In Memoriam Romo Basilius Kolo MSC: Menelisik “The Other” (1)

0
655 views
RIP Romo Basilius Kolo MSC.

SEJAK beberapa hari lalu, Pastor Bas Kolo MSC sudah dirawat di RS Sint Carolus, Jakarta. Pada hari Rabu, 6 Februari, saya ke Carolus.

Sayang, waktu bezuk sudah rampung, sehingga tak bisa bertemu beliau. Saya baru tahu ia masuk Carolus setelah diberitahukan oleh Br Yos Manuel MSC pada hari Senin, dengan mengatakan bahwa kondisi Pastor Bas agak gawat.

Mengenang almarhum

Setiap orang punya kenangan dan pengalaman tersendiri dengan Pastor Bas.

Saya mengenal Pastor Bas ketika saya di Propadeuse dan ia di Minor 2 (tingkat 3). Pertemanan kami makin intens, karena saya ingin masuk MSC tetapi belum banyak mengetahui MSC.

Orang pertama yang saya andalkan untuk menjadi penuntun saya dalam mengenal Tarekat MSC, tentu saja, Pastor Edo Besembun MSC, teman sejak kecil, satu SD Xaverius di Soakacindan. Itu karena kami dibesarkan di Asrama TNI AD, di OSM, Ambon.

Orang kedua yang saya andalkan adalah Pastor Bas Kolo. Dia banyak bercerita tentang Tarekat MSC.

Saya sendiri mengenal Pater Jules Chevalier lewat tulisan Pastor Yong Ohoitimur di Majalah Hidup. Saya ingat, di situ ditulis pengalaman Pater Chevalier yang jatuh ke jurang tetapi tidak meninggal.

Setelah kembali dari Novisiat, saya satu Unit (di Amboina) bersama Pastor Bas. Waktu itu, ia baru selesai TOP (Tahun Orientasi Pastoral) di Jawa Tengah.

Setiap sore, usai belajar,  Bas memutar radio berbahasa Jawa. Dari ekspresinya, terlihat Bas paham dengan isi siaran itu. Semula saya dan kawan-kawan Unit Amboina hanya tersenyum padanya melihat Bas mendengar radio Jawa itu, karena para frater asli Jawa pun tak melakukan hal itu.

Bas, memang sedang belajar bahasa Jawa.

RIP Romo Basilius Kolo MSC di RS Sint Carolus Jkt

Dari wajahnya, memang kelihatan Pastor Bas pribadi yang tegas. Tetapi, sesungguhnya ia orang yang lembut dan baik hati, serta penuh perhatian. Karena itu, Bas sering menjadi “sasaran tembak” teman-teman untuk menimbulkan kelucuan, apalagi saat itu kami semua di bawah Superior Pater Canis Mandagi MSC (Uskup Keuskupan Amboina sekarang) yang terkenal disiplin.

Toh, berhadapan dengan Bas Kolo, Pater Superior juga bisa dibuat tertawa. Itulah Bas. Kehadirannya di tengah komunitas selalu menimbulkan makna kebersamaan, kehangatan dan humoritas.

Maka, kalau ada Bas Kolo di situ, pasti “rame”.

“The Other”

Hal lain, yang saya ingat tentang Pastor Bas adalah pergumulannya ketika menulis skripsi. Dia menulis tentang filsuf Perancis (asli Lithuania), yakni Emmanuel Levinas.

Ia tertarik pada konsep “Wajah” atau “The Other” yang dikembangkan Levinas. Beberapa kali saya masuk ke kamarnya dan menemukan ia sedang membaca buku tentang Levinas.

Saya ingat, dia bilang pemikiran filsuf ini sangat menyentuh hatinya, walau tidak gampang membaca tulisan-tulisan Levinas.

Pembimbing skripsinya adalah Pastor Yong Ohoitimur MSC.

Saya kira Bas benar, karena saya pun melihat ia menghayati “filsafat Wajah” itu ketika di dalam komunitas ia cukup peduli pada teman-temannya. Secara spiritual, tentu saja ia adalah anak rohani Pater Chevalier. Nilai-nilai itulah yang terinternalisasi dalam diri Pater Bas.

Beberapa kali saya bertemu dengan dia di Ambon. Kami sering ber-sharing di Biara MSC, Ambon, lalu saya kembali ke rumah di OSM. Sering dia ajak saya ke Toko Buku Dian Pertiwi, Ambon, dan terlihat ia membeli buku-buku untuk umat dan kebutuhan pastoralnya di Jailolo, Maluku Utara.

Dia bilang, sedang mengusahakan perkebunan di sana. Itu konsep ekonominya dalam pemberdayaan umat dan masyarakat.

Sebagai putra Timor, Pater Bas amat biasa dengan kerja-kerja di ladang dan pertanian pada umumnya. Waktu ia masih bertugas sebagai Pastor Paroki Santo Fransiskus, Tual, Maluku Tenggara, ia juga memberi perhatian pada kerja-kerja pertanian kecil-kecilan, mengambil kayu di hutan, sambil berburu binatang (babi, dll).

Ia merasa lebih cocok bekerja di paroki di desa-desa, bukan di kota. Lebih dari itu, ia adalah sosok imam yang hidup sederhana, tidak suka menonjolkan diri, tetapi tetap hangat dalam pertemanan dan persaudaraan.

Berkarya di Maluku Tenggara

Menyebut nama “Pastor Bas”, banyak umat di Tual yang sangat mengenal dan mencintainya, terutama karena ia imam pekerja keras.

Dia termasuk imam muda MSC non Maluku yang paling lama berkarya di Maluku. Serasa ia sudah menyatu dengan umat Katolik dan budaya Maluku. Bas mengagumi alam Maluku, dan selalu ia akrabi. Di Maluku Utara, ia punya teman seangkatan dan teman akrab, Pastor Titus Rahail (Jr) MSC, yang selalu menjadi tempat ber-sharing dan sahabat yang memberi kekuatan.

Kalau bertemu dengan Pastor Bas di Rumah Induk MSC Jakarta, lebih banyak kami jalan-jalan ke toko buku. Dia membeli buku-buku pertanian, juga buku-buku rohani-spiritualitas dan buku-buku bercorak motivasional. Walau ia bertugas di Jailolo (sebelumnya juga di beberapa paroki di Maluku Utara yang jauh dari keramaian) kesadaran akan ongoing formation, pembinaan diri sendiri sebagai imam dan biarawan selalu ia utamakan. Ia imam yang taat merayakan Ekaristi tiap hari, sekalipun ia sedang sakit. Beberapa bulan lalu ia datang ke Jakarta dalam rangka check up kesehatan. Mungkin ia sakit, tapi ia tak terlalu mengeluh. Kami hanya berbincang-bincang singkat bersama para karyawan Rumah Induk MSC, di bawah pohon belimbing, depan kamar Wakil Provinsial, Romo Handoko MSC. Tak sangka itulah bincang-bincang terakhir bersamanya.

Kelahiran adalah awal kematian (Martin Heiddeger); dan kematian adalah awal kehidupan baru (Teologi).

Selamat Jalan Pastor Basilius Kolo MSC, semoga di atas sana, di Surga, engkau sudah berjumpa dengan “Wajah” Kristus yang kau abdikan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here