Catatan Perjalanan Natal ke OKU Timur – Sumsel: Perjumpaan yang Menyenangkan (2)

1
592 views
Umat Stasi Tanjung Beringin.

“NAH sudah sampai,” kata Romo Andreas Suparman SCJ begitu kami muncul dari depan Gereja Para Rasul Kudus Tegalsari, Sabtu (23/12) lalu.

Setelah bersalam-salaman, kami menuju ke kamar yang telah disiapkan di pastoran. Lantas Maria, Rina dan Devi membuat sarapan untuk kami.

Tiga gadis ini bekerja di Tabloid KOMUNIO sambil kuliah di UNIKA Musi Charitas Palembang.

Sebelumnya, Romo Suparman menulis dalam SMS, “Cari sarapan di warung. Di pastoran tidak tersedia sarapan.”

Catatan Perjalanan Natal ke OKU Timur –Sumsel (1)

Namun saya tidak menghiraukan pesannya. Saya terus memacu mobil menembus mega-mega pagi. Karena itu, begitu tiba di pastoran, tiga ‘anak’ Tabloid KOMUNIO ini bergegas merebus mie instan.

Usai sarapan, Romo Suparman memberi jadwal pelayanan Masa Adven ke-4 (Sabtu, 23/12) dan Natal untuk saya.

“Nanti sore pukul 15.00, romo misa di Stasi Sumber Jaya dan pukul 18.00 di Stasi Tanjung Beringin. Sebelum misa,  nanti ada Pengakuan Dosa. Frater Darmuat yang akan mengantar romo ke sana,” jelas Romo Supaman SCJ, mantan guru Bahasa Latin di Seminari St. Paulus Palembang.

Pengakuan Dosa

Romo Suparman sendiri memimpin misa Masa Adven ke-4 di dua stasi yang lain sambil mendengarkan Pengakuan Dosa sebelum misa. “Romo Widodo akan melayani di wilayah Pematang Panggang. Dia juga akan mulai dengan Pengakuan Dosa dan misa Adven. Lalu dia melayani Misa Natal di sana,” tutur Romo Suparman.

Tentang pelayanan Natal, saya mendapat enam kali misa sampai hari Selasa (26/12). Demikian pula Romo Suparman dan Romo Ignatius Widodo SCJ yang melayani Stasi-stasi Bina Tani, Catur Tunggal, Mukti Karya, Labuhan Jaya, dan Suryakarta.

“Ke Stasi Suryakarta ini jalannya rusak parah. Mungkin tidak bisa lewat meski pakai mobil Strada,” kata Romo Widodo sebelum berangkat ke Pematang Panggang.

Masih ada waktu bagi saya untuk memulihkan tenaga,  setelah empat setengah jam nyopir dari Palembang. Saya pun merebahkan diri di atas kasur hingga pukul 13.00.

Anak-anak ikut hadir di misa Masa Adven ke-4 di Gereja Stasi Sumber Jaya.

Usai makan siang, kami berangkat ke Stasi Sumber Jaya. Setelah melewati aspal hitam pekat, saya membelokkan mobil ke jalan tanah yang di beberapa tempat masih tergenang air. Tidak berapa lama, kami tiba di depan kapel Stasi Sumber Jaya yang masih dalam proses finishing.

Lantai kapel ini masih membutuhkan keramik.

Sekitar 30-an umat mengaku dosa pada sore itu. Akibatnya, Perayaan Ekaristi baru dilaksanakan pada pukul 16.00.

Umat Stasi Sumber Jaya.

 

Kunjungan keluarga

Pada pukul 17.00 Perayaan Ekaristi berakhir.

Acara selanjutnya adalah kunjungan umat. Keluarga Mas Budi menyediakan diri untuk menjadi tempat kunjungan bagi pastor dan rombongannya. Namun pada kesempatan yang sempit ini hanya disediakan minuman dan makanan kecil.

“Waktunya sangat sempit, Romo. Kita minum saja, karena misa berikutnya pukul enam sore, Romo,” kata Mas Budi yang mantan seminaris ini.

Bagi saya, hal ini lebih baik. Alasannya, perjalanan menunju stasi berikut juga butuh waktu meski tidak seberapa jauh. Usai kunjungan, kami langsung berangkat menuju Stasi Tanjung Beringin.

Butuh waktu 15 menit untuk berjumpa dengan umat di stasi ini. Tampak sejumlah umat bergegas memasuki gereja. Sekitar 30 menit waktu dibutuhkan untuk Pengakuan Dosa. Lantas persiapan untuk Perayaan Ekaristi.

Umat Stasi Tanjung Beringin.

Usai Perayaan Ekaristi Adven ke-4, ada kunjungan ke rumah umat. Di sana sudah disiapkan makan malam untuk semua umat. Kunjungan menjadi kesempatan bagi seorang imam untuk berbicara dari hati ke hati dengan umat.

Perjumpaan yang menyenangkan

Karena itu, yang utama sebenarnya bukan makanan yang dihidangkan. Tetapi yang utama adalah peristiwa perjumpaan. Banyak hal ditanyakan oleh umat.

Banyak hal seputar kehidupan menggereja didiskusikan bersama.

Seorang imam mesti menghargai hidangan dari umat. Meski sudah makan dalam kunjungan sebelumnya, seorang imam (wajib) menyantap hidangan yang ada. Hal ini menjadi tanda penerimaan terhadap tuan rumah yang telah membuka pintu rumahnya bagi sang gembala.

“Meski kita sudah makan sebelumnya dan merasa kenyang, kita mesti tetap makan. Pertama-tama bukan soal makanannya, tetapi penghargaan dan penerimaan kita terhadap tuan rumah yang menyiapkan makan untuk kita,”  kata saya kepada Maria, Devi dan Rina yang sore itu ikut bersama saya ke stasi-stasi. (Berlanjut)

 

1 COMMENT

  1. Semoga semakin tersentuh dan informatif berita dari ladang-ladang Tuhan yang begitu luas dan kaya di negri tercinta Indonesia ini.
    Banyak isu-isu dari umat Katolik di seluruh pelosok Indonesia dapat dihadirkan. Selain informasi religius, spritualitas, isu-isu kekinian setempat perlu diangkat seperti Isu-isu sosial, ekonomi, budaya, dan bahkan politik. Yang bertujuan, agar semakin nyata semangat kehidupan umat Katolik Indonesia di masa kekinian, “seratus persen Katolik, sertus persen Indonesia” yang semata-mata Allah itu sendiri hadir dalam hidup kehidupan umatNya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here