In Memoriam Romo A. Gustawan SJ: Suster Valet Ikut Jadi Pendidik Seminaris (4)

0
397 views
RIP Romo A. Gustawan SJ

TIGA tahun lamanya saya kenal akrab dengan almarhum Romo Antonius Gustawan SJ. Ini terjadi kurun waktu tahun 2009-2012. Saat saya menjadi penanggungjawab valet Seminari Mertoyudan, tempat di mana para seminaris dirawat inap ketika sakit.

Ini menjadi tugas pertama saya, setelah selesai pendidikan perawat.

Tugas saya di seminari ternyata tidak hanya berurusan dengan sakitnya para seminaris. Lebih dari itu, saya pun ikut dilibatkan dalam urusan kepamongan. Tentu saja oleh Romo Antonius Gustawan SJ selaku Rektor Seminari Mertoyudan waktu itu.

Di Medan Pratama

Keterlibatan saya dalam urusan pembinaan (formatio) para seminaris terjadi di lingkup Medan Pratama (MP) di mana para seminaris muda tengah menjalani studi tahap Kelas Persiapan Pertama (KPP).

Saya menjadi sub-pamong di MP-KPP.

Tugas saya adalah menjadi pembimbing rohani dan membaca refleksi para seminaris. Tentu saja saya senang atas dilibatkannya dalam urusan pembinaan ini. Sungguh ini sebuah kepercayaan yang tinggi terhadap saya.

Suster Valet

Padahal biasanya, Suster Valet –demikian istilahnya—ya hanya mengurusi para seminaris yang sakit. Tidak lebih dari itu.

Namun pekerjaan mengurusi para seminaris yang sakit ini juga tetap menyenangkan. Ini karena sesuai dengan studi profesional saya sebagai perawat.

RIP Romo A. Gustawan SJ (1956-2020)

Saya melakukannya dengan senang hati. Memasang infus, merawat luka-luka luar, ambil darah untuk pemeriksaan lab, mengurus opname para seminaris yang sakit. Semua dikerjakan atas kerja sama dan rujukan dokter dan rumah sakit.

Rupanya, saya juga merawat anak karyawan yang waktu itu mengalami demam tinggi. Atas izin Romo Gustawan SJ sebagai Rektor Seminari, saya membawa pasien anak karyawan ini untuk dirawat di valet –yang dari sononya memang sedianya hanya untuk para seminaris saja.

Saya merawat pasien anak ini dan memberinya infus.

Perhatian pada keluarga

Dalam beberapa kesempatan, saya sering diajak ke Klepu untuk menjenguk ibu kandung romo yang waktu itu sudah sangat sepuh (tua renta).

Tentu saja orang bertanya, mengapa saya “harus” ikut? Saya ini perawat, maka di situ pula saya diminta untuk melakukan proses cek kadar gula darah dan mengukur tensi ibunda romo.

Rupanya hasil kunjungan ini juga membawa manfaat. Saya pelan-pelan belajar nyopir mobil karena sedikit “dipaksa” romo agar punya kemampuan menyetir. Setelah beberapa kali mengalami proses uji coba, akhirnya saya benar-benar bisa menyetir mobil.

Perhatian Romo Gustawan terhadap para seminaris itu tinggi sekali. Setiap kali terjadi rapat pembinaan dengan fokus bahasan masing-masing seminaris, almarhum romo sangat teliti memperhatikan perkembangan masing-masing seminaris.

Tentu bukan hanya soal ketelitian ini saja. Melainkan juga karena romo selalu melakukan sikap positive thinking terhadap para seminaris. Selalu ingin mencari celah atau kesempatan agar masing-masing bisa dikembangkan-sempurnakan.

Saya bisa menceritakan hal-hal ini, karena saya selalu diikutsertakan dalam setiap rapat pembinaan.

Satu hal yang pasti selalu melekat pada sosok Romo Gustawan SJ adalah hal ini: pembawaannya sederhana.

Semoga beristirahat dalam damai bersama Tuhan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here