In Memoriam Agustinus Adi Kurdi: Abah dan Warisannya (1)

0
524 views
Adi Kurdi by koleksi Frans Wiyono

BERITA meninggalnya Agustinus Adi Kurdi pada tanggal 8 Mei 2020 melengkapi kepergian dua figur di balik fenomenalnya Sinetron Keluarga Cemara yang tayang tahun 1996-2002 dan dilanjutkan pada 2004-2005. Ia meninggal kurang dari setahun setelah Arswendo Atmowiloto yang meninggal pada 19 Juli 2019.

Sinetron ini memberi banyak pelajaran tentang hidup keluarga. Pesannya tak melulu tentang kemewahan atau kemiskinan, tetapi tentang proses menerima keadaan, dan mentertawakan kehidupan meski hidup tak selamanya soal keberhasilan.

Bagi saya, sinetron ini mengena di hati karena mencerminkan pergulatan keluarga yang dekat dengan keseharian.

Satu pesan yang kena banget adalah tentang saling mendukung dalam suka dan duka.

Dalam kegagalan memang ada pemberontakan, tetapi selalu ada keyakinan bahwa di balik kesulitan ada titik-titik kebahagiaan.

Kisah Abah

Kisah Adi Kurdi memang tidak hanya sebatas sinetron Keluarga Cemara. Kemampuan berteaternya menghantar dia ke posisi pemeran utama dalam pementasan Bengkel Teater WS Rendra, tatkala menayangkan Kisah Perjuangan Suku Naga yang viral pada zamannya.

Di dunia layar lebar, ia dikenal dalam peran di film Gadis Penakluk yang membawanya menjadi salah satu nominasi Festival Film Indonesia. Kisah-kisah ini melengkapi gambaran kita tentang gemilangnya ia memerankan peran Abah.

Dari pribadi ini kita belajar tentang berjuang menjadi yang terbaik dalam setiap karya yang ia mainkan. Dalam bahasa sederhana mungkin petuahnya adalah,“Be the best version of yourself” (Jadilah versi terbaik dari dirimu).

Tokoh Abah yang diperankan oleh Adi Kurdi membuat keluarga ini tetap mensyukuri kehidupan, bahkan dengan candaan. Kisah yang cerdas, menghibur dan menginspirasi ini lahir dari tangan Arswendo Atmowiloto.

Kini, ketika Adi Kurdi dipanggil Tuhan, orang-orang di Indonesia pada umumnya akan mengenangnya sebagai ABAH.

RIP Agustinus Adi Kurdi by ist

Pantaslah kita angkat topi kepada keduanya yang memberi tontonan bermutu tinggi. Sembari mengenang kepergian keduanya, baik kalau kita menarik warisan tentang hidup keluarga yang mereka tawarkan.

Kebersamaan dalam suka-duka

Keluarga Cemara adalah tentang kebersamaan di dalam suka dan duka. Sosok Abah ditipu oleh teman kerjanya sehingga harus kehilangan kekayaan. Saat itulah keluarga mulai bergolak dengan situasi yang baru.

Sosok Abah hadir sebagai pribadi yang menguatkan keluarga. Beberapa kali ia gagal memenuhi janji kepada anak-anaknya, seperti membelikan pakaian baru buat Cemara. Kisah sinetron ini menarik karena selalu ada pelajaran yang bisa dipetik pada setiap episodenya.

Dalam salah satu bagian, Emak mengatakan, “Yah, kalau mengingat pengalaman di Jakarta dulu, alangkah bedanya dari yang sekarang.”

Lalu Abah menjawab, “Hehe, tetapi kita ribut melulu, kita tidak pernah damai.”

Jawab si Emak, “Yah aneh memang, dulu ketika kita hidup berkelimpahan, kita terus menerus bertengkar.”

Bagian ini menghantar kita pada renungan tentang paradoks kehidupan keluarga yang membantu untuk meyakini bahwa hidup keluarga tak melulu soal harta.

Kisah ini menjadi hidup mengingat sebagian besar keluarga Indonesia hidup sebagai kelas menengah ke bawah yang tak memiliki harta melimpah.

Ke-ikon-an Adi Kurdi dalam Keluarga Cemara mungkin senada dengan kisah Rano Karno, Cornelia Agatha dan Maudi Koesnaedi dalam sinetron Si Doel, Anak Betawi.

Berbeda dengan peran Emak yang diperankan oleh Lia Waroka, Novia Kolopaking, dan Anneke Putri, Adi Kurdi memainkan keseluruhan peran Abah.

Adi Kurdi menjadi sosok Bapak yang punya ketegasan ketika ada yang salah, tetapi tidak enggan memuji saat benar. Dialog-dialognya dengan tokoh emak melahirkan pelajaran-pelajaran penting dalam hidup rumah tangga.

Tak dipungkiri, Keluarga Cemara adalah simbol keluarga ideal di Indonesia. Dalam hal ini, peran Adi Kurdi turut mewarnai imaginasi tentang figur Bapak yang siap menemani keluarga dalam suka dan duka.

Hari-hari ini, tatkala banyak negara dihantam oleh Pandemi Covid 19, banyak keluarga juga mendapat dampaknya.

Jutaan pekerja di-PHK, banyak usahawan yang harus merugi, belum lagi mereka yang bekerja di sektor-sektor informal yang terdampak oleh pandemi seperti halnya di sektor pariwisata.

Mengingat keadaan yang tak menentu, banyak orang tidak bisa berharap untuk bisa bangkit dalam waktu dekat.

Dalam situasi ini, figur Abah sebagai kepala keluarga bisa dilirik sebagai pelajaran. Ia membantu keluarga menghadapi permasalahan seperti seorang nahkoda yang mengarahkan kapal melewati badai.

Dalam kisah Keluarga Cemara yang sangat manusiawi terdapat pembelajaran tentang ketegaran, pantang menyerah, memperhatikan keluarga dan menjadi teman satu sama lain. Nilai-nilai yang sama bisa menjadi pelajaran di tengah situasi yang bisa jadi membuat kita saling menyalahkan.

Peran Abah yang ditokohkan dengan sangat indah oleh Adi Kurdi mengirim pesan tentang keyakinan akan adanya berkah di balik derita (blessing in disguise).

Tentu kita masih ingat lirik lagu Harta Berharga yang mengiringi perjalanan Keluarga Cemara. Di salah satu bait disebut, “Terima kasih Emak! Terima kasih Abah! Untuk tampil perkasa bagi kami putra-putri yang siap berbakti.”

Kata-kata ini mengirim pesan tentang pengorbanan orang tua yang dipuji anak-anak bahkan tatkala mereka tidak berhasil.

Kalaulah Keluarga Cemara (yang diwariskan oleh Arswendo Atmowiloto dan Adi Kurdi) menjadi keluarga idaman di negeri ini, semoga bagi anda dan saya keluarga idaman itu tak lain dan tak bukan adalah keluarga kita masing-masing.

Dengan demikian, misi mendiang Arswendo Atmowiloto dan Adi Kurdi untuk menjadikan sebuah tontonan menjadi tuntunan hidup sudah berhasil.

Selamat jalan Abah dan sampaikan salam kepada Arswendo Atmowiloto, teman baik yang bersamamu mewarisi kami cerminan keluarga ideal, tempat kami belajar nilai-nilai hidup keluarga. (Berlanjut)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here