Lebih Jauh dengan Keuskupan Ketapang: Jungkir Balik di Jalanan Berlumpur dan Terjungkal di Miting (4)

0
1,157 views
Jalanan berlumpur atau memang tidak ada jalan dan harus meniti miting adalah hal biasa dialami Uskup dan para pastor yang berkarya di Keuskupan Ketapang. (Ist)

Keuskupan Ketapang: Jungkir Balik di Jalanan Berlumpur dan Terjungkal di Miting (4)

SIAPKAN mental sekeras baja, jiwa tahan banting, tidak cengeng, dan sedikit menyukai petualangan. Maka, inilah modal paling pas untuk menjadi seorang imam di Keuskupan Ketapang di Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar).

Mengapa mental baja dan sedikit suka avonturir ini penting di Keuskupan Ketapang?

Sekedar tahu saja bahwa wilayah yang layak disebut ‘kota’ itu sebenarnya hanya Ketapang saja. Yang boleh disebut ‘setengah kota’ dengan kriteria sebesar kelurahan atau kecamatan di kawasan udik di Jawa adalah ‘pusat kota’ paroki.

Sisanya adalah ‘pedalaman’ yang oleh masyarakat Ketapang suka disebut ‘hulu’ – terminologi mengikuti daerah aliran sungai (DAS) dimana permukiman penduduk  berada tak jauh dari sumber air sungai itu berasal.

Maka, semua stasi yang ada di Keuskupan Ketapang ini praktis berada di wilayah ‘hulu’ atau masuk pedalaman hutan.

Baca juga:  Lebih Jauh dengan Keuskupan Ketapang: Uskup Uji Nyali dengan Motor Trail (3)

Bagaimana bisa mencapai kawasan hulu dan pedalaman hutan ini? Tidak ada cara lain, kecuali kadang-kadang bisa dengan mobil spek khusus dobel gardan atau tak jarang juga hanya bisa dicapai dengan motor sampan atau sepeda motor trail.

Bapak Uskup Ketapang Mgr. Pius Riana Prapdi Pr menyisir jalanan setapak menuju sebuah stasi di pedalaman hutan Keuskupan Ketapang. Sejumlah OMK ikut menyertai perjalanan Uskup. (Dok, Keuskupan Ketapang)

Sensasi atau tantangan uji nyali

Menyusuri jalanan berbatu, penuh kobangan lumpur di kala musim hujan plus kondisi jalan berlumpur yang sangat licin dan ‘mencengkeram’ roda merupakan sensasi tersendiri. Bagi para petualangan sejati yang menyukai medan off road, maka inilah wahana ‘pesta pora’ yang bisa menguji nyali mereka.

Menyenangkan tentu saja. Terutama bagi para off roader yang ‘menikmati’ medan uji nyali ini secara berkala. Mungkin saja hanya sesekali dalam hidupnya: kurun waktu sekali dalam setahun atau sekali dalam lima tahun, maka ini menjadi sensasi yang menyenangkan.

Namun bagi Uskup Keuskupan Ketapang Mgr. Pius Riana Prapdi dan para imam lainnya, maka medan jalan penuh kobangan lumpur, sangat licin, dan jauh dari jangkauan listrik dan sinyal HP ini menjadi ‘uji nyali’ sesungguhnya. Kalau hal semacam ini terjadi hampir setiap pekan atau paling lama sebulan sekali, maka ‘sensasi’ berubah menjadi tantangan yang menguji tekad, iman, dan semangat pengabdian.

Hanya ada jalan setapak berbahan dasar papan atau gelondongan kayu yang biasa disebut ‘miting’, ketika pastor atau Uskup datang mengunjungi stasi di luar ‘pusat kota’ paroki. (Dok. Keuskupan Ketapang)

Cura animorum. Barangkali istilah spiritualitas Jesuit yang berarti ‘merawat jiwa-jiwa’ ini cocok untuk para imam diosesan Keuskupan Ketapang dan imam Passionis (CP) berikut Uskup Keuskupan Ketapang Mgr. Pius Riana Prapdi Pr yang menggantungkan hidup mereka pada ‘penyelenggaraan ilahi’ ketika harus meniti miting (jalan berpapan di atas jalan lumpur atau kobangan air) atau melaju di atas jalanan berbatu dan berlumpur tebal.

Paparan foto berikut memperjelas makna yang dimaksudkan. Kita mesti mengacungkan topi kepada para imam praja Keuskupan Ketapang dan kolega mereka para pastor Passionis (CP) yang berkarya di Keuskupan Ketapang bersama Sang Gembala mereka: Mgr. Pius Riana Prabdi Pr.

Yang begini ini tidak hanya butuh mental baja dan sedikit hobi petualangan, tapi juga piawai mengendarai sepeda motor ketika harus meniti ‘miting’ agar jangan sampai terjungkal masuk kobangan lumpur.
Jalanan berlumpur sangat licin usai habis diguyur hujan menjadi tantangan uji nyali yang sesungguhnya sebagaimana dialami Pastor GM Lastsendy Pamungkas Winarta Pr ketika meninggalan ‘pusat kota’ paroki menuju stasi. (Ist)
Saking teramat licinnya kondisi badan jalan serba lumpur, maka tidak ada pilihan lain demi keselamatan: menuntun sepeda motor. (Ist)
Akhirnya terjungkal juga Pastor GM Lastsendy Pamungkas Winarta di jalanan turun yang curam, ketika dia tak mampu lagi mengendalikan laju sepeda motornya melawan licinnya jalan. (Ist)

Terima kasih kepada Mgr. Pius Riana Prapdi dan Romo GM Lastsendy Pamungkas Winarta Pr yang  telah berbagi koleksi foto berharga ini kepada Redaksi Sesawi.Net.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here