Makin Sederhana, Makin Bahagia

0
1,757 views

I have learned to seek my happiness by limiting my desires, rather than attempting to satisfy them. (John Stuart Mills). Aku belajar mencari kebahagiaan dengan membatasi keinginan-keinginanku daripada berusaha memuaskannya.

 

Semakin kita berpikir sederhana, tampaknya kita semakin bahagia. Semakin sederhana keinginan kita, semakin bahagialah kita. Bahagia bisa dirasakan dan dialami dalam hal-hal kecil dan sederhana. Pengalamanku di masa kecil membuktikan hal ini.

 

Kali ini saya berbicara tentang kebahagiaan  makan soto sewaktu kecil. Soto yang kukisahkan ini bukan sembarangan soto. Soto inipun benar-benar mampu menggoyang lidah ketika disantap, dan rasanya akan bertahan lama melekat di langit-langit mulut. Lagi-lagi kisah ini terjadi waktu aku masih kecil, umur sekitar 5-8 tahun. Soto kegemaranku waktu itu adalah soto Pak Joyo. Warung soto Pak Joyo terletak di sebelah barat perempatan Palbapang, Bantul, Yogyakarta.

Setiap kali bepergian dengan Bapak dan melampaui perempatan Palbapang, pulangnya hampir selalu mampir ke warung soto Pak Joyo. Misalnya, ketika Bapak mengajakku ke kota Bantul, pulangnya mampir warung Pak Joyo. Atau, ketika Bapakku mengajakku berkunjung di rumah Pamanku yang waktu itu tinggal di daerah Padokan dekat pabrik gula Madukismo, pulangnya mampir makan soto Pak Joyo. Kalau perginya masih di selatan perempatan Palpabang, maka tidak ada ritual mampir makan soto di warung Pak Joyo. Makanya, tiap kali diajak pergi, aku berharap, tempatnya melampaui perempatan Palbapang, sehingga pulangnya ditraktir makan soto Pak Joyo.

 

Setiap kali motor Honda C90 warna biru itu bergerak dari arah kota Yogya ke selatan dan sudah sampai di daerah Sumuran (utara Palbapang), tangan kananku segera aku lambaikan ke arah kanan. Dada sudah berdesir. Mulut sudah menelan air. Jakun (meskipun waktu itu belum kelihatan) pun bergerak naik-turun. Sudah kebayang nikmatnya menyantap soto. Motor Honda Biru diparkir di depan warung. Langsung Bapakku memesankan semangkuk es campur (es buah) dan semangkuk soto. Sebentar kemudian hidangan datang, semangkok es campur dingin dan semangkuk soto puanasss. Aku segera menikmatinya. Bapakku duduk menungguiku.

 

Selain rasa sotonya khas nikmat, aku suka peyeknya. Ukurannya besar. Kacangnya besar, banyak dan rapat. Biasanya, aku makan soto dengan lauk peyek itu dan atau emping melinjo yang ukurannya juga besar (berbentuk setengah lingkaran). Sotonya enak. Peyek dan empingnya juga enak dan renyah. Waktu itu, aku tidak begitu memperhatikan wajah Bapakku, maklum terlalu asyik menikmati soto, peyek dan emping melinjo. Aku juga tidak tahu, apa yang dirasakan Bapakku melihat anak kecilnya itu “methekut” (asyik lahap) menyantap soto Pak Joyo. Barangkali karena melihat aku begitu menikmati dan suka soto Pak Joyo, Bapakku sering mengarahkan motornya ke situ tiap kali pergi bersamaku.

 

Akhir-akhir ini, tiap kali melintas perempatan Palbapang, seringkali terbersit spontan “Soto Pak Joyo” di benakku. Tentu aku tidak mampir lagi. Sejauh kuingat, aku makan soto di warung Pak Joyo juga hanya karena diajak Bapakku, tidak pernah ke situ karena diriku sendiri. Keramahan Pak Joyo setiap kali melayani para pelanggannya menurutku adalah bumbu yang paling lezat, yang membuat mereka betah dan ingin kembali menikmati sotonya. Pribadinya sederhana. Renyah kalau ngobrol. Dan keramahannya menarik perhatian banyak orang.

 

Terima kasih Pak Joyo. Terima kasih Bapakku. Karena sering dan biasa diajak Bapakku makan soto di warung Pak Joyo itulah, samapi sekarang salah satu santapan favoritku adalah soto. Bagiku, soto adalah makan sederhana, tidak rumit, tetapi mampu menyegarkan badan (yang lapar), dan menggembirakan hati. Suatu ketika nanti, akan kucoba lihat apakah warung Pak Joyo masih buka dan menjual soto. Kalau masih, kiranya asyik juga untuk sekedar mampir nongkrong di situ sambil menikmati sotonya.

 

Itulah kisah masa kecilku bagaimana menikmati soto menjadi sebuah kebahagiaan yang tiada tara. Banyak hal dalam hidup ini yang membuktikan bahwa semakin sederhana suatu hal semakin mampu memberikan kesegaran dan kegembiraan sejati. Maka benar kata John Stuart Mills: I have learned to seek my happiness by limiting my desires, rather than attempting to satisfy them.

 

Photo credit: www.kitabmasakan.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here