Kisah Hidup: Komitmen Jujur dan Ketepatan Matematis Sr. Accursia Widyarti SFIC

0
1,291 views
Ekspresi Sr. Accursia Widyarti SFIC saat diwawancari tim AsiaNews dan Sesawi.Net di Novisiat SFIC St. Theresia Lisieux di Kota Pontianak, Kamis petang tanggal 5 Juli 2018. (Vincentius Dimas/Sesawi.Net)

GURAT-gurat kecantikan itu masih kental melengket di wajah suster biarawati anggota Kongregasi Suster St. Fransiskus dari Perkandungan tak Bernoda Bunda Suci (SFIC, Sororum Fransiscalium ab Immaculata Conceptione a Beata Madre Dei) ini. Usia memang boleh beranjak menjadi lebih tua. Tapi, soal citarasa dan komitmen pribadi, hal itu jangan pernah lapuk oleh perjalanan usia.

Itu sangat pasti dan tetap berlaku bagi Sr. Accursia Widyarti SFIC yang di bulan Oktober 2018 mendatang akan merayakan genap pesta 60 tahun membiara sebagai suster biarawati SFIC.

Dalam usianya yang kini sudah menginjak angka 82 tahun, Sr. Accursia Widyarti SFIC ini masih sangat cas-cis-cus bicara tentang sejarah Kongregasi. Belum lagi, kalau ia diajak bicara tentang formatio –hal yang sejak muda dia hayati sebagai panggilan hidupnya sekaligus misi rohani yang selama ini dia ampu sebagai seorang biarawati SFIC.

Sore hari menjelang malam di hari Kamis tanggal 5 Juli 2018, kami datang menemui Sr. Accursia SFIC.  Mengambil tempat wawancara dan rekaman visual melalui lensa kamera video, perbincangan rileks  kami dengan Sr. Accursia Widyarti SFIC terjadi di ruang rekreasi Novisiat SFIC St. Theresia Lisieux, persis di belakang Rumah Komunitas SFIC dan di depan Rumah Retret Wisma Immaculata di Jl. AR Hakim, Kota Pontianak.

Hari baru saja diguyur hujan. Di sore hari itu, Kota Pontianak yang biasanya luar biasa gerah telah menjadi lebih sejuk di banding hari-hari biasanya. Ratusan peserta Jambore Nasional SEKAMI (Serikat Kepausan Anak dan Remaja Misioner) yang sepanjang hari-hari terakhir ini telah mengisi ruang-ruang kelas di kompleks Persekolahan Suster SFIC masih terlihat di sana-sini.

Untunglah, mereka tidak ribut sehingga wawancara dan syuting video dengan Sr. Accursia Widyarti SFIC ini bisa berjalan seperti yang diharapkan. Sejumlah suster novis dan postulan ikut ‘mengiringi’ proses pengambilan gambar ini.

Dari kejauhan, Sr. Immaculata SFIC dan Sr. Maria Seba SFIC ikut ‘mengawal’ sekaligus mengamati proses wawancara tersebut. Sr. Yulita Imelda SFIC –pemimpin novis— tengah ikut rapat di Provinsialat di Jl. Tamar dalam kapasitasnya sebagai Anggota Dewan.

Tua Boleh tapi Semangat tak Putus: Delapan Suster SFIC Pontianak Peringati Hidup Bakti 60-50-40-25 Tahun

Mengenang ibu melalui suster perawatnya

Darimana nama “Accursia” itu didapatkan?

Nama itu diperolehnya dari cerita ayah kandungnya. Konon, ada seorang suster biarawati Belanda yang berprofesi perawat  bernama Sr. Accursia SFIC. Perkenalan ibu kandungnya dengan Sr. Accusia SFIC ini terjadi di Singkawang, jauh-jauh hari sebelum Sr. Accursia  SFIC yang kami temui itu mengenal apa itu hidup religius sebagai suster biarawati.

Singkat cerita, berkat kepedulian dan rasa cinta yang besar Sr. Accursia berdarah Belanda yang merawat ibu kandungnya inilah, Sr. Accursia SFIC ‘jilid dua’ lalu mengadopsi nama tersebut sebagai identitas barunya sebagai biarawati SFIC.

