Kemana Hilangnya Buku-Buku Katolik itu?

12
6,418 views

Sudah beberapa bulan belakangan ini mencari buku-buku tentang iman dan Gereja Katolik di toko buku umum seperti Gramedia, dan Gunung Agung ternyata bukanlah hal yang mudah. Tidak banyak pilihan judul yang tersedia di sana, apalagi buku-buku baru yang menarik dan berkualitas.

Rak-rak buku kristen-katolik di toko buku lebih banyak didominasi buku-buku kristen. Buku-buku Katolik terbitan Kanisius misalnya sangat sedikit sekali, bahkan di beberapa toko buku Gramedia hanya ada kurang dari 5 judul, itu pun kebanyakan judul-judul lama. Minggu lalu di Gramedia Plasa Semanggi  saya melihat 2 buku Katekismus Gereja Katolik terbitan Nusa Indah sudah didiskon besar-besar alias cuci gudang, potongan 70%. Mungkin karena lama tidak laku dan tidak ada yang membeli. Buku-buku terbitan Dioma dan Obor masih lumayan ada yang baru-baru, walau jumlahnya juga tidak banyak. Pemandangan kontras terlihat di bagian rak-rak buku islam, yang terlihat nampak tidak sanggup menampung buku-buku yang ada. Judul-judulnya begitu banyak walau dari sisi topik dan tema tidak sedikit pula yang sama.

Di sisi lain, dalam beberapa minggu ini saya menjumpai stand penerbit Kanisius mengadakan “pameran” di Gereja Theresia Jakarta. Menarik bahwa dalam 2-3 kali akhir pekan mereka hadir di situ memamerkan buku-buku tentang iman dan Gereja Katolik. Sayangnya, jumlah bukunya tidak begitu banyak dan tidak menarik. Tidak banyak buku baru yang dipamerkan dan kebanyakan stok lama.

Kemanakah “hilangnya” buku-buku Katolik? Apakah langkanya buku-buku katolik merupakan satu indikasi bahwa dunia perbukuan katolik sedang lesu? ada apa dengan penerbit seperti Kanisius, Obor, Dioma dan lain-lain? Kalau mengecek langsung ke website penerbit-penerbit tersebut, nampak sebenarnya buku-buku baru itu tidaklah sedikit, namun mengapa judul-judul tersebut tidak bisa kita jumpai di toko buku umum nasional?Apakah memang ongkosnya terlalu mahal bila mendistribusikannya ke toko buku sekelas Gramedia? Apakah menjual buku katolik di toko buku umum tidak lagi menguntungkan, karena selain sedikit pembelinya, biaya distribusi ternyata sangat mahal.

Entahlah apa yang terjadi, tetapi fenomena ini membuat umat yang haus informasi akan iman katolik harus bersusah payah bila hendak membeli buku-buku iman dan Gereja Katolik. Ataukah ini saatnya Gereja Katolik kembali membangun toko buku berbasis paroki sehingga biaya distribusi dan harga buku bisa menjadi lebih murah, yang pada akhirnya akan sangat membantu umat dalam memperoleh informasi dan pengetahuan tentang iman dan Gereja Katolik.

12 COMMENTS

  1. dari sisi penawaran dengan asumsi penulis2 buku baru tetap aktif , masalah adalah bagaimana buku tersebut sampai ke pembaca.memang tidak tiap paroki memiliki toko buku,bazaar buku dari penerbit tidak terinformasi baik, namun alternatif toko buku virtual semacam senakel membantu info buku2 baru via email. dari sisi permintaan masih ada cukup baikkah animo org katolik untuk membaca buku katolik? saya pribadi cenderung beli buku jika ada rekomendasi atau baca langsung beberapa lembar sehingga tau menarik atau tidak. saya sangat setuju adanya toko buku dan perpustakaan di tiap paroki. setelah misa sabtu atau minggu ada acara ngopi sambil baca buku, bukan ide jelek saya rasa..siapa tahu dapat bonus bertemu jodoh disana 🙂

    • Menurut saya krn mmg org katolik tdk terlalu niat mencari tau ttg imannya.Bahkan artikel ini saja yg gratis utk dibaca-baru dibaca oleh 34 orang dan hny seorang saja yg mengkomentari.
      andaikata org katolik serius mendalami imannya -maka otomatis para penulis juga bergiat menerbitkan buku dan toko2 buku bergiat menjual buku2 katolik.Untuk mebaca buku2 katolik itu perlu dasar alkitab, teologi dan filsafat yg mendalam–sementara umat dlm hal pendalaman kitab sucinya saja msh lemah.buku2 katolik itu bermutu tinggi–tetapi hrs ada dasar teologi, filsafat dan pengetahuan alkitab yg memadai untuk bisa mengkonsumsinya…
      Jadi byk aspek yg hrs dibenahi spy dunia perbukuan katolik mjd memasyarakat dan diminati.demikian comment saya:)

