaan apabila hati kita dipenuhi dengan kedengkian dan iri hati terhadap sesama kita? Yakobus pernah mengatakan, “Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat” (Yak 3:16). Iri hati tidak saja merugikan diri kita sendiri, tapi juga bisa merugikan orang lain di sekitar kita.

Oleh sebab itu, kita diajak untuk lebih bisa bersyukur dan menyadari bagaimana kasih Tuhan kepada kita selalu tercurah dalam hidup kita. Kalau kata orang, bahagia itu sederhana. Sesederhana bisa masuk kantor on time sehingga tidak kena marah si bos, sesederhana sampai di rumah tepat sebelum hujan turun, sesederhana makanan hangat yang terhidang di atas meja, dan masih banyak hal-hal lain yang dapat disyukuri dalam hidup kita. Karena terkadang, hal-hal yang menurut kita sederhana dan tidak penting, justru dianggap mewah oleh orang-orang lain.

Maka dari itu, mari kita belajar untuk mengisi hati kita dengan kasih, dan melihat segala sesuatu dari berbagai sudut pandang.

Ada baiknya kita lebih memperhatikan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hati kita, seperti kita memperhatikan apa yang sedang terjadi pada feed Instagram kita. Sebab seperti ada tertulis dalam Amsal, bahwa seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu (Ams 27:19).

Semoga hati kita senantiasa memancarkan kasih dan sukacita, serta selalu menjadi penyebar benih-benih kedamaian, baik untuk diri kita sendiri maupun sesama. Seperti yang diajarkan oleh Yesus sendiri dalam Injil Matius (Mat 5:9), “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.”

Masih penasaran untuk tahu lebih jauh tentang arti kebahagiaan yang sesungguhnya?

Temukan jawabannya di Jakarta Catholic Youth Festival (JOYFest) 2018. Acara yang akan diadakan di tanggal 11 September 2018 ini bisa diikuti dengan membeli tiket via website www.joyfest.id.

Festival 1 hari di ICE BSD berisi seminar, acara musik, dan Ekaristi sebagai puncak acara. Cari tahu lebih lanjut tentang acara seru ini di social media kami baik Instagram maupun Facebook @joyfestid.

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here