Hidup Terbaik demi Keabadian

0
475 views

Minggu, 31 Juli 2016
Minggu Biasa XVIII
PW S. Ignasius dari Loyola, Imam
Pkh 1:2;2:21-23; Mzm 90:3-4.5-6. 12-13.14.17; Kol 3:1-5.9-11; Luk 12:13-21

“Kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah kesiaan!” (Bacaan Pertama). “Carilah dan pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi.” (Bacaan Kedua). “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan! Sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari kekayaannya itu.” (Bacaan Injil)

SAUDARI-SAUDARAKU yang terkasih dalam Kristus. Saat membaca dan merenungkan sabda itu, saya ingat sebuah lagu pop rohani ini. “Ku tak membawa, apapun juga saatku datang ke dunia. Kutinggal semua, pada akhirnya saatku kembali ke Surga. Inilah yang kupunya, hati sebagai hamba, yang mau taat dan setia pada-Mu Bapa, ke mana pun kubawa hati yang menyembah dalam Roh dan Kebenaran sampai selamanya. Bagaimana ku membalas kasih-Mu, segala yang kupunya itu milik-Mu, itu milik-Mu!

Terima kasih pada Jonathan Prawira yang telah menciptakan lagu yang bagus itu. Lagu itu membantuku dalam membaca dan merenungkan sabda Tuhan.

Apakah yang dimaksudkan dengan sabda itu?  Tentu, itu bukan suatu penolakan atas ciptaan, kekayaan dan dunia. Namun kita harus ingat bahwa semua itu akan berlalu karena tujuan akhir hidup kita adalah hidup abadi di surga.

Setiap kali kita membaca Alkitab, kita harus berjumpa dengan Yesus Kristus yang selalu membuka mata kita dengan perspektif yang baru. Ia menghendaki kita melihat semua seturut kehendak-Nya demi kehidupan abadi kita.

Demikian pula dalam Injil hari ini, Yesus menghendaki kita menimbang segala sesuatunya dalam terang keabadian. Ia mengundang kita hidup dengan mata yang tertuju ke surga. Di sanalah kita akan memandang Dia dari muka ke Muka dalam sukacita abadi. Ia mengajar kita hidup hari ini dengan cara yang memungkinkan kita siap menatap masa depan keabadian Allah.

Maka Ia memberi kita perumpamaan yang jelas tegas tentang orang kaya yang berlimpah harta. Pada jaman Yesus – dan juga pada jaman kita – tanah, produksi dan hasil panen menandakan kekayaan. Orang ini begitu kaya hingga memutuskan untuk membangun gudang baru demi menyimpan kekayaannya. Namun ia melupakan keabadian. Ia menaruh semua harapannya pada hartanya dan lupa bahwa ia tak bisa membawa harta itu saat ia mati. Itulah sebabnya Yesus bersabda, “Hai orang bodoh, pada malam ini juga kamu akan mati, bagi siapakah seluruh harta milikmu itu?”

Saudari-saudaraku dalam Kristus. Dengan sabda ini Yesus Kristus hendak mengingatkan kita bahwa hidup kita ini singkat dan setiap hari keabadian itu kian dekat. Maka Ia bersabda, “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan! Sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari kekayaannya itu.”

Apakah yang sesungguhnya dimaksudkan Yesus? Tentulah, Yesus Kristus tidak pernah membenci orang kaya. Ia mengingatksn kita  bahwa hidup ini singkat dan bahwa jika kita harapan kita pada harta kekayaan dunia, semua itu hanya akan bikin kita hampa merana. Semua yang duniawi akan berlalu, namun tujuan akhir hidup kita adalah keabadian di surga.

Karenanya, yang kita baca dalam bacaan kedua amatlah penting. St. Paulus menghimbau umat Kolose untuk mencari dan memikirkan yang di atas. Mengapa? Karena di sanalah Kristus berada duduk di sebelah kanan Allah dan kita semua adalah warga Kerajaan Surga. Tujuan akhir hidup kita adalah surga. “Carilah dan pikirkanlah perkara yang di atas, di mana Kristus berada, dudul di sebelah kanan Allah” kata St. Paulus, “dan bukan yang di bumi.”

Nasihat itu sama dengan yang disabdakan Yesus, “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan…” Ketamakan muncul saat hati kita cinta harta. Ketamakan muncul saat kita cinta kekayaan demi diri sendiri.

Apa yang dapat kita buat untuk mencari dan memikirkan perkara-perkara yang di atas? Pertama, mari menyadari bahwa Allah menciptakan semua materi yang ada agar membantu kita untuk memenuhi perutusan kita dalam hidup ini. Semua itu diciptakan demi kepentingan perutusan keselamatan sesama dan jiwa kita.

Kedua, alih-alih menjadi egois dan cinta diri, mari kita bermurah hati berbagi harta milik kita untuk sesama. Jangan pernah berpikir bahwa itu milikku, semua milikku, orang lain tak berhak! Kita harus peka dan mampu berpihak pada sesama kita, terutama mereka yang menderita.

Dalam Adorasi Ekaristi Abadi sementara kita bersembah sujud di hadirat Yesus Kristus, kita belajar untul mencari yang di atas. Di sana kita juga mempersiapkan diri untuk tujuan akhir kita yakni kehidupan abadi di surga. Apakah yang lebih kita cari dan pikirkan? Apakah kita menggunakan harta kita untuk kepentingan kebaikan sesama ketimbang egoisme dan diri kita?

Tuhan Yesus Kristus bimbinglah kami untuk mengasihi Dikau di atas segalanya. Bebaskan hati kami dari sikap ingin memiliki dan iri akan milik sesama. Bantulah kami menggunakan semua berkat-Mu yang kami terima dengan murah hati untuk memuliakan Dikaudan untuk kebaikan sesama kini dan selamanya. Amin.

Kredit foto: Ilustrasi (Ist)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here