    • Ikutan comment ya bu Harini,
      Saya setuju banget kalau saja para DP/DPH di tiap Paroki mau menerima usul dr umat untuk mempunyai Perpustakaan di masing2 Paroki .. mengingat harga buku saat ini yg semakin mahal dan banyak umat yg mungkin hanya sekedar menjadi pembaca bukan kolektor buku jadi banyak buku2 bacaan rohani di rumah masing2 bingung mau dikemanakan setelah selesai dibaca.
      Kalau kita mempunyai perpustakaan di Paroki pasti sangat2 senang menerima kiriman buku2 tsb.
      Sayangnya masih sangat sedikit Paroki yg mempunyai perpustakaan dan sangat sedikit pula yg sadar ingin mempunyai perpustakaan buku2 rohani di parokinya.
      Sementara utk membaca gratis via web seperti sesawi.net ini masih banyak orang belum terbiasa. (seperti saya 🙂 .. )
      Hanya berharap dan berdoa suatu hari nanti ada ‘komando’ dr Keuskupan utk menggerakkan adanya PERPUSTAKAAN di masing2 paroki. Semoga !!!

  2. halo erwin, biar jadi 3 komen saya komen lagi ah mumpung komen juga gratis disini (ijin sama yg nulis artikel). jujur sih sy pribadi ga mampu dan terlalu berminat buat baca buku yg berat .*males kok bangga jgn ditiru*. makanya sering mampir disini baca artikel yg ga terlalu berkerut, nambah ilmu pula. rekomen ke teman2 katolik lain ga dosa kan ya…#readermarketing

  3. mungkin kalo supplynya cukup akan bisa mengcreate demand. MAsalahnya memang buku2 Katolik di toko buku itu tidak banyak. Apakah penulisnya tidak ada? Tapi, yang nulis di sini banyak juga? Mungkin juga kalo diitung secara komersil tidak masuk….mungkin….Saya sendiri kurang tertarik dengan buku Katolik yang terlalu teologis. DAri judulnya aja sudah mirip dengan Alkitab. Terlalu berat. Mungkin perlu buku-buku yang ringan di baca namun tetap ada ‘pesan katoliknya’.
    Hal ini tantangan bagi para penulis disini. Kalo mengandalkan on line, berapa persen orang Indonesia yang punya akses ke Internet? Bukankah begitu bapak Augustinus?
    Selamat Berkarya.

  4. Buku-buku itu bukan ‘menghilang’ karena ketika masuk dlm sistem toko buku besar, penerbit hrs ikut aturan main yg ditetapkannya, misalnya batas waktu ‘ngendon’ di rak mereka, ada batas waktu yg apabila tak ada pergerakan (dibeli konsumen) dlm jangka waktu tertentu, maka sistem display memberi tanda unt menarik buku tsb dan mereturnya kpd penerbitnya. Nampaknya, para pembeli buku rohani lebih memilih membeli buku rohani di toko buku rohani karena pilihannya lebih banyak. Akibatnya, buku rohani di toko buku umum (besar) banyak yang ‘ngendon’ sampai batas display kadaluwarsa….dan dikeluarkan dari sistem mereka.

    Buku rohani katolik akan lebih mudah dijumpai di toko-toko buku rohani dan toko-toko paroki, yang konsumen dan barang/buku yg dipamerkannya juga lebih sejenis, dan umumnya tak membatasi jangka waktu display buku di tokonya.

  5. Saya membaca buku karangan Prof Scott Hahn dari Dioma, hal hal fundamental tentang iman Katholik dibahas disana, dan kita melihat dari sisi non Katholik.

    Memang banyak dari orang Katholik yg kurang berminat menggali pengetahuan Katholiknya sehingga keKatholikannya hanya sekedar saya Katholik, jika ada sanggahan atau pertanyaan dari non Katholik, banyak yg murtad atau tidak bisa mempertanggungjawabkan imannya

    • Yups….betul! heheheh….saya dulu yo gitu tapi ketika saya tidak bisa menerima pendapat dari seseorang katolik yang mengartikan di luar gereja juga ada keselamatan dengan di agama lain termasuk yang menolak Yesus Tuhan ada keselamatan, menjadikan saya mempelajari agama katolik dan semakin tahu kalo pengetahuan agama katolik saya sedikit sekali!

  6. Saya katolik convert, saya banyak membeli buku2 katolik pada awal2 pindah karena ingin tahu lebih banyak dan setelah saya merasa cukup tahu saya tidak membeli buku2 lagi. Akhirnya buku2 itu hanya tersimpan di lemari dan tidak saya baca lagi, malah banyak yg saya berikan ke teman saya. Dan lagipula sekarang jaman internet, informasi apapun bisa didapat di google termasuk info / tentang katolik. Bahkan banyak aplikasi di hp, alkitab, puji syukur, doa rosario, jalan salib semua bisa lewat smart phone. E-book juga banyak. Saya pribadi lebih pilih cari yg gratisan daripada harus keluar uang untuk beli buku.

  7. Selain yang sudah dibahas menerbitkan buku yang bernuasa Katolik juga sulit. Penerbit penerbit Katolik seharusnya memberikan ruang kesempatan untuk penulis pemula yang karyanya bermutu. Baik buku yang bersifat umum namun relevan / pesan moralnya dijiwai oleh iman katolik. Hadirnya penulis – penulis baru menghadirkan buku baru yang bisa jadi sangat menyegarkan. Penerbit membuka diri untuk penulis pemula.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here