Lentera Keluarga – Sukacita Iman

0
227 views

Tahun A-2. Pekan Adven IV

Minggu, 22 Desember 2019. 

Bacaan: Yes 7:10-14; Mzm 24:1-2.3-4ab.5-6; Rom 1:1-7; Mat 1:18-24.

Renungan:

MINGGU Adven yang keempat ini mengundang kita untuk bersukacita. Sukacita karena janji Allah kepada para leluhur Israel terpenuhi; sukacita karena Allah berkenan menyatakan diriNya secara penuh dalam wujud manusia. Rencana sukacita Allah itu juga menuntut pemberian diri pribadi Yusuf. yang “ketiban sampur”. Dalam pergumulan iman itu Yusuf mengalahkan pikiran, perasaan dan rencana-rencanaNya sendiri, untuk melaksanakan rencana sukacita Allah. Dan secara iman, kita percaya, bahwa Yusuf melaksanakan diri sebagai suami dan ayah dengan sukacita dan gembira, walaupun tidak sama seperti ayah atau suami yang lain. 

Ada perbedaan mendasar antara orang yang bersukacita sebagai penonton dengan sukacita sebagai pemain. Banyak orang senang karena mendapatkan keluarga yang baik, komunitas yang baik, gereja yang baik. Namun sukacita ini tidak cukup, karena kita masih memposisikan diri sebagai penonton. Karena jika keluarga tidak nyaman, komunitas tidak mengkrasankan dan gereja tidak seperti yang kita harapkan, dengan segera kita lari dari padanya dan mencari tempat yang menggembirakan kita.  Sukacita kita tidak boleh hanya sekedar menjadi penonton, kita diundang untuk mengalami sukacita menjadi pemain; orang yang mau terlibat, berkorban, bersusah-susah, mengalahkan kepentingan diri, menundukkan perasaana dan mengubah rencana-rencana pribadi untuk kebaikan banyak orang. Ini adalah sukacita sebagai pemain. 

Setiap orang merindukan hidup perkawinan dan keluarga yang baik; setiap anggota senantiasa menginginkan komunitas yang satu dan saling mendukung; setiap umat ingin mempunyai gereja yang dinamis-semangat dan hidup; Dan keinginan itu membutuhkan pemberian diri dari kita. Allah mengundang kita untuk belajar seperti Yusuf: orang baik yang belajar menundukkan diri, perasaan, dan rencana-rencananya pribadi semata-mata untuk kepentingan Allah. Dan dalam iman kita percaya, bahwa setelah mengalami pergumulan itu, Yusuf melaksanakan tanggungjawabnya sebagai suami dan ayah dengan sungguh-sungguh dan sukacita walaupun tidak sama seperti yang terjadi dengan orang kebanyakan. 

Kontemplasi:

Gambarkan bagaimana pergumulan Yusuf menemukan sukacita dalam menerima perutusan Allah. 

Refleksi:

Apakah sukacita menjelang natal yang kurasakan muncul karena aku mau terlibat dalam rencana Allah dan melaksanakan tanggungjawabku dengan sukacita? Ataukah sukacita itu masih merupakan sukacita karena menyaksikan natal? 

Doa: 

Ya Bapa, terima kasih boleh melibatkan kami untuk terlibat dalam rencanaMu. Semoga dengan menundukkan diri kami, kami mempersiapkan natal dengan sukacita dan kegembiraan yang mendalam. 

Perutusan:

Jangan berhenti dalam sukacita ketika anda menerima berkat yang baik dari Allah; tetapi bersukacitalah ketika Allah berkenan memanggil anda untuk terlibat dalam rencanaNya.

(Morist MSF)  

Selamat hari Ibu

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here