Eksegese Hidup Orang Pedalaman: Menjadi Tabib di Tengah Orang Berdosa

0
490 views

Luk 15:1-3.11-32

Katanya, “Hal paling sulit yang dialami oleh banyak orang terkait dengan seorang musuh adalah, tidak hanya susah menerima kehadirannya,  tetapi mengampuni musuh apalagi kalau diminta mendoakan musuh, itu sudah di luar akal sehat” (bdk. Mat 5: 43-4

Kenyataan yang seperti ini, telah dihidupi oleh orang-orang dari zaman dahulu sampai pada zaman kita saat ini. Dan hal ini  akan terus mengikuti jejak Gereja ke depannya.

Barangkali pula seruan pertobatan yang disuarakan oleh Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, Uskup Keuskupan Bandung di masa Prapaskah ini yang mengatakan, “Umat bertobat dari ketiga kesombongan: sok suci, sok pintar, sok benar…”

Dan menurut hemat saya masih ada satu lagi yaitu, suka sok-sok-an. Sangat mungkin seruan pertobatan Mgr. Anton Subianto tersebut, erat kaitannya dengan apa yang disebut di atas.

Dari kenyataan hidup orang-orang yang sudah menjelma menjadi persoalan dan polemik ini, pernah menjadi bahan katakese oleh Tuhan Yesus dalam upaya-Nya melawan pandangan orang-orang Farisi dan ulama-ulama Yahudi yang selalu mendiskreditkan orang-orang di luar komunitas mereka sebagai orang-orang kafir dan berdosa.

Tuhan Yesus tidak tinggal diam dan Dia mengkritik dengan tajam konsep Yahudian ini. Dia berpandangan, orang yang merasa dirinya benar, pintar dan suci tidak bisa menggunakan standar kebenaran, kepintaran, kesucian pribadi untuk menghakimi orang lain hanya karena mereka tidak sehati dan sepikiran dengan mereka lalu seenaknya mereka menilai dan menyinisi pihak yang lain sebagai orang-orang berdosa dan kafir.

Paradigma Farisian ini, sangat berbahaya yaitu, orang mengklaim bahwa dirinya setara dengan Tuhan. Apakah cara berpikir seperti ini, bisa kita sebut sebagai bentuk kesombongan di mata Tuhan?

Tuhan Yesus mendekati orang-orang berdosa bukan untuk mendukung mereka supaya tetap berbuat dosa. Bahkan oleh-Nya dosa tidak Dia amini sebagai kebenaran atau Dia anggap sebagai kebaikan. Dia melihat, satu-satunya cara untuk menobatkan orang berdosa adalah melakukan revolusi mental dari dalam.

Dan pilihan Dia bergabung dan makan bersama mereka adalah bagian dari upaya-Nya untuk membawa mereka keluar dari sana, sehingga mereka bisa hidup sepikiran dengan-Nya. Mengubah perilaku orang yang suka berbuat dosa tidak cukup dengan memberi himbauan moral dan kritikan, tetapi orang mesti turun dan terlibat langsung mendengarkan kesulitan hidup yang mereka hadapi.

Orang mesti hadir dan mendengarkan mereka dan menjadi pemberi solusi yang baik buat hidup mereka.

Pola-pola pendekatan seperti inilah yang sering dilakukan oleh Tuhan Yesus dalam mengubah orang-orang berdosa. Dan dalam Injil hari ini, pola ini juga yang Dia perlihatkan pada kita. Sekarang tugas kita adalah meniru pola-Nya dalam membetulkan diri dan orang lain dari hal dosa.

Renungan: Lagi-lagi kata orang, “jangan meniru pola yang salah nanti hasilnya keliru, tetapi tirulah pola yang Tuhan Yesus buat, nanti pasti hasilnya benar”.

Apakah dalam hal mendekati orang-orang berdosa, aku lebih memilih pola yang aku buat sendiri atau lebih mengikuti pola yang Tuhan Yesus buat?

Tuhan memberkati.

Apau Kayan, 23.03.2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here