Sr. Accursia Widyarti SFIC lahir di Singkawang, Kalbar, sebagai anak kedua dengan darah etnis Tionghoa yang sangat kental. Karena itu, ia sangat lancar berbahasa Hokkian, Mandarin, Belanda, dan Inggris.

Perkenalan Sr. Accursia Widyarti SFIC dengan ibu kandungnya terjadi dalam kurun waktu yang sangat pendek, karena ibunya meninggal dunia ketika ia masih berusia remaja. Salah satu adiknya menjadi seorang imam Fransiskan Kapusin yakni Romo Pasifikus OFMCap yang di tahun 2018 ini bertugas pastoral di Gereja St. Fransiskus Assisi – Paroki Singkawang.

Menjadi guru

Sedari kecil, begitu pengakuan Sr. Accursia Widyarti SFIC, dirinya sudah meletup-letup dengan keinginan besar ingin menjadi guru. Karena itulah, ketika masih sangat remaja, ia berani meninggalkan Singkawang dan kemudian berlayar menuju Semarang dan akhirnya berhasil “mendarat” di Ambarawa.

Di bawah asuhan dan didikan para suster Fransiskanes Semarang (OSF), mula-mula di asrama susteran OSF di Ambarawa dan kemudian di Poncol-Semarang, Sr. Accursia Widyarti  remaja akhirnya berhasil menyelesaikan studi SGA-nya di Semarang.

Kalau sudah bicara soal integritas pribadi, kejujuran, dan komitmen kerja keras untuk kepentingan pendidikan dan pembinaan, maka Sr. Accursia Widyarti SFIC (82) selalu serius mengatakannya. Inilah ‘gaya hidup’ yang pasti dan komitmen diri yang dia praktikkan sendiri selama ini. Baik sebagai guru ilmu-ilmu eksata, pendidik dan pembina novis dan postulan calon suster SFIC, melainkan dan terlebih sebagai Superior General Kongregasi SFIC Internasional yang pernah dia emban selama dua kali periode di Negeri Belanda dan kemudian di Filipina. (Vincentius Dimas/Sesawi.Net)

Ia mengaku sungguh terkesan dengan karya pendidikan OSF Semarang dan Ambarawa. Lalu, memori masa kecilnya juga telah dipenuhi oleh kenangan amat mengesankan akan karya para suster SFIC Belanda di Kalimantan Barat. Dua hal itu menjadi pemicu motivasi ingin menjadi “seperti mereka”.

Sempat bimbang mau pilih OSF atau SFIC, namun akhirnya pilihan akhir dia tetapkan: harus kembali pulang ke Kalbar dan kemudian meretas keinginannya menjadi seorang suster biarawati SFIC. “Waktu itu, belum banyak orang pribumi Indonesia  menjadi suster SFIC, maka saya ingin seperti mereka,” begitu kurang lebih niatnya menjadi seorang suster biarawati SFIC.

Syukurlah bahwa para suster OSF di Semarang tidak sampai ‘menahannya’, melainkan justru mendorong dia agar secepatnya bisa  ‘pulang kampung’ menjadi suster biarawati lokal ‘produk’ Kalbar yakni SFIC.

Selepas menyelesaikan pendidikan dasar sebagai calon suster biarawati SFIC dan kemudian mengucapkan kaul pertamanya, Sr. Accursia Widyarti SFIC kemudian banyak berkecimpung di dunia pendidikan formal dengan menjadi guru. Bidang keilmuan eksata menjadi mata pelajaran favoritnya mengajar, apalagi dia sudah lulus sarjana eksata dari IKIP Sanata Dharma (kini Universitas) Sanata Dharma Yogyakarta.

Kiprahnya di dunia pendidikan tidak hanya terjadi di lingkaran dalam SFIC, melainkan juga di lingkup Keuskupan Agung Pontianak dan nasional di bawah jaringan MPK dan MNPK (Majelis Nasional Pendidikan Katolik).

Menjadi Superior General SFIC Internasional

Rupanya, pengalaman mengajar eksata inilah yang kemudian amat mempengaruhi kiprah hidupnya sebagai suster SFIC yang pernah berkarya 12 tahun di Negeri Belanda dan kemudian beberapa tahun lamanya sebagai Pemimpin Umum Kongregasi SFIC yang berpusat di Filipina.

Tentang hal ini, Sr. Accursia Widyarti SFIC lalu mengucap syukur bahwa dalam hidupnya ia pernah dipercaya Tuhan dan Gereja untuk memimpin Kongregasi SFIC.

