“John Wick”, Pembunuh pun Sadar akan Arti Cinta (1)

0
581 views
Resensi film "John Wick 1" (Ist)

DUA kali, ‘harta’ tak terkira terenggut dari tangan John Wick (Keanu Reeves), mantan tokoh gangster kenamaan. Belum sampai mereguk cinta secara mendalam, ia  malah kehilangan Helen (Bridget Moynahan), kekasihnya karena sakit.

Lalu berikutnya anjing –pemberian Helen—dibantai kejam, bersamaan dengan Ford Mustangnya dibawa lari oleh Iosef (Allen), putera bos besar bernama Viggo Tasaro (Nyqvist).

Dua kali kehilangan inilah yang akhirnya membawa Wick kembali memasuki masa silamnya yang penuh darah dan airmata: dunia preman. Kali ini, bukan perkara uang atau rebutan wilayah, melainkan karena anjing –binatang cerdas—yang telah memberinya harapan setelah kematian Helen dibantai anak kandung Viggo.

Kembalinya Wick membuat Viggo naik pitam sekaligus cemas. Ia berhadapan dengan dua opsi yang sama-sama berat: mesti kehilangan Iosef –anaknya—atau membuka fron permusuhan dengan mantan koleganya di dunia hitam. Dan Viggo memilih yang kedua.

Untuk itulah dia datang menemui Marcus (Willem Dafoe) –pembunuh bayaran—yang juga teman baik Wick. Namun, dalam perjalanan membuntuti Wick, Marcus putar haluan.

Ia menolong Wick –sohibnya dan mantan anak didiknya di dunia hitam— dan mencampakkan tawaran dua juta dollar dari Viggo dengan imbalan nyawa Wick.

Terkoyak cinta

John Wick menjadi judul film dengan nama sama.

Yang menarik bagi saya di sini bukan soal sosok jago kepruk yang dimainkan Keavu Reeves, melainkan bagaimana jiwa manusia bisa terkoyak-koyak oleh yang namanya cinta.

Keanu Reeves sebagai John Wick.

Adalah mendiang Helen yang berhasil membawa John Wick kembali menapakki jalan hidupnya secara benar. Ia meninggalkan panggung preman, setelah ketemu Helen.

 Karena itu, John Wick ingin meretas hidup baru dan bisa kembali menjadi  ‘manusia normal.

Sayangnya, Tuhan terlalu cepat main tangan mengambil kehidupan Helen dari genggapan John. Karena itulah, jiwanya terkoyak setelah cinta dan harapannya akan kehidupan ‘normal’ terenggut dari tangannya.

Ia nelongso dan nglokro. Maka dari itu, ia lalu meraung-raungkan  Ford Mustangnya di sebuah lahan luas, seakan ingin memuntahkan kekesalannya pada Tuhan: mengapa Helen mesti mati muda?

Tuhan membisu tak mau dengar ‘keluhan hati’ John.

Untunglah, alm. Helen masih menyisakan bukti ‘cinta’nya kepada John Wick. Wujudnya seekor anjing kecil jenis beagle.

Sejak memelihara anjing inilah, harapan kembali menguasai hari John. Hari-harinya menjadi ceria kembali, hanya lantaran anjing itu merupakan ‘tanda cinta’ terakhir dari Helen kepadanya.

Maka ketika membuncahnya harapan itu hilang dari tangannya, hatiya kembali bergolak. Ketika tahu bahwa anjingnya mati karena ulah Iosef –anak kepala mafia Rusia bernama Viggo–, maka John Wick turun tangan dan masuk kembali ke panggung dunia hitam.

Mata ganti mata. Gigi ganti gigi. Matinya cinta dan harapan harus diganti oleh nyawa Iosef.

Persis pada poin terakhir inilah, John mesti ‘bersentuhan’ dengan Viggo, mantan bos yang pernah memperkerjakannya sebagai ‘mesin pembunuh’.

Film John Wick penuh dengan adegan saling kepruk.

Okelah karena ini judulnya film eksyen. Jauh lebih menarik bisa menerawang John Wick dari perspektif berbeda: bagaimana jiwa manusia terkoyak oleh cinta dan harapan hingga kemudian berubah menjadi  pembunuh bengis dan berdarah dingin?

John Wick adalah korban cinta: potret buram sosok manusia yang kehilangan dasar kehidupan untuk senantiasa berharap.

Namun sekaligus juga, John Wick menampilkan apa yang sering tidak dimengeri manusia modern yakni bahwa seorang pembunuh pun sering kali juga punya cinta mendalam terhadap orang lain.

Nah, justru ini masalah krusialnya. Manusia terguncang hebat, kalau cinta dan harapannya ‘diusik’. Dan John Wick memberi contoh tidak baik, karena hilangnya cinta membuat dia membabi buta.

Kalau saja dia punya harapan baru –setidaknya di ujung film terbersitkan dengan memungut anjing baru—maka aksi saling tembak dan bunuh itu tidak perlu terjadi.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here