In Memoriam Pastor Yeremias “Yere” Melis OFMCap: Spirit of “The New Borneo”, Supaya Masyarakat Dayak Mempunyai Hidup (1)

0
891 views
Ilustrasi: Pastor Yeremias "Yeri" Melis OFMCap dari Singkawang, Kalbar, tengah menyadap pohon karet. (Dok OFMCap Ordo Fransiskan Kapusin Provinsi Pontianak)

TANGGAL 30 September 2015 lalu, Pastor Yeremias Melis OFMCap, biasa dipanggil akrab Pastor Yere, merayakan 50 tahun hari kedatangannya di Bumi Kalimantan sebagai seorang misionaris Kapusin asal Negeri Kincir.

Namun, perayaan ini adalah suatu penegasan bahwa dirinya adalah seorang putra yang ‘dilahirkan kembali’ di Bumi Kalimantan,  kendati kulitnya tetap putih, rambut tetap pirang, mata tetap biru, dan aneka ciri fisik sebagaimana umumnya orang Eropa.

Ia tidak merasa dirinya sebagai seorang ‘bule’ asing. Itu  karena jiwa, semangat, hati, dan pikirannya telah melebur, menyatu, dan tertancap dalam sebagai seorang Indonesia –walau statusnya sebagai WNI baru bisa terwujud pada tahun 1980– khususnya sebagai insan yang ‘terlahir’, bertumbuh, dan berkembang di Bumi Kalimantan.

Kecintaan dan kebanggaannya sebagai seorang ‘insan Kalimantan’ itu selalu terungkap melalui perhatian, pelayanan, karya, perjuangannya  yang tak kenal lelah dan putus untuk Bumi Kalimantan.

Selamatkan “Bumi Kalimantan”

Imam Kapusin bersosok tinggi-besar, berkulit putih, berkumis dan berjenggot pirang ini dalam kesederhanaan dan kedisiplinannya senantiasa terarah pada pembangunan dan pengembangan masyarakat, khususnya masyarakat di kampung-kampung. Harapannya adalah agar masyarakat kampung itu bisa bertumbuh sebagai masyarakat yang mandiri-tangguh, bukan yang kehilangan jatidiri dan tersingkirkan.

Almarhum Pastor Yeremias “Yeri” Melis OFMCap dari Singkawang, Kalbar. ( Dok OFMCap Provinsi Pontianak)

Di paroki di mana ditempatkan, Pastor Yeri telah membangun asrama untuk anak-anak dari kampung. Pendidikan disadarinya sebagai faktor penting untuk transformasi personal dan sosial.

Beliau pernah bertugas di Paroki Jemongko – sekarang disebut Paroki Kuala Dua, Keuskupan Sanggau.

Kemudian, beliau ditugaskan di Paroki Menjalin, Keuskupan Agung Pontianak dan dalam waktu yang bersamaan juga menjabat Ketua Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE), Komisi Keadilan Perdamaian-Pastoral Migran Perantau (KPP-MP), Ketua Komisi Kateketik (KOMKAT) Keuskupan Agung Pontianak.

Tidaklah berlebihan untuk menyebut Pastor kelahiran Helvroit, Belanda pada 24 April 1938 ini sebagai suara yang berteriak-teriak di hutan belantara Kalimantan.

Beliau sering menyerukan: “Selamatkan Bumi Kalimantan!”

Ingatkan Bumi Kalimantan “telah terancam”

Dalam aneka pertemuan lokal, regional, dan nasional dengan aneka instansi/organisasi, Pastor dari Ordo Kapusin yang pernah menjadi Koordinator Regio Kalimantan untuk Komisi PSE/KKP-MP dan anggota Komisi PSE/KKP-MP KWI (Konferensi Waligereja Indonesia) tidak pernah surut untuk menyerukan dan menegaskan bahwa Bumi Kalimantan sudah terancam.

Beliau menyaksikan dan mengalami sendiri bagaimana masyarakat di kampung-kampung di pedalaman itu telah kehilangan tanah; hutan-hutan sudah dibabat habis dan dialih-fungsikan tanpa memperhitungkan kelangsungan dan bencana ekologis; sungai-sungai sudah tercemar dan hancur; dan masyarakat mengalami kesulitan untuk mendapatkan air bersih.

