Berteman Senja

0
273 views
Ilustrasi: Membangun pertemanan yang sehat dan saling mendukung. (Ist)

DI sebuah dusun kecil, terdapat sebuah keluarga yang hidup rukun dan taat beragama. Sebut saja keluarga Pak Yulius dan Ibu Dina.

Keluarga mereka masih sangat tergolong dalam keluarga yang miskin. Mereka memiliki seorang putri yang cantik jelita, namanya Felomena.

Hidup mereka tidak terlepas dari Doa Rosario dan Koronka Kerahiman Ilahi.

“Pak. Beras kita habis, malam ini masakan terakhir kita Pak. Besok apa yang harus kita makan?,” kata Dina kepada suaminya.

“Ma, saya sudah berusaha sebisa mungkin, mencari kerja di mana-mana tetapi belum juga ada yang mau mempekerjakan orang tua seperti saya, sekarang tinggal setahun lagi Felo sudah lulus SMA, saya bingung bagaimana dia bisa melanjutkan kulianya, untuk makan saja sekarang kita susah Ma’,” jawab sang suami dengan air mata yang bercucuran.

“Ya sudah, yang penting malam ini kita bisa makan dahulu. Besok keluar gereja saya akan coba ke rumahnya Bu Rani, buat cuci pakaian mereka biar bisa dapat beras sekilo Pak.”

“Baik Ma’. Maafkan saya yang tidak bisa menafkahi kamu lagi. Andai saja penyakit ini tidak menyerang saya, kita pasti tidak seperti ini Ma’.”

Pak Yulius memeluk isterinya dengan penuh rasa bersalah yang hanya di balas senyuman manis penuh kasih sayang dari sang istri.

Pagi-pagi sekali, Felomena sudah bangun dan bersiap-siap ke gereja.

“Ibu, baju gereja saya sudah robek Bu, hari ini saya ajuda, masa saya pakai yang ini? Ibu ajarin Felo jahit yah?,” Felo menunjukan baju gerejanya yang sudah robek itu kepada sang ibu yang hanya di balas dngan anggukan penuh beban.

Setelah menjahit pakaian Felo, mereka pergi ke gereja.

Felo yang sejak SD selalu dihindari teman-temannya karena penampilan sederhananya berangkat gereja bersama orangtuanya bukan sahabat.

Dia sama sekali tidak memiliki seorang sahabat pun, yang dekat dengannya hanya orang-orang tertentu yang mau memanfaatkan kecerdesannya saja, setelah itu mereka lagi-lagi menjauh. Felo selalu membantu mereka dengan tulus tanpa dendam.

Senja telah datang, Felo termenung dan menatap ke langit biru yang dihias senja itu.

“Senja, Felo itu siapa? Sahabat tidak punya, orang tua miskin, ayah penyakitan, makan susah, baju yang itu-itu saja. Tidak seperti teman-teman Felo yang lain. Semua serba cukup. Padahal Felo tekun dalan hal berdoa. Apa lagi yang kurang dari Felo?,” gumam Felo sambil menatap senja yang akan kembali ke peraduan.

“Andaikan senja bisa berkata maka dia akan menjawab, Felo itu unik, dia anak Tuhan yang mulia, yang selalu bersyukur dengan semua yang ada padanya, bukan yang termenung dan meratapi hidup, Felo itu kuat, Felo itu seseorang yang mau berusaha, seseorang yang penyayang tanpa dendam, Felo itu sahabat senja yang setia,” jawab seseorang yang sedari tadi keberadaannya tidak disadari Felo.

“Eh kamu. Kamu kan murid baru di sekolah saya, dari mana kamu tahu tempat tinggal saya?” Felo kaget dan salah tingkah dengan kehadiran suara itu.

“Bukan murid baru, saya sudah sebulan di sekolahmu berarti sudah lama, kamu saja yang baru, baru mau bertatapan maksud saya. Oh ya, saya Jeansen kamu bisa panggil saya Sen. Setiap senja saya ke rumahmu tetapi kata ibumu kamu sedang keluar. Sudah berapa kali saya selalu gagal bertemu denganmu, dan akhirnya hari ini saya memutuskan untuk datang lebih awal dari biasanya, kebetulan ibumu tadi ke rumah saya, kata ibu kamu lagi di rumah, pas saya sampai di depan rumahmu kamu malah hendak pergi, yah sudah saya putuskan untuk mengikutimu, maaf yah,” jelas Sen.

