Bila Tepat, Kurikulum Berbasis Kompetensi Jadikan Mahasiswa Proaktif

0
1,047 views
Fema IPB
Fema IPB

Kurikulum Berbasis Kompetensi yang tepat akan efektif untuk membentuk mahasiswa yang proaktif, sehingga ke depan dapat menghasilkan sarjana yang belajar pengetahuan sepanjang hayat, kata pakar pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Gunawan Budiyanto.

“Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) mahasiswa bukan hanya diminta untuk mengerti apa yang disampaikan dosen, tetapi juga harus mampu mengaplikasikan, menganalisis, dan mengevaluasinya. Jadi, mahasiswa tidak hanya belajar di dalam kelas,” katanya di Yogyakarta, Rabu.

Misalnya, saat ada jembatan yang miring, mahasiswa Teknik Sipil akan berhenti sejenak dan berpikir, mengapa jembatan tersebut miring. Hal itu dapat menjadi bahan diskusinya dengan teman-temannya.

Menurut dia, tujuan pendidikan Universitas Muhammadiyah (UMY) adalah menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi. Kompetensi itu meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

Bukan hanya transfer ilmu
“Belajar bukan hanya persoalan mentransfer informasi, bukan juga hanya sekadar memberi materi, kemudian keluar nilai A, B, C, dan seterusnya setelah ujian. Namun, bagaimana agar lulusan memiliki sejumlah keahlian dan dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas di bidang pekerjaan tertentu,” katanya.

Ia mengatakan ada empat hal yang harus dipertimbangkan dan diselaraskan dalam kurikulum terkait sarjana yang akan dihasilkan oleh sebuah perguruan tinggi.

“Kurikulum harus menyesuaikan visi dan misi perguruan tinggi, visi dan misi program studi, visi ilmiah perguruan tinggi, serta tuntutan keilmuan dan profesi,” katanya.

Dengan demikian, menurut dia, mahasiswa UMY akan menjadi mahasiswa yang unggul dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan berlandaskan nilai-nilai Islam untuk kemanfaatan umat.

Ia mengatakan perkuliahan bukan hanya sekadar menghasilkan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) tinggi, tetapi bagaimana mencetak sarjana dengan nilai-nilai keislaman. Jika mencetak dokter, maka bagaimana agar menjadi dokter dengan karakter yang Islami.

“Dengan visi dan misi yang berbeda di masing-masing perguruan tinggi seharusnya profil sarjana yang dihasilkan juga berbeda. Jika sama saja, artinya ada yang salah,” kata Gunawan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here