Eksegese Hidup Orang Pedalaman: Luk 6:36-38 Susahnya Jadi Orang Murah Hati

0
192 views
Ilustrasi: Murah hati (ist)

“HENDAKLAH kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.”

Demikianlah nas pembuka dalam bacaan Injil  hari ini. Oleh Penginjil Lukas, sikap murah hati dikriteriakan pada sikap orang seperti: Dilarang untuk menghakimi dan menghukum orang yang bersalah.

Di situ ditegaskan pula bahwa yang bersalah dimaafkan dan diberi pengampunan. Apabila kata-kata bernas di atas dibandingkan dengan kenyataan pada sikap hidup kita hari ini, terasa  bertolak belakang.

Mengapa? Karena kenyataan sikap hidup dan kata-kata yang diucapkan dan dijumpai oleh banyak orang di publik hari-hari ini adalah sikap dan kata-kata yang tak bertuah yang menyerupai panas hati dan sakit hati.

Kebanyakan cenderung ingin menyelesaikan semua persoalan hidup harian manusia dengan amarah dan umpatan yang menyerupai kebencian.

Kebencian sebagai bentuk sikap ketidaksenangan seseorang kepada yang berbeda, yang keliru dan yang bersalah mucul dalam berbagai bentuk sikap penghinaan dan pemojokan.

Seakan-akan yang menghina dan yang memojokan hidupnya jauh lebih sempurna dari mereka yang dia pojokkan dan yang dia hina.

Apakah ini bukan bentuk kesombongan?

Selain itu, coba kita jeli setiap membaca opini yang bersifat memojokkan yang orang share pada kita mengenai keadaan politik dan isu-isu ‘SARA’ yang terjadi belakangan ini.

Apakah opini-opini yang kita baca di situ tidak ada unsur kebencian? Pasti ada.

Di situ tetap selalu ada pihak-pihak yang dipojokkan dan yang dianggap salah. Kelompok mereka ini begini dan begitu dll. Dan opini yang bersifat memojokan ini, dengan sadar disebarkan di grup WA dan medsos.

Dampaknya, api kebencian bukan malah padam, tetapi bernyala dan terbakar di mana-mana. Jadi, entah kita sadar atau tidak, kita juga bisa-bisa menjadi agen yang menyalurkan kebencian ke mana-mana.

Maksud kita barangkali share opini yang bersifat memojokkan itu sebagai bentuk emergency untuk kelompok kita supaya bersikap waspada dan hati-hati, tetapi ada peran ganda berbentuk kesadaran lain yang kita share yaitu, menyebarkan kebencian.

Dan ini yang sering terjadi dan bisa jadi kita juga menjadi bagian sebagai pelaku dari itu semua. Dan menariknya, begitu kebencian berubah menjadi ledakan dan mengorbankan pihak-pihak tertentu, kecaman dan umpatan  muncul kembali.

Rantainya di sana tidak diputus, karena amarah menggoda kita duluan untuk beremosi. Lagi-lagi kesempatan kita untuk bersikap murah hati “mati” ditelan amarah dan emosi di saat ledakan itu terjadi.

Oleh karena itu, permintaan Tuhan Yesus kepada kita supaya menjadi orang yang murah hati seperti Allah akan selalu berhadapan dengan kondisi kerapuhan kita yang mudah termakan oleh godaan untuk marah.

Padahal “mutiara” hidup dari Amsal berpesan kepada kita, “Orang yang murah hati berbuat baik kepada diri sendiri, tetapi orang yang kejam menyiksa badannya sendiri” (Ams 11:17).

Ada baiknya kita sebelum memojokkan dan menghakimi orang merenungkan petuah ini:

  • Dengan kata-kata kebencian mereka menyerang aku dan memerangi aku tanpa alasan (Mzm 109:3).
  • Mereka membalas kejahatan kepadaku ganti kebaikan dan kebencian ganti kasihku (Mzm 109:5).
  • Kebencian menimbulkan pertengkaran, tetapi kasih menutupi segala pelanggaran (Ams 10:12)
  • Siapa menyembunyikan kebencian, dusta bibirnya; siapa mengumpat adalah orang bebal (Ams 10:18) Lebih baik sepiring sayur dengan kasih dari pada lembu tambun dengan kebencian (Ams 15:17).
  • Walaupun kebenciannya diselubungi tipu daya, kejahatannya akan nyata dalam jemaah (Ams 26:26).

Renungan: Apakah tindakan menghakimi dan menghukum orang yang bersalah dengan maksud untuk memberikan efek jera kepada pihak yang bersalah, bisa disebut sebagai tindakan perlawanan terhadap opini Tuhan Yesus tentang murah hati?

Tuhan memberkati

Apau Kayan, 18.03.2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here