Eksegese Hidup Orang Pedalaman: “Memikul Derita Sambil Menoleh ke Iman”

0
351 views
Ilustrasi: Lahan persawahan dengan bulir-bulir padi yang sudah tua menguning di wiayah permukiman penduduk di Paroki Nanga Mahap, Keuskupan Sanggau, Kalbar. (Sr. M. Ludovika OSA)

Kel 17:3-7

SEPEKAN yang lalu saya ikut bergotong royong memotong padi milik umat bersama dengan umat yang lain. Hawa dingin pegunungan masih menyertai aktivitas kami bersama di ladang gunung. Begitu matahari pagi bergulir menuju siang hari, hawa panas sudah mulai terasa.

Panas  matahari siang yang menyengatkan kulit,  membuat susana aktivitas berubah. Semua pada meringis dan mengeluh kehausan. Sampai-sampai ada umat yang sudah tidak lagi bisa menahan rasa hausnya berteriak pada pemilik ladang, “air-air-air, kami kepanasan dan kehausan.”

Pengalaman kemanusiawian kami soal kehausan dengan air minum, barangkali bisa menggambarkan kedahagaan umat Israel akan air pada saat melewati padang gurun yang akrab dengan hawa panas. Setidaknya, respon orang yang berteriak minta air tadi sudah bisa disimpulkan sebagai gambaran konkrit dari orang yang tidak betah dengan rasa haus.

Memang kehausan tidak saja menimbulkan kepanikan dan keluhan, tetapi dalam peristiwa kekurangan atau kehabisan air yang berkepanjangan bisa mengarahkan kehidupan orang kepada keputusasaan.

Meminta orang untuk beriman di tengah kehabisan air minum atau pada saat umat sedang mengalami kehausan air minum di musim kemarau yang berkepanjangan atau saat umat hidup dalam lingkaran keputusasaan, sungguh-sungguh tidak mudah. K

atanya, “krisis iman erat sekali kaitannya dengan peristiwa derita manusia”.

 Lagi-Lagi bilangnya, di bagian yang disebut derita ini, banyak orang yang  mengalami penyakit “muntaber” (mundur tanpa berita) dari imannya kepada Tuhan.

Menurut petuah Yesus Putra Bin Sirakh, pengalaman derita akan air yang menimpa siapa pun mesti mengantar orang pada pertanyaan, “Mengapa orang kalau kehausan air selalu mengeluh di mana ada air? (bdk. Sir 51:24).

Orang kalau meminum air duniawi akan cepat mengalami kehausan. Oleh Tuhan Yesus orang hanya diminta datang menimba air kepada-Nya. Dia menyebut diri-Nya, “Akulah air kehidupan dan setiap orang yang datang dan meminum-Nya, dia tidak akan haus lagi sampai selama-lamanya” (bdk. Yoh 4:13-14).

Pengalaman kehausan akan air minum yang menimpa umat Israel di padang gurun sangat erat kaitannya dangan kesadaran mereka yang tidak merasa mengalami “kehausan” akan Firman Allah.

Orang yang selalu haus akan Firman Allah, dia akan percaya dan selalu mencari Allah dan hidup orang yang seperti itu tidak akan mengalami kehausan apa pun.

Pemazmur berkata, “Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?”  (Mzm 42:2-3).

Renungan: Apakah rasa hausku akan air  minum, bisa mengantar aku pada pengalaman haus akan Firman Allah?

Tuhan memberkati

Apau Kayan, 26.03.2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here