Cinta Dalam Angkringan Nasi Kucing

0
1,202 views
Foto 1: Ucok, saya dan Dodok di angkringan nasi kucing

SORE sehari sebelum mengakhiri tahun 2015 saya menyambangi angkringan “Nasi Kucing” Mas Dodok yang biasa mangkal di trotoar depan gereja “girlan” Ungaran.

“Mas, dari sore buka seperti ini sampai tutup kadang hampir tengah malam, nuwun sewu mohon maaf, kalau boleh tahu, total panjenengan mendapat pemasukan berapa dan bersih keuntungannya?” tanyaku kepada Mas Dodok pemilik dan pengelola angkringan Nasi Kucing yang asli Cawas Klaten tersebut.

“Wah, pinten nggih. Nggih, rata-rata antara 350 ribu rupiah sampai 400-an ribu Mo. Setelah buat belanja-belanja lagi, ya masih ada sisa lebih 100-an ribu.” jawabnya tulus dan jujur.

“Ok, berarti kalau besok malam panjenengan bukak dhasar di halaman dalam gereja seperti yang terjadi tanggal 26 desember lalu, tak caosi 500 ribu kersa nggih?” sambung saya kemudian.

“Wah nggih purun ta Mo!” jawab Mas Dodok, ikhlas penuh sukacita sembari membuatkan susu jahe dengan jahenya digepuk dan dibakar yang tentunya setelah saya sruput…. suegeeer.

“Ini yang ada sambelnya yang mana?” tanyaku lagi sambil memilih nasi bungkus isi sekepal tangan kepadanya yang masih tampak sumringah atas tawaran saya itu. “Ini Mo, sambel bandeng! Enak Mo!” Saya ambil satu bungkus, Mas Dodok memberiku sendok, lalu kunikmati nasi bungkus itu.. byarrrr! Puedessss! Spontan tanganku pun meraih satu bungkus lagi jenis nasi yang sama yang ternyata menurut Mas Dodok, nasi itu dimasak dan sambelnya dibikin sendiri oleh istri tercintanya. Uenak segerrrr. Maka spontan pula saya merogoh saku celana putih saya dan menambahkan 200 ribu lagi kepada Mas Dodok seraya berkata, “Mas Dodok, tak tambahi 200 ribu lagi, besok nasinya yang jenis ini ditambah ya…”

“Siaaap Mo…” sahut bapak tiga anak dan yang sulung kelas tiga es-de itu sambil menyuguhkan dua tusuk sate usus yang sudah dipanasinya dari tungkunya. Wah, kian segerrr betul!

Saya adalah pengunjung pertama sore itu, dan sesudah itu mengalir banyak pengunjung lain, yang saat datang langsung menyapa dan menyalami saya sambil berkata, “Berkah Dalem Mo…” dan kusambut sapa dan salam Mereka dengan Sukacita pula, “Berkah Dalem…” Ada Ucok dan Ary Yono Jr. Ada Didik yang mau nglatih teater OMK Girlan Ungaran persiapan menyambut Prosesi Salib AYD. Ada Bima yang hobi main gitar dan masih ada tiga lainnya yang belum kukenal, tapi saat sebelum makan bikin tanda salib – berarti orang Katolik.

Saya pun berpamitan sambil bertanya, “Pinten Mas?” “Loh ya ndak usah ta Mo! Kan sudah dibayar banyak?” sahut Mas Dodok yang sehari-harinya tinggal di Langensari Babadan itu. “Lah itu kan buat besok?” sahutku. “Ya… sama saja. Lah kemarin waktu tanggal 26 yang lalu, kan romo juga sudah memberi saya banyak!” sahutnya. “Nggih, sampun. Matur nuwun… sampe jumpa besok malam ya, kami mulai Misa di gereja pukul 18.00 WIB.” saya berpamitan. “Nggih Mo…!” sahutnya. Kupamiti semua yang lain.

Saya kembali ke pastoran, makan malam (lagi) bersama Romo Yakobus Sudarmadi, demi persaudaraan, toh tadi baru makan sore dua bungkus nasi kucing plus dua tusuk sate usus dan segelas susu jahe; kini makan sedikit juga nggak apa-apa hehehe (alah… padine…!)… swear demi persaudaraan dan kebersamaan!

Lalu kami berdoa makan bersama, saya yang memimpin doa, dan kami pun makan malamlah. Sambil makan, saya ceritakan yang terjadi barusan dengan Romo Darmadi. Beliau tersenyum. Terjemahanku atas senyum Beliau dengan kalimat setara dengan ungkapan: sip markusip!

Begitulah, pada akhir tahun 2015, benar-benar terjadi, sejak pukul 17.00 WIB, Mas Dodok sudah siap di halaman gereja kami. Semua sudah tertata rapi. Beliau siap melayani siapa saja umat yang sesudah Misa Tutup Tahun 2015 akan singgah di angkringannya. Dalam Misa pun saya umumkan, “Silahkan Suster, Frater, Ibu, Bapak, Saudari-saudara, rekan-rekan Muda, Remaja, dan Anak-Anak, sesudah Misa ini menikmati hidangan di angkringan Nasi Kucing boleh pesan apa saja yang ada, nikmati yang ada, minuman susu, teh, kopi, jahe, susu jahe, teh jahe, kopi jahe sesuka Anda. Mohon maaf kalau kurang. Semua sudah saya bayar lunas, tapi kalau ada yang mau memberi bonus ke Mas Dodok yang terima kasih…”

Dan sesudah Misa Tutup Tahun 2015 usai pun…. Angkringan Nasi Kucing Mas Dodok langsung diserbu umat…. namun tetap tertib dan rapi. Dan dalam sekejap, nggak sampai satu jam…. semua sudah ludes, habis bahkan kurang! “Yang namanya jualan ya ndak ada yang kurang….” seloroh Romo Darmadi sambil menurunkan beberapa plastik cemilan untuk umat yang tidak mendapat bagian hidangan dari angkringan nasi kucing Mas Dodok.

Semua asyik, Tutup Tahun 2015 yang sederhana namun semarak dalam semangat persaudaraan cinta kasih dan semangat berbagi.

“Wah Mo…, saya pulang gasiiiiik..!” kata Mas Dodok seusai mencuci gelas dan sendok yang sudah terpakai dan semua yang dia sediakan ludes des tak ada minuman setetes pun….Bersukacitalah Mas! Matur sembah nuwun. Sugeng warso enggal salam buat anak istri!

Dan sesudah itu, saya dan Romo Darmadi makan malam di pastoran menikmati mangut tahu tempe dan ikan pari. Sesudah makan, saya dijemput Dedi, ek seminaris Mertoyudan yang baru pulang dari Ibu Kota. Pukul setengah dua belas malam, saya tiba kembali di pastoran lalu tidur pulas. Setengah jam kemudian terbangun terkaget-kaget mendengar letupan-letupan kembang api menandakan bahwa tahun 2015 sudah berakhir dan tahun 2016 sudah mulai. Saya nglilir sebentar lalu kembali tidur setelah berdoa sejenak…. tidur pulas diiringi suara kembang api yang meletup-letup bersahutan dan terbawa dalam mimpi di tidurku yang lelap tahu-tahu… sudah bangun lagi di fajar 2016.

Yaaa, itulah sebungkus pengalaman sebesar nasi kucing yang nikmat bagiku di akhir tahun 2015 yang unik dan membahagiakan!

Foto 2: Angkringan Nasi Kucing Dodok parkir di halaman gereja Ungaran
Foto 2: Angkringan Nasi Kucing Dodok parkir di halaman gereja Ungaran

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here