Jangan Mudah Anggap Enteng

1
1,329 views

Lima  bulan yang lalu (10 s/d 14 September 2012), saya menginap di salah satu rumah di Woloan, sebuah kampung  bilangan Kota Madya Tomohon, yang sudah beberapa kali menyelenggarakan Tomohon International Flower Festival.  Saya bertanya kepada salah seorang bapak muda, “Apakah di kampung  ini ada warung yang jual obat nyamuk?”.

Dengan sedikit tersinggung dia menjawab, “Saudara jangan anggap enteng kampung  kami ya, masak obat nyamuk saja tidak ada. Ini penghinaan!” Dialog yang tidak simpatik pun berakhir,  karena memang kampung tersebut tidak bisa dianggap sebagai udik.

Berelasi dengan orang lain, memang susah-susah gampang. Gampangnya adalah komunikasi merupakan  aktivitas yang mutlak yang harus dibuat oleh manusia (Bdk. “Bangga menggunakan bahasa sendiri”,  Kompas 8 November 2011).   Sedangkan susahnya  adalah jika orang yang kita ajak bicara itu  tersinggung  karena merasa dianggap enteng. Abraham Maslow (1908 – 1970) dalam Mezhab Ketiga,  manusia itu pada dasarnya memiliki kebutuhan ingin dihargai dan diakui.  Dianggap enteng berarti dirinya tidak dihargai dan tidak diakui keberadaannya.

Terkadang, seseorang dinilai dari penampilannya.  Bob Sadino (lahir: 1939)  pebisnis dalam bidang livestock senantiasa menggunakan kemaja kotak-kotak lengan pendek dan celana pendek butut.  Setiap orang yang belum kenal dirinya akan memandangnya dengan mata sebelah.  Pelukis Affandy  (1907 – 1990) dalam sebuah cerita ia hendak membeli sebuah kendaraan di sebuah toko. Sebagai seniman, ia hanya mengenakan kaos oblong dan sarung. Para pramuria penjaga showroom tidak menyambut selayaknya pembeli. Merasa dianggap enteng oleh mereka, mendadak sontak Affandy mengeluarkan segepok uang senilai jutaan rupiah. Tentu saja orang-orang di situ langsung melayani sang pembeli tersebut.

Banyak di antara orang-orang dewasa yang mengganggap enteng kebolehan dari anak-anak kecil. Mereka dianggap masih bau kencur.  Anak-anak kecil yang kreatif malah dianggap bodoh seperti yang dialami oleh Thomas Alva Edison kecil (1847 – 1931). Sewaktu sekolah tingkat dasar, ia dikeluarkan dari sekolah karena dianggap tidak mampu mengikuti pelajaran. Untunglah  sang ibu mau menjadi guru privat. Kalau zaman sekarang mungkin istilahnya adalah  home schooling bagi Thomas yang akhirnya dikenal sebagai penemu Amerika. Lain lagi dengan astronot kita ini.

Neil Armstrong (1930 – 2012)   ketika baru berusia 10 tahun, berkata kepada ibunya, “Bu, suatu ketika saya akan berada di bulan.” Ibunya tentu tidak percaya. Ia pikir ini cuma khayalan anaknya. Namun kekuatan mental Neil Armstrong membuat ia mendarat di bulan pada tahun 1969. Bahkan Yesus sempat menegur para murid ketika mereka mengusir anak-anak yang hendak mengerumuni-Nya. Katanya, “Biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah” (Mrk. 10: 14).

Membaca buku Fabel dari India, terdapat kisah tentang Ular Bambu.  Ada seorang Bodhisattva memelihara ular dan menyayanginya seperti anaknya sendiri.  Lama-kelamaan, ular itu pun menjadi besar. Suatu kali, ia hendak memberi makan kepada ular tersebut.  Dibukanya sangkar bambu dan diulurkannya tangan ke dalam katanya, “Ayo nak, pasti kamu lapar sekarang.” Karena sudah kelaparan selama beberapa hari, dengan marahnya ular menggigit tangan yang terulur. Penganut Buddha pun mati seketika di samping sangkar bambu.  Ketidakwaspadaan terhadap binatang maupun orang lain bisa menjerumuskan kepada kematian.

Merasa diri berkuasa dan hebat amat berbahaya. Orang menjadi tidak waspada. Robert Greene dalam 48 Hukum Kekuasaan, menulis, “Jangan pernah terlalu memercayai teman, tetapi pelajarilah cara memanfaatkan musuh.” Pada abad ke-9, seorang pemuda bernama Michael III (842 – 867)   adalah anak dari kaisar wanita: Theodora) dan  naik tahta Kekaisaran Byzantium  atas jasa baik pamannya yang bernama  Bardas.  Sebagai penguasa muda, ia berteman baik dengan Basilius (830 – 886) yang dulunya adalah seorang penjaga kuda (Bdk. From Peasant to Emperor).

Karena ia diselamatkan oleh Basilius, maka sekarang ia  dipercaya oleh kaisar muda. Sang  pegawai rendahan istana itu pun dipercaya penuh. Michael III mengganggap enteng sahabatnya itu. Ia mengira bahwa dia akan membantunya di saat sulit.  Pada akhir hidup sang kaisar, ternyata mantan tukang kuda itu memiliki lebih banyak uang darinya, lebih banyak sekutu dalam pasukan tentara dan senat dan pada akhirnya lebih berkuasa daripada sang kaisar sendiri.

Tidak jarang pula, kita mengalami sendiri ada orang yang merasa diri sudah banyak makan garam atau jam terbang sudah tinggi.  Karena superioritasnya itu, seseorang menganggap enteng dengan apa yang telah ia kuasai. Francis Drake (1540 – 1596), penjelajah Inggris yang mengelilingi dunia antara tahun 1577 – 1580, malah mendapat celaka di sungai Thames dan tewas. Sungai itu adalah sebuah sungai yang mengalir di selatan Inggris dan menghubungkan kota London dengan laut. Bagi Drake, sungai tersebut bagaikan panci yang berisi air saja. Kesalahannya  adalah bahwa dirinya mengganggap enteng sungai itu dan mengakibatkan kesalahan  fatal.

1 COMMENT

  1. Tulisan yang bagus. Saya banyak sekali mendapatkan inspirasi dari tulisan-tulisan Pastor Markus Marlon MSC. Selamat berkarya, Tuhan memberkati !

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here