Catatan Tepi: Hubungan TNI dan Gereja Katolik, Hubungan Pak Kumis dan Adik Asuhnya

0
4,455 views
Bersama Uskup TNI-Polri Mgr. Ignatius Suharyo saat bertandang ke Mabes TNI AU di Cilangkap dan bertemu dengan KSAU Marsekal Hadi Tjahjanto. (Ist)

PERISTIWA human interest dan mak nyuss ini terjadi, saat berlangsung  kunjungan kerja KSAU (waktu itu dan kini telah menjadi Panglima TNI) Marsekal Hadi Tjahjanto ke Akademi Angkatan Udara (AAU) di Yogyakarya, bulan November 2017 lalu. Di hadapan Gubenur AAU, Wagub AAU, para perwira senior TNI AU dan segenap perwira dosen AAU, Pak  Marsekal Hadi –alumnus  AAU 1986– dengan  hangat datang menyapa ‘adik asuhnya‘ dengan menyebut saya:”Romo…”

Itulah sosok akrab seorang Panglima TNI saat ini: Marsekal Hadi Tjahjanto. Ia pernah menjadi mentor dan Perwira Penuntun di Sekkau (2006).

Beberapa kali dan tanpa canggung, Marsekal Hadi Tjahjanto minta saya –mantan muridnya itu– mengamini tindakan-tindakannya  dulu  sebagai seorang dosen yang cara mengajarnya memang jempolan dan top markotop di mata para adik asuhnya.

Bagi saya pribadi, Pak Hadi memang sosok seroang pendidik yang jempolan.

Marsekal Hadi Tjahjanto saat masih menjabat KSAU bersama Mgr. Ignatius Suharyo di Mabes TNI AU Cilangkap. (Ist)

Cara beliau menyapa saya dengan sebutan “Romo” dan  itu terjadi di hadapan khalayak senior dan pejabat AAU rasanya bukan sekedar ditujukan secara pribadi. Lebih dari itu, juga merupakan suatu penghargaan yang tinggi atas karya Gereja Katolik yang nyata-nyata hadir dan dirasakan manfaatnya di lingkungan pendidikan pembentukan calon pemimpin TNI AU di Akademi Angkatan Udara Jogyakarta.

Akan sering blusukan

Tidak jauh berbeda dengan visi-misi yang beliau sampaikan saat menjalani tes  fit and proper di hadapan anggota Komisi I DPR RI, saat itu Marsekal Hadi Tjahjadi –kini sudah menjadi Panglima TNI—menampilkan diri sebagai sosok pejabat tinggi TNI yang rupanya sungguh concern sama agenda transformasi TNI. Sebuah proses panjang  yang memerlukan restukturisasi organisasi menghadapi hakikat  ancaman negara yang kian kompleks. Maka,  kualitas prajurit yang mumpuni lewat pendidikan, latihan, manajemen SDM dan kesejahteraan yang juga memadai akan menjadi fokus perhatiannya.

Sejalan dan sehati-seperasaan dengan Panglima Tertinggi negeri ini (Baca: Presiden RI), maka Marsekal Hadi Tjahjanto nantinya juga akan melakukan revolusi mental di kalangan TNI dengan mengambil contoh kepemimpinan Jenderal M Yusuf.

Dapat dipastikan,  bahwa hari-hari kedinasannya nanti akan penuh dengan agenda kunjungan ke markas-markas pasukan, termasuk pasukan TNI yang mengemban misi perdamaian di beberapa daerah konflik di belahan dunia.

Kehangatan pribadinya serta kedekatannya dengan para wartawan dan upaya menjaga soliditas TNI-Polri menjadikan peran komunikasi dan koordinasi yang diembannya itu akan mampu berjalan dengan baik.

Bersyukurlah bahwa mantan Kadispen Mabes AU ini juga sangat menghargai akar sejarah sebagai pembentuk identitas keprajuritan.

Jenderal Besar Panglima Sudirman sudah lama telah menjadi panutannya dalam kepemimpinan: penuh kesederhanaan dan keikhlasan.

Bahkan pengamat politik senior CSIS  J. Kristiadi sampai menganalisis soal  “ngelmu kanuragan” Sang Panglima TNI ini dengan menyebutkannya sebagai sosok pribadi yang memiliki perilaku lembut dan sopan, tetapi kukuh dan tegas dalam pendirian, serta bijak dan tegas dalam mengeksekusi gagasan (Kompas, 12 Des 2017). Ia tidak “rongeh”, mudah goyah karena cumbu rayu kepentingan kekuasaan.

Kehadirannya yang intens ke Jogjakarta itu dilakukan beliau, karena Marsekal Hadi Tjahjanto tahu benar bahwa bibit-bibit unggul anak-anak bangsa –para calon pemimpin masa depan TNIAU dan bangsa– itu memang disiapkan di Jogja, dirintis di Jogja oleh pionir pahlawan nasional Agustinus Adisutjipto.

Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala yang bertetangga dengan Gereja Katolik TNI AU Santo Mikael telah dipercantik dan ditambah koleksinya secara intensif sehingga menjadi museum angkatan udara terbesar se Asia Tenggara. Ini semata mata akan menjadi penanda yang memaknai ke-Indonesia-an yang disatukan kejayaannya lewat kekuatan diplomasi angkatan udaranya.

Dan ada satu ingatan tak terlupakan,  ketika dua mata sang mentor tengah berbicara kepada mantan adik asuhnya di kantornya di Mabes AU di Cilangkap.

Bersama KSAU Marsekal Hadi Tjahjanto saat beliau masih menjabat orang nomor satu di Mabes TNI AU Cilangkap sebelum nantinya diangkat menjadi Panglima TNI awal Desember 2017. (Ist)

Katanya saat itu, ketika masih menjabat KSAU: “Romo Yos, saya melaksanakan tugas ini dengan ikhlas, karena diri saya ini sudah saya wakafkan untuk bangsa dan negara.”

Di bawah kepemimpinannya tidak ada keraguan lagi padanya yang sangat merespon ekspektasi publik agar TNI makin dicintai rakyat. Lugas, cerdas, sederhana, transparan, dan integrated.

Tak terasa pada saat itu jiwa saya ikut bergetar, karena kami sama-sama menjiwai semangat  yang sama dalam khazanah keprajuritan Nusantara sejak keemasan Majapahit di bawah Mahapatih Gadjah Mada: “Kamanye Vadikaraste Mafalesu Kadatjana” yang artinya: berjuang dalam kesucian dan kesetiaan iman sampai titik darah terakhir tanpa menghitung-hitung untung dan rugi.

Selamat bertugas seniorku, mentorku, kakak asuhku, Panglimaku.

Tuhan memberkati.

Salam Hormat. Komando.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here