Almarhum Pastor Yeremias “Yeri” Melis OFMCap bersama para imam, suster, bruder dan kaum awam Katolik yang peduli akan isu-isu bencana ekologis di Bumi Kalimantan. (Dok. OFMCap Provinsi Pontianak)

Masyarakat kampung itu, demikian pendapat almarhum Pastor Yeri OFMCap, umumnya sudah menjadi korban. Mereka juga tidak pernah dilibatkan dalam pengelolaan sumber daya alam, tetapi hanya mampu menjadi buruh harian dan lepas.

Beliau bukan hanya mengalami, melihat, berteriak, tetapi juga aktif berjuang dan melakukan aneka program da kegiatan untuk Bumi Kalimantan.

Maka, dari mulut beliau itu lalu terlahir istilah “Kalimantan Baru” yang merupakan kristalisasi dari kecintaan, kepedulian, dan perjuangannya.

Menurut pendapat Romo Yeri OFMCap, masyarakat Kalimantan harus punya wilayah (tanah, sungai, dan hutan), tangguh dalam pengorganisasian, terlibat aktif dalam pengelolaan sumber daya alam (bukan sebagai penonton dan buruh atau malah jadi budak di ‘tanahair’-nya sendiri), mempunyai penghasilan, dan memiliki harapan aan keberlangsungan hidup.

Kembangkan CU

Perkembangan Credit Union (CU) – yang pada waktu itu menjadi program dan kepedualian Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi KWI – di Kalimantan Barat tidak terlepas dari kehadiran, jasa, dan perannya. Pastor Yeri tak kunjung redup untuk memberi perhatian, dukungan, dan semangat demi bertumbuh dan berkembangnya CU di Kalimantan Barat.

Sosialisasi dan animasi program CU dilakukan di paroki-paroki. CU-CU mulai dibentuk dengan segala keterbatasannya.

Dengan langkah tertatih-tatih dan dalam perjalanan waktu, akhirnya CU berkembang dan bertumbuh menjadi besar di Bumi Kalimantan. Sampai akhir hidupnya, beliau masih dilibatkan dalam gerakan CU. Pastor Yeri selalu mengingatkan bahwa keberhasilan CU tidak pertama-tama terletak pada besarnya kapital, tetapi pada tingkat kemandirian dan kesejahteraan anggota.

Kesejahteraan anggota harus menjadi sentral dari gerakan CU.

Melebur jadi bagian Masyarakat Dayak

Tidak dapat dipungkiri bahwa beliau sudah mengalami dirinya sebagai bagian integral dari Masyarakat Dayak. Hati dan pikirannya sudah melebur di situ.

Namun, ini  tidak berarti bahwa beliau lalu mengeliminasi atau menyingkirkan yang lainnya.

Tidak sama sekali. Cinta dan pedulinya pada Masyarakat Dayak telah ikut memberanikan dirinya menggagas dan menggelar pertama kali Misa “Naik Dango” (Pesta Panen Masyarakat Dayak) yang diadakan di Paroki Menjalin.

RIP Pastor Yeremias “Yeri” Melis OFMCap yang sudah merasa diri menjadi bagian integral Masyarakat Dayak, utamanya di Provinsi Kalimantan Barat. (Dok OFMCap Provinsi Pontianak)

Publikasi budaya dan tradisi kultural Dayak

Beliau melihat bahwa Masyarakat Dayak harus bangga dan punya kepercayaan diri sebagai orang Dayak yang mempunyai sejarah, identitas, dan kebudayaan. Pastor Yeri berhasil menerjemahkan belasan buku dalam bahasa Belanda yang memuat tentang situasi dan keadaan masyarakat Kalimantan di tahun 1700-an. Buku-buku tersebut dipublikasikan kurang lebih lima tahun sebelum meninggalnya dan sampai akhir hidupnya ada beberapa buku yang telah diterjemahkan dan siap untuk masuk percetakan.

Buku-buku yang telah diterjemahkannya merupakan sumbangan yang tak terhingga nilainya bagi generasi sekarang dan yang akan datang, khususnya bagi putra-putri di Bumi Kalimantan.

Mengingat dan mengenang hidup, kecintaan dan kepedulian, semangat dan perjuangan dari Pastor Yeremias Melis, OFMCap yang meninggal pada 13 Maret 2018 di Singkawang-Kalimantan Barat, salah satu kutipan Kitab Suci yang digemarinya berbunyi sebagai berikut:

“Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.” (Yoh. 10:10)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here