Bupati Yudas Sabbagalet: Kemitraan dengan LSM untuk Membangun Mentawai (1)

0
2,179 views

DENGAN cara apa Kabupaten Mentawai di ujung Samudera Indonesia di Provinsi Sumatera Barat ini bisa membangun? Selain lokasinya yang jauh sekali dari daratan Sumatera, Kabupaten Mentawai boleh dibilang sangat ketinggalan dalam pembangunan infrastruktur dan fasilitas publik dibanding banyak kabupaten lain di Provinsi Sumbar dan kawasan lainnya di seluruh Indonesia. 

Padahal, kata Bupati Kepulauan Mentawai Yudas Sabbagalet, wilayah kepulauan ini sangat kaya raya dalam hal sumber daya hasil laut. Belum lagi potensi wisata bahari dan 71 titik surfing dengan daya tarik 5-6 meter ombak tanpa henti menggulung-gulung di Teluk Sikurai di Pulau Siberut yang tentu saja menjadi daya tarik tersendiri bagi para surfing aficionados. 

Masalahnya, bagaimana mungkin Kabupaten Mentawai bisa membangun kawasan potensi pariwisata bahari dan kaya sumber alam dari perairan laut kalau tidak mendapat ‘suntikan’ dana dan pendampingan dari pihak lain?  

Melihat potensi kawasan yang indah dan kaya sumber alam laut inilah, Bupati Kep. Mentawai Yudas Sabbagalet lalu menyelenggarakan workshop nasional bertajuk “Mentawai Summit 2013” di Ibukota Kabupaten Dati II Tuapeijat, Pulau Sipora.

Tuapejat hanya bisa dicapai dengan dua moda transportasi. Jarak tempuh dengan kapal speedboat dicapai dengan kisaran waktu 4-6 jam tergantung cuaca dan ada-tidaknya badai laut. 

Bisa dengan kapal ferry, maka jarak sama akan ditempuh dalam kisaran waktu 10-11 jam. Sementara dengan moda transportasi udara SusiAir, pesawat Cessna dengan kapasitas penumpang 8 orang bisa melaju pada kisaran waktu 1 jam; namun ini hanya terjadi 2 kali dalam sepekan. 

Kondisi Mentawai

Paparan Bupati Yudas Sabbagalet menjelaskan kondisi ‘tantangan’ yang ada di Kep. Mentawai sebagai berikut:

  • Masih terjadi banyak wabah penyakit seperti malaria, gizi buruk, ispa, rheumatic dan TBC; wabah malaria menjadi kendala terbesar bagi para surfer dunia yang kadang tidak mau ‘berlabuh’ ke darat lantara takut kena malaria dan lebih suka ‘bersandar’ beberapa hari di kapal di laut bebas;
  • Rendahnya derajad pendidikan hingga membuat daya partisipasi publik sangat rendah di antaranya 87% penduduk lokal hanya tamat SD atau SMP. Kalau mau melanjutkan pendidikan SMA, harus pergi keluar pulau: entah ke Padang atau tempat-tempat lain.
Peserta PNS Mentawai Summit
Rapat para penggiat LSM dan organisasi sosial untuk pengembangan sumber daya dan kemajuan Kabupaten Mentawai, Sumbar. (Mathias Hariyadi).
  • Infrastruktur jalan sangat sedikit dan sangat pendek: sebagai ilustrasi, jarak dari satu titik di Pulau Sipora sejauh 80 km hanya tersedia akses jalan raya sepanjang 11 km saja. Selebihnya hutan lebat dan hanya bisa dicapai dengan jalan kaki menyusuri jalan setapak di hutan.
  • Rumah sakit dengan kondisi seadanya hanya ada satu di pusat kota yang menurut drg Lieke Handayani Widjaja hanya ditopang oleh dokter umum 6 orang berstatus PNS, 2 PTT, 1 kontrak, 7 dokter residen spesialis, dan 2 dokter gigi.
  • Pasar tradisional hanya ada satu dekat Pelabuhan Tuapejat;
  • Hanya ada satu bank beroperasi di seluruh Pulau Sipora yakni Bank Nagari.

 Melihat kondisi riil di lapangan, bukannya menyerah tapi justru menjadi sebuah tantangan bagi Bupati Yudas Sabbagalet untuk bersiap membangun kawasan potensial Kabupaten Kepulauan Mentawai untuk maju berkembang. “Kalau perlu melangkah maju cepat dan terbang tinggal landas tinggalkan semua keterbelakangan,” ujarnya ketika membuka forum Mentawai Summit 2013 di sebuah rumah singgah sederhana di luar Ibukota Kabupaten ini.

RSUD Mentawai
Penampakan RSUD Kabupaten Mentawai, Sumbar. (Mathias Hariyadi)

 Jangan pikir kalau rumah singgah ini mewah. Sama sekali tidak. Ruang konferensi mirip sebuah ‘gudang’ untuk ukuran Jakarta. Tanpa AC dengan koridor ventilasi apa adanya. Suasana serba sangat panas, sekalipun diskusinya sangat konstruktif dan mendatangkan harapan. 

Menurut Bupati Yudas Sabbagalet, alangkah indahnya kalau sekali waktu Kabupaten Kepulauan Mentawai ini bisa ‘terang-benderang’. Tidak hanya karena ketersediaan lampu PLN, melainkan juga bisa menghasilkan ‘devisa’ karena sumber daya alam dan potensi pariwitasa baharinya telah digarap dengan baik dan itu menjadi sumber pendapatan daerah yang menjanjikan. 

“Fasilitas kesehatan harus maju dengan misalnya pembangunan Puskesmas Plus dimana ada fasilitas rawat inap untuk kasus-kasus elementer dan gawat darurat,” tandas Yudas Sabbagalet. 

Dengan kondisi jarak yang teramat jauh –katakanlah harus naik speedboat selama 5 jam melintasi Selat Mentawai yang langsung berbatasan dengan Samudera Indonesia—maka pasien gawat bisa gawat beneran di lautan sebelum sampai daratan di Padang. “Belum lagi kalau di lautan ada badai dengan hempasan ombak setinggi 4-5 meter. Maunya berobat malah jadi petaka,” kata drg Lieke memberi ilustrasi tentang kendala alam yang dihadapi tenaga kesehatan di Mentawai. (Bersambung)

Tautan: Mentawai Summit 2013: LSM Dukung Program Pembangunan Mentawai (2)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here