Lomba Penulisan Multikultur Komkep KWI: Tiga Pemenang Tawarkan Solusi Intoleransi

0
533 views
Romo Antonius Haryanto Pr, Sekretaris Eksekutif Komisi Kepemudaan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI).

KOMISI Kepemudaan Konferensi Waligereja Indonesia (Komkep KWI) akhirnya menetapkan tiga pemenang lomba penulisan dengan tema multikultur. Hasil lomba ini diumumkan di Jakarta pada hari ini, Selasa, 4 Juli 2017.

Ditulis dalam format “surat kepada sahabat”, ketiga pemenang berhasil menyisihkan karya 200 lebih peserta lain. Inilah lomba penulisan multikultur pertama oleh Komisi Kepemudaan KWI.

Kompetisi ini dilangsungkan untuk menyambut 7th Asian Youth Day 2017 yang akan berlangsung tanggal 30 Juli sd. 6 Agustus di Yogyakarta. “Lomba penulisan multikultural diadakan untuk melihat bagaimana orang muda mengalami dan menjalani perbedaan,” ujar Romo Antonius Haryanto Pr, Sekretaris Eksekutif Komisi Kepemudaan KWI.

Menurut Romo Hary – begitu dia biasa disebut – suara orang muda lewat kompetisi penulisan ini akan memperkaya dan menerbitkan inspirasi untuk membangun kehidupan yang toleran dan damai.

Tim juri  terdiri dari:

  • Anik Wusari (Direktur Eksekutif Indonesia untuk Kemanusiaan sebagai Ketua).
  • Hermien Y. Kleden (Redaktur Senior Tempo sebagai anggota).
  • Alamsyah M. Djafar (Senior Officer Bidang Advokasi dan Riset Wahid Institute sebagai anggota).

Ketiga juri ini telah melangsungkan rapat tertutup pada hari Senin petang, 3 Juli 2017 di kantor Komisi Kepemudaan KWI, Jalan Cikini II No. 10, Jakarta Pusat. Setelah berdiskusi dan berdebat selama beberapa jam,  ketiganya bersepakat menetapkan tiga karya sebagai pemenang dari 40 finalis.

Ketiga pemenang

  • Filisianus Richardus Viktor dari Kota Pontianak, Kalimantan Barat, meraih juara pertama dengan karya tulis berjudul “Satu yang Tak Sama: Dia Masih Keluargaku.”
  • Posisi kedua direbut oleh Maria Chris Lievonne asal Jakarta lewat tulisan berjudul “Teruntuk Sahabat-sahabatku”.
  • Pemenang ketiga adalah Olida Ferawati dan ia berasal dari Pematangsiantar, Sumatera Utara dengan naskah berjudul “Damai Indonesia Mulai dari Anak”.

Inilah kompetisi penulisan multikultur pertama yang diselenggarakan oleh Komisi Kepemudaan KWI.

Anik Wusari menyatakan, “Sangat menarik melihat perspektif orang muda lintas iman dan lintas daerah Indonesia berbicara tentang situasi terkini, termasuk rasisme dan intoleransi, dalam tulisan-tulisan mereka”.

Ketua Juri ini menambahkan, “Banyak hal mengejutkan dari pengalaman mereka.”

Alamsyah Djafar yang lama berkecimpung di bidang advokasi dan riset mengaku terkesan oleh keterbukaan anak-anak muda ini berbicara tentang situasi “sulit” di lingkungannya, termasuk diskriminasi dan rasisme. “Melalui cerita-cerita mereka, kita melihat kesenjangan minoritas-mayoritas, “kata Alamsyah.

“Pengalaman mereka membuat kita bisa lebih memahami sikap dan perasaan antar-kelompok yang berbeda,” dia menegaskan.

Selain melihat keberanian anak-anak muda ini berbicara tentang aneka problem multikultur, juri Hermien Y. Kleden juga mengaku terkesan pada tawaran-tawaran solusi yang mereka berikan. “Poin-poinnya sederhana, aplikatif dan orisinal karena lahir dari pengalaman pribadi di lingkungannya,” ujar Hermien.

Problem intoleransi

Ketiga juri menyoroti problem intoleransi yang dipicu oleh perbedaan agama, ras, budaya dalam karya ketiga pemenang — dan ketiga-tiganya menawarkan sejumlah solusi mengatasi intoleransi: mulai dari belajar menerima perbedaan walau pun prosesnya bisa sangat menyakitkan, hingga menanamkan spirit toleransi sejak usia dini pada anak-anak. Hal ini, menurut ketiga pemenang, adalah cara untuk hidup damai di Indonesia yang amat bhinneka dari segi budaya, kultur, agama.

Koordinator Lomba Penulisan Pingkan Serafien menyatakan panitia menerima lebih dari 250 naskah dari seluruh Indonesia. Yang menggembirakan, menurut Pingkan, peserta lomba datang dari lintas-iman, lintas kultur dan wilayah.

Bersama naskah ketiga pemenang, para juri menyeleksi 17 naskah lain yang akan diterbitkan dalam Bahasa Indonesia dan Inggris.  Selain diedarkan untuk masyarakat luas, buku ini akan disediakan sebagai salah satu bacaan inspiratif bagi peserta Asian Youth Day 2017.

Tema acara temu OMK internasional ini adalah “Joyful Asian Youth! Living The Gospel in Multicultural Asia” – di mana Indonesia –khususnya Keuskupan Agung Semarang—akan menjadi tuan rumah untuk pertama kalinya.

PS:

Naskah artikel ini disiapkan oleh Panitia. Informasi detil mengenai lomba ini bisa diperoleh kepada narasumber berikut ini.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here