Demi tugas dan tanggungjawabnya sebagai Pemimpin Umum Kongregasi SFIC, ia lalu banyak bepergian melalang buana sampai ke beberapa negara di Afrika Tengah di mana para misionaris SFIC –termasuk sejumlah suster SFIC Indonesia– tengah berkarya di sana. Hal yang sama juga dia lakukan ketika berkesempatan bisa mengunjungi semua rumah karya SFIC di seluruh pelosok Indonesia.

Selama tinggal di Belanda, Sr. Accursia mengaku belajar banyak hal. Utamanya, prinsip menjaga integritas diri dalam hal transparansi diri dan kejujuran. Ia mengaku banyak melahap berbagai informasi yang ada di media massa Belanda waktu itu. Salah satunya adalah isu persamaan hak yang diperjuangkan oleh kaum feminis. Lainnya adalah soal komitmen memegang teguh prinsip-prinsip kehidupan.

Kalau hal-hal itu kemudian dia refleksikan dalam konteks menjalani hidup bakti sebagai religius, tegas Sr. Accursia, maka integritas diri dan kejujuran itu rupanya juga seirama dengan prinsip rigoritas cara pikir dan ketepatan hitungan matematis di ilmu-imu eksata. Itulah sebabnya, kata dia, pendidikan dan pembinaan diri calon suster biarawati harus menaruh perhatian pada dua aspek tersebut yakni integritas diri (kejujuran, rigoritas dalam berpikir lurus) dan komitmen tepat waktu.

Tentang yang kedua ini, Sr. Accursia SFIC lalu ‘menerjemahkan’ prinsip itu dalam penghayatan hidupnya sebagai seorang Fransiskan sejati.

Menurut pengakuannya kepada AsiaNews dan Sesawi.Net dalam percakapan ringkas itu, hampir sepanjang waktu selama ia menjadi pemimpin Kongregasi, dia tak pernah mau melewatkan waktu untuk sekedar wisata atau pelesiran. “Saya hanya mau datang ke tempat-tempat di mana di situ ada suster biarawati SFIC berkarya. Lain tidak,” begitu kurang lebih ‘rumusan’ baku yang sering dia ucapkan.

Kisah hidup sederhana ini barangkali bisa menggambarkan rigoritas seorang Sr. Accursia Widyarti SFIC.

Sekali waktu, ia mendapat tiket gratis untuk nonton film Quo Vadis pemberian Uskup Agung Mgr. Herculanus Joannes Maria van der Burgt OFMCap. Meski telah berkali-kali didesak agar mau menonton film kolosal produk beberapa dekade lalu, namun dengan enteng Sr. Accursia SFIC menjawab ia tidak berminat pergi ke bioskop.

“Film is film. Itu hanya kisah rekaan dalam pita seluloid. Saya tak berminat menonton hal-hal yang memang sengaja dibuat seperti itu atas keinginan sutradara,” ungkapnya mengenai alasan tidak suka menonton film.

Lain lagi kalau bicara soal hal-hal nyata. Maka, ia akan cepat-cepat berangkat melihat kondisi nyata meskipun harus dia lakukan dengan banyak berkorban waktu, tenaga dan juga pikiran. Dan hal itu sudah ia praktikkan sebagai ‘jalan hidup’ meniti hari-harinya dengan doa, pelayanan, dan peneguhan untuk mendukung karya dan panggilan para suster biarawati SFIC di seluruh dunia yang waktu itu menjadi tanggungjawabnya sebagai Pemimpin Umum.

Fleksibilitas itu perlu dalam pergaulan sosial. Namun, rigoritas dalam prinsip hidup sudah menjadi acuan keseharian Sr. Accursia. Salah satunya adalah komitmen hidup jujur dan tepat waktu.

Kini, hari-harinya di usia 82 tahun dan tinggal di Novisiat SFIC St. Theresia Lisieux di Pontianak dia lakoni  dengan hal-hal ini. Resminya sudah pensiun sejak lama, namun semangat berkobar itu masih dia lakoni dengan kegiatan  mengajar para suster novis dan postulan, membimbing mereka mengadopsi prinsip hidup dan spiritualitas SFIC, dan –juga tak kalah penting– menulis sejarah Kongregasi SFIC.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here