Jalan Panjang Menuju Imamat

1
1,031 views
Prosesi ritual penerimaan Sakramen Imamat dalam Misa Tahbisan Imam.

MENJADI imam Katolik –di Indonesia dikenal dengan sebutan Pastor, Pater, Romo— jelas bukanlah sebuah profesi atau pekerjaan. Menjadi imam merupakan cara atau jalan hidup, the way of life.

Memang menjadi imam dituntut profesionalisme di bidangnya, dalam arti mempelajari Filsafat dan Teologi dan sejumlah disiplin keilmuan lainnya. Maka, proses pendidikannya cukup lama dan melewati berbagai proses formatio, pembentukan dan juga “ujian”.

Setelah SMP

Setelah lulus SMP, orang bisa langsung masuk ke Seminari Menengah yang setara dengan SMA dengan lama pendidikan selama empat tahun.

Bagi yang tidak mau langsung masuk Seminari Menengah, mereka bisa melanjutkan ke SMA umum selama tiga tahun. Baru setelah itu, mereka masuk ke Tahun Postulat atau Kelas Persiapan Atas (KPA) dengan lama jenjang pendidikan selama setahun.

Dari postulat atau KPA, proses selanjutnya berlanjut ke jenjang Novisiat atau Tahun Orientasi Rohani (TOR), selama 1-2 tahun. Dari Novisiat atau TOR, barulah mereka masuk ke Seminari Tunggi untuk mulai berkuliah Filsafat Teologi selama 4 tahun.

Lulus S1 Filsafat-Teologi, seorang calon imam (Frater) menjalankan Tahun Orientasi Pastoral (TOP) atau semacam kuliah kerja nyata selama 1-2 tahun.

Kemudian, mereka masih harus melanjutkan program pendidkan imamat atau melanjutkan studi program S-2 selama 2-3 tahun.

Tahbisan Diakonat dan Tahbisan Imamat

Barulah kemudian mereka akan menerima Tahbisan Diakonat dan kemudian menjalani praktik Masa Diakonat selama 1-2 tahun. Dari jenjang Diakon, barulah kemudian para Frater ini nantinya akan ditahbiskan menjadi imam berkat menerima Sakramen Imamat.

Tidak ada Sakramen Diakonat, yang ada Sakramen Imamat.

Bahkan setelah jadi imam pun, kadang kala para imam baru ini masih harus mengikuti pendidikan lanjutan; entah formal (studi spesialisasi disiplin ilmu tertentu) maupun informal (kursus-kursus).

Dari lamanya masa pendidikan, seorang frater calon imam begitu lama harus mempelajari disiplin keilmuan agar kelak bisa menjadi ‘profesional’ sebagai imam. Tetapi ilmu atau pengetahuan saja tidak cukup untuk menjadi seorang imam Katolik.

Formatio tanpa henti

Seorang imam harus melewati proses pengembangan dan evaluasi untuk semakin mengenal diri dan kehendak Tuhan. Proses ini dimaksudkan untuk meyakinkan diri bahwa menjadi imam adalah panggilan Tuhan dan pilihan sadar bebas demi kemuliaan Tuhan dan kebahagiaan sesama.

Cara hidup yang dijalankan adalah melulu demi Tuhan dan Gereja, bukan lagi untuk diri sendiri atau keluarga.

Tiga kaul atau nasihat Injili

Cara dan jalan hidup sebagai imam kadang sulit dipahami dari sudut pandang duniawi karena unik. Keunikan itu adalah harus hidup miskin, murni dan taat.

Imam Religius menghidupi tiga nasihat injili (kaul). Yakni akan hidup miskin, taat, dan murni.

Imam Diosesan atau Praja atau Presbyter, memang tidak berkaul tetapi berjanji untuk taat kepada Uskup dan setia pada hidup selibat demi Kerajaan Allah.

Hidup miskin berarti melepaskan hak untuk memiliki harta benda dan tidak berorientasi pada kekayaan duniawi.

Imam hidup seperti Yesus: bersikap lepas-bebas terhadap harta benda.

Sikap lepas bebas terlihat dari gaya hidup sederhana dan penyerahan diri demi karya pelayanan.

Seorang imam bersedia hidup miskin dalam arti bersedia melepas secara sukarela hak untuk memiliki harta benda.

Hidup murni berarti melepaskan hak-haknya untuk menikah demi Kerajaan Allah (selibat). Imam mengikuti dan meneladani Kristus yang tidak menikah demi mewartakan injil.

Inti kaul kemurnian bukanlah sekadar “tidak kawin”, melainkan penyerahan diri secara menyeluruh kepada Kristus.

Dengan tidak menikah, imam menjadi milik semua orang. Imam tidak terikat dengan keluarga dan lebih bebas menyerahkan diri kepada Tuhan demi Kerajaan Allah.

Hidup taat berarti melaksanakan apa yang menjadi kehendak Tuhan.

Ketaatan itu diwujudkan lewat pimpinan (Provinsial, Uskup dan penggantinya).

Imam menjalankan misi Gereja, bukan misi pribadi. Ketaatan juga misalnya, harus pindah tugas dari satu tempat ke tempat lain, dari satu negara ke negara lain. Imam taat kepada atasannya seperti Kristus taat kepada Bapa-Nya demi Kerajaan Allah.

Cara hidup imam memang unik. Mungkin ada yang merasa aneh dan tidak masuk di akal, tetapi di situlah letak misteri ilahi. Menjadi imam adalah panggilan Tuhan dan tanggapan bebas-sadar manusia.

Tidak ada paksaan. “Banyak yang terpanggil, sedikit yang terpilih.”

1 COMMENT

  1. Lewat formatio yg seperti itu & terus menerus ternyata tidak membuat seorang menjadi suci. Sudah banyak terbukti.

    Jangan merasa posisi imam lebih tinggi dari awam. Itu hanya pilihan hidup. Kadang hanya tempat nunut hidup dalam gereja. Ingat sabda jesus pekerja mulai jam 7 pagi upahnya tidak lebih besar pekerja yg mulai jam 5 sore.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here