Bertemu Kawan Ateis (1)

1
1,485 views

REFLEKSI singkat ini didasarkan pada pembicaraan-pembicaraan tidak sengaja dengan lebih dari 10 teman muda, entah katolik ataupun non-Katolik, yang menyatakan diri bahwa mereka sebenarnya ateis.

Meski menyatakan diri ateis, kadang mereka tidak terlalu menganggap masalah untuk datang ke ritual agama atau punya status agama di KTP mereka. Yang penting mereka tak percaya lagi dengan agama maupun sekedar sangsi atas iman mereka.

Terus terang di banyak kesempatan saya gagap dan gamang untuk menanggapi pernyataan mereka. Kegagapan dan kegamangan lebih-lebih karena keengganan karena ketakutan bahwa sang teman akan menyangka saya sebagai orang yang terlalu rohani, fanatik, sok katolik, dan segala ketakutan akan kemungkinan sikap permusuhan dan penolakan.

Karena kegagapan dan kegamangan itu, acap kali saya gagu untuk memberi tanggapan terbaik di kesempatan pertama. Padahal tanggapan saya mungkin berguna bagi mereka pun pula bagi saya sendiri. Gara-gara kegaguan saya, baik sang teman maupun saya tidak maju dan bertumbuh dalam pemahaman akan hidup yang lebih mendalam dan sejati.

Karena pengalaman itulah, saya merasa penting untuk mencari jenis tanggapan terbaik, jika suatu saat lain bertemu teman ateis lagi.

Tiga kategori

Dari beberapa pengalaman perjumpaan itu, kurang lebih saya jadi bisa membuat setidaknya tiga kategori orang ateis secara sederhana dan sekedarnya.

  • Teman yang diam-diam ateis atau ateis setengah-setengah. Teman di kategori ini paling sering saya jumpai. Mereka diam-diam tak lagi mempercayai iman mereka dan secara praktis dan sadar tidak menjalankannya. Mereka tak mau dibilang beriman, tapi juga tak keberatan menyebut diri ateis.
  • Ateis gaya-gayaan. Teman di kategori ini mengira kalau dia menyebut diri ateis itu seksi, anti-kemapanan, sebuah statement pribadi yang kuat di tengah trend memburuknya penghayatan agamawan, fanatisme yang membabi-buta agamawan dan konflik terkait agama. Pengalaman saya, teman di level ini jarang punya pengalaman yang lebih personal yang menjadi dasar ateisme mereka.
  • Ateis sungguhan. Mereka dengan sadar dan rasional memeluk ateisme dan secara konsisten menghidupi ‘keyakinan ateis’ mereka. Terus terang ini jenis yang paling langka saya temui dan terhadap merekalah saya merasa super gagap dan gamang. Karena itu refleksi ini saya peruntukkan terutama untuk mereka yang di kategori ini.  (Bersambung)

Artikel terkait: Bertemu Temen Ateis (2)

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here