Keluar dari Zona Nyaman, 60 Religius Beramai-ramai Tinggalkan Biara (1)

0
3,517 views
Peserta live in aksi panggilan dari 23 tarekat berfoto bersama. (Ist)

FENOMENA menurunnya jumlah panggilan menjalani hidup bakti sebagai religius (imam, bruder, suster) secara umum di Indonesia yang cukup signifikan tentu telah mencemaskan semua pemimpin tarekat religius. Oleh karena itu dan guna menyiasati terjadinya ‘krisis’ jumlah panggilan, maka semua tarekat religius mulai ‘pasang kuda-kuda’.

Mereka kini semakin gencar mencari berbagai terobosan baru guna mengenalkan tarekatnya masing-masing agar tetap menarik bagi generasi millenial di tengah zaman yang serba canggih ini.

Sebanyak 23  orang –seminaris, imam, suster, dan bruder lintas tarekat— berani sejenak ‘keluar biara’. Mereka ini meninggalkan zona nyamannya masing-masing agar bisa mengais informasi sekaligus menyerap ‘udara segar’ di luaran biara demi recharging sekaligus diseminasi informasi hidup bakti menjadi religius.

Siap tinggalkan biara sejenak demi misi memperkenalkan tarekat kepada umat.

Mereka ini datang dari Seminari Tinggi Interdiosesan Antonino Ventimiglia, CM, Putri Kasih, Alma, SMFA, CSE, Putri Karmel, OFMCap, OSCap, MTB, MSC, CP Putra/Putri, SFD, KFS, OSA, OSM, MSA, SDC, PRR dan SFIC. Semua partisipan ini  berkarya di tlatah Keuskupan Agung Pontianak.

Semua berkomitmen ingin  menggalang sinergi bersama dalam kegiatan bersama bernama Aksi Panggilan di Paroki Keluarga Kudus Kota Baru, Keuskupan Agung Pontianak.

Program bersama ini telah berlangsung selama tiga hari, mulai dari tanggal 20-22 April 2018.

Prakarsa Paroki

Aksi panggilan ini terjadi atas prakarsa Seksi Kerasulan Keluarga dan Panggilan Paroki Keluarga Kudus Kota Baru Pontianak. Ini dalam rangka merayakan Hari Minggu Panggilan Sedunia yang ke-55. Kegiatan ini dibuka langsung oleh pastor paroki, Romo Yulianus Astanto CM.

Romo Yulianus Astanto Adi CM – Pastor Kepala Paroki Keluarga Kudus Kota Baru Pontianak (Paul/Komisi Komsos KAP)

Dalam sambutannya, ia mengajak Orang Muda Katolik (OMK) turut memikirkan masa depan Gereja yaitu dengan memberi perhatian khusus kepada panggilan hidup membiara, menjadi imam, bruder dan suster.

Kegiatan ini dimaksudkan untuk semakin memperkenalkan kepada umat –khususnya kaum muda Katolik– tentang keberadaan aneka macam  ordo, tarekat, kongregasi yang berkarya di Keuskupan Agung Pontianak. Ini agar umat semakin memahami kekayaan panggilan hidup bakti di Gereja Katolik.

“Saya sangat yakin,  kehadiran para pastor, suster, bruder, dan frater di tengah-tengah umat di lingkungan-lingkungan di Paroki Keluarga Kudus Kota Baru Pontianak akan berdampak bagi tumbuhnya panggilan,” ungkap Romo Astanto CM.

“Efeknya mungkin tidak langsung dirasakan dalam satu-dua tahun ini, tetapi mungkin beberapa tahun kemudian ada anak-anak yang  teringat dan terkenang tentang  senyum ramah dari seorang suster, bagaimana tawa lepas seorang frater, bagaimana kehangatan tutur sapa seorang pastor, dan bagiamana keceriaan seorang bruder saat berkunjung ke tempat mereka,” demikian harapan Romo Astanto CM.

Tema yang diusung adalah “Zaman Now.. Masih Mau Berjubah? Dikibarkan dengan memasang Hastag #Mendengarkan, Menegaskan, Menghidupi Panggilan#.

Para suster SFIC berfoto dengan latar photo booth.

“Untuk mendukung kegiatan aksi panggilan ini, panitia melalui surat undangan telah meminta kesediaan dari setiap ordo/kongregasi untuk  mengirim lima utusan yang akan mempersiapkan acara untuk ditampilkan pada puncak kegiatan. Mereka juga mengadakan live in ke keluarga-keluarga katolik yang ada di kring Paroki Keluarga Kudus,” ungkap Hermanus Herman,  Koordinator  Seksi Kerasulan Keluarga dan Panggilan Paroki Keluarga Kudus.

Sejenak tinggal zona nyaman

Aksi tinggalkan biara sejenak atau keluar dari comfort zone kaum berjubah ini dimulai pada hari pertama, Jumat 20 April 2018.

Sebanyak 60-an lebih peserta perwakilan dari masing-masing tarekat ‘keluar dari biara’ mengikuti program live in di rumah-rumah keluarga. Mereka disebar masuk dalam 26 lingkungan.

Sambutan hangat keluarga yang menerima kedatangan para religius untuk tinggal di rumah mereka selama beberapa hari.

Tiap lingkungan mendapat jatah tiga peserta, baik biarawan maupun biarawati dari berbagai tarekat. Tiap peserta ini akan menginap di tiga keluarga, sehingga total ada tiga keluarga yang akan dikunjungi. Mereka membawa perlengkapan pribadi masing-masing, kecuali makan-minum disiapkan oleh keluarga.

Masing-masing lingkungan/keluarga menjemput peserta yang akan menginap di rumah mereka. Sambutan hangat keluarga-keluarga pun tampak jelas terasa ketika para peserta menyambangi rumah-rumah keluarga-keluarga katolik ini. “Beberapa umat yang kami kunjungi memberi komentar bahwa peristiwa seperti ini sangat langka. Jarang-jarang ada suster, bruder, frater berkunjung ke rumah kalau tidak ada acara live in seperti ini,” ungkap Sr. Romana SFIC berkisah.

19 Suster PMY Live In di Paroki Jombor Klaten, Sejenak Keluar dari Zona Nyaman

Kegiatan live in pun berlanjut dengan sarasehan bersama umat di lingkungan. Peserta bersama umat merancang sendiri kegiatan apa yang hendak dilakukan dengan melibatkan semua kalangan, baik Biak, Rekat, OMK dan umat.

Dalam kesempatan ini,  peserta memperkenalkan kongregasinya, sharing pengalaman hidup membiara, kemudian ada sesi tanya jawab.

Hari kedua,  Sabtu 21 April 2018, peserta mengadakan kunjungan umat di lingkungan masing-masing yang telah direkomendasikan oleh ketua lingkungan. Umat yang dikunjungi adalah mereka yang sakit, para lansia/jompo, mereka yang ada masalah dan jarang ke Gereja.

Kesan manis yang serupa juga terungkap dari beberapa keluarga yang dikunjungi. “Mereka merasa bahwa menjadi suatu anugerah luar biasa bagi keluarga-keluarga katolik setelah dikunjungi oleh para suster, bruder maupun frater,” tutur Sr. Immaculata SFIC, peserta live in. (Berlanjut)

Menyambangi keluarga-keluarga yang sakit dan membutuhkan perhatian lebih.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here