“Ia, kamu benar. Saya selalu tidak di rumah waktu sore hari, karena saya lebih nyaman belajar di sini, beradu ide bersama senja, saling menatap bersama senja. Di sini saya punya teman, dari pada di rumah sepi.”

“Ohh. Kata teman-teman kamu itu murid yang sangat pintar, jadi saya penasaran, karena kalau di sekolah lama saya banyak murid pintar yang sombongnya luar biasa beda sama kamu. Kamu susah buat di temui, apa lagi diajak bicara, kamu pendiam, sederhana lagi, buat saya inging tahu banyak tentang kamu. Boleh kan?”

“Kamu sudah tahu banyak tentang saya. Sekarang katakan apa tujuanmu mencari saya?,” tanya Felo singkat.

“Mencarimu hanya untuk berteman. Apa kamu mau jadi teman saya?” Sen mengulurkan tangannya berharap Felo membalas.

“Saya selalu menerima siapa saja untuk menjadi teman. Kalau kamu mau jadi teman saya, saya dengan senang hati menerimamu, tetapi kamu akan dihina bahkan di jauhi teman-teman yang lain kalau kamu dekat dengan saya. Kita boleh berteman tetapi jauhi saya saat kira berada di kompleks Sekolah. Kota hanya boleh berteman di sini, di tempat ini.”

Sen sudah banyak tahu tentang Felo, jadi itu tidak membuat dia kaget, dia menerima permintaan Felo, dan sejak saat itulah mereka berteman di waktu senja.

Hari berlalu begitu cepat, Sen yang notabenenya anak orang berada, selalu setia menjadi teman dekat Felo. Hingga pada suatu hari penyakit Pak Yulius semakin parah.

“Felo, ayo kita bawa ayahmu ke RS, kamu jangan keras kepala, saya janji saya akan melunasi tagihan RS nanti. Percayalah Felo. Saya punya sedikit tabungan saya tidak akan meminta kepada orang tua saya. Ayolah Felo. Ayahmu butuh pengobatan rutin. Ayolah Fe, terima tawaranku untuk kali ini Fe. Tolong, demi ayahmu.”

Sen sudah berapa kali menawarkan pengobatan rutin untuk pak Yulius namun Felo selalu menolak, dengan alasan tidak ingin merepotkan orang lain. Kali ini Sen benar-benar memohon.

“Baiklah, saya terima.Akan saya lunaskan utang itu kalau saya sudah kerja nanti. Terimakasih Sen, kau mau membantu keluarga saya. Kami berhutang padamu.”

“Terimakasih Fe, ayo kita berangkat sekarang.”

Tanpa basah basi Sen pun mmenggendong ayahnya Felo yang sudah ia anggap seperti ayahnya sendiri.

Waktu pun berlalu, setelah sepekan dirawat di RS, Pak Yulius dinyatakan sembuh total dan sudah bisa kembali ke rumah. Felo dan ibunya sangat bahagia, mereka ke rumahnya Sen untuk berterimakasih kepada Sen yang telah membantu pengobatan Pak Yulius.

Sesampainya di rumah Sen, Bu Rani dan suaminya kaget, mereka tidak percaya Sen anak mereka yang menurut mereka nakalnya luar biasa itu bisa melakukan hal baik sebesar ini tanpa sepengetahuan mereka, mereka sangat bahagia dan berterimakasih kembali kepada Felo yang menurut mereka telah merubah Sen menjadi anak yang lebih baik.

Dan semenjak saat itu, ayah Felo bekerja di perusahaan milik ayahnya Sen.

Felo dan Sen menjadi sahabat dekat yang selalu bertemu setiap saat tanpa menunggu Senja, menatap Senja sesuka mereka, mengajak Senja bergurau riang. Berteman Senja mereka sama-sama bersyukur. Mereka hidup rukun dan damai.

Syukur mereka tiada henti.

Hidup sesungguhnya sangat indah. Bersyukurlah dengan semua yang kamu dapatkan. Memohonlah kepada Sang pemilik kehidupan. Dan percayalah, bersama Tuhan tidak ada yang mustahil.

Semua akan indah pada waktunya.

Sekian.

Soe, 30 Januari 2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here