Maria Berwajah Khas Indonesia di Museum Maria Bunda Segala Suku MCI (3)

0
3,084 views
Museum Bunda Maria Segala Suku

RUANGAN itu tidak seberapa besar. Bisa jadi, “bilik kecil” itu hanya berukuran 3×3 meter. Meski kecil, namun aura “besar”nya terasa sangat kental memancar di  setiap titik ruangan.

Itu karena di dinding bilik kecil itu terpampang beberapa lukisan yang memperlihatkan Bunda Maria dengan beberapa “pose” dan wajah yang “tidak biasa” dan berbeda dari yang biasa kita saksikan selama ini.

Lebih mencolok mata lagi, tentu saja, apa yang tersaji di atas sebuah meja ukuran sedang di sudut belakang. Di situ ada sejumlah patung Bunda Maria dengan pancaran “wajah khas Indonesia” dengan label berjuluk “Maria Bunda Segala Suku”.

Bilik kecil itu menempati sebuah ruangan di Kantor Yayasan Marian Center Indonesia (MCI) di bilangan Kompleks Perumahan Tosiga. Lokasinya hanya “selemparan batu” dari Gereja Katolik Maria Bunda Karmel (MBK), Kebon Jeruk, Jakbar.

Di hari Sabtu malam tanggal 20 Oktober 2018 pekan lalu, bilik  kecil itu di MCI mendadak ‘gaduh’ oleh keramaian lantaran hadirnya puluhan umat Katolik menyaksikan peresmian Museum Bunda Maria Segala Suku.

Uskup Agung KAJ Mgr. Ignatius Suharyo memimpin Perayaan Ekaristi mengantar prosesi peresmian museum mungil di bilik kamar MCI. Ikut bersamanya sejumlah imam lintas tarekat. Sebuah prasasti berbahan kayu menandai “restu” KAJ atas berdirinya museum mini yang menu utamanya berupa sajian pernak-pernik Maria Bunda Segala Suku.

“Akhirnya sesudah perjalanan panjang, lahirlah Museum Maria Bunda Segala Suku. Kita semua berharap semoga di ruangan kecil ini, semangat Bunda Maria dapat semakin merasuk ke dalam batin siapa pun yang ikut di dalam devosi kepada Maria Bunda Segala Suku ini,” kata Mgr. Suharyo dalam homilinya.

Ia menaruh harapan, hadirnya Museum Maria Bunda Segala Suku ini bisa membantu umat Katolik dalam mengembangkan devosinya kepada Maria.

Lukisan Bunda Maria koleksi Museum Maria Bunda Segala Suku di MCI.
Lukisan bergambar Maria Bunda Segala Suku (kiri) dan varian lainnya.

Di antara sekian banyak penggiat devosional kepada Bunda Maria, yang paling bahagia dengan peristiwa tersebut adalah Gomas Harun. Meski lebih suka berdiri di belakang layar, namun umat Paroki St. Christophorus Grogol ini adalah sang penggagas utama munculnya Bunda Maria “versi” dengan wajah khas Indonesia ini.

Bunda Segala Bangsa

Di Israel, tepatnya di Nazareth—ada sebuah gereja dengan ‘warna’ tampilan khusus. Bukan warna catnya, melainkan tersedianya koleksi berbagai ornamen Bunda Maria dari segala bangsa.

Berbagai wujud ornamen itu berupa aneka wajah ‘lukisan’ yang terpancang rapi dan bagus di sepanjang lorong halaman luar gereja ini. Gereja berarsitektur menawan mengoleksi kreasi seni indah tentang ‘sosok’ Maria – Bunda Segala Bangsa. Pemandangan itu ada di Gereja Kabar Gembira atau The Church of Annunciation – Nazareth.

Hal sama juga terpajang di bagian dalam bangunan gereja tersebut. Dengan format ukurannya yang lebih besar, paparan aneka ornamen tentang ‘sosok’ Bunda Maria dari berbagai negara di seluruh dunia ini rasanya memberi pesan berharga kepada para peziarah. Tiada lain adalah gema penting bahwa ternyata Bunda Maria itu telah ‘menjadi milik’ komunitas internasional.

Berangkat dari kultur budaya dan sejarah masing-masing bangsa di setiap negara, maka setiap gambar ornamen tentang ‘sosok’ Maria – Bunda Segala Bangsa  ini tentunya juga mencerminkan cara bagaimana setiap bangsa mengimani Ibunda Yesus ini. Sekilas pandang, sudah tampak jelas bagaimana misalnya umat Katolik Indonesia menggambarkan ‘sosok’ Bunda Maria menurut “versinya” sendiri.

Patung mini Maria Bunda Segala Suku.

Bahkan kalau ditelisik lebih dalam lagi, ungkapan iman masing-masing kelompok etnis di Indonesia kepada Bunda Maria saja sudah amat beragam.

Cara masyarakat Jawa, misalnya, tentu saja akan berbeda dengan saudara-saudari seiman katolik dari kawasan NTT. Pun pula, masyarakat Dayak di Kalimantan pasti juga berbeda cara mengungkapkan imannya kepada Bunda Maria dengan umat katolik etnis Batak di Sumatera Utara; juga umat katolik di Manado akan mengungkapkan secara berbeda dengan umat katolik di Ambon.

Isi sama dengan kemasan beda

Konten iman segenap umat Katolik sedunia terhadap Bunda Maria itu pada dasarnya sama: inilah perempuan Yahudi yang telah melahirkan Yesus. Hanya saja, bentuk ‘format’ ungkapan iman dari setiap bangsa itu berbeda-beda.

Dan persis pada titik singgung inilah, sejumlah seniman dari berbagai negara –sebagaimana tersaji di sepanjang lorong dan di bagian dalam Gereja Kabar Gembira di Nazareth —lantas memiliki ‘caranya sendiri’ dalam  mengekspresikan imannya itu tentang ‘sosok’ Bunda Maria.

Sekali lagi, pengalaman personal masing-masing seniman berikut latar belakang kultur budaya dan sejarah bangsanya akan memberi warna tersendiri terhadap format ekspresi seninya terhadap ‘sosok’ Bunda Maria.

Prasasti peresmian Museum Maria Bunda Segala Suku.

Perjalanan panjang

Di Keuskupan Agung Jakarta, pertengahan Mei 2017 lalu, berbagai suguhan hasil kreasi seni tentang ‘sosok’ Bunda Maria khas Indonesia itu mengemuka.

Peristiwa ini seakan mendapatkan momentum makna kontekstualnya saat itu, ketika bangsa Indonesia waktu itu tengah mengalami ‘goncangan politik’ skala massif usai hingar-bingar Pilkada DKI Jakarta.

Berbeda dengan apa yang tersaji di The Church of Annunciation of  Nazareth – Israel, gelaran lomba mencari bentuk yang khas Indonesia dengan label “Maria Bunda Segala Suku” itu mengusung konsep ingin merawat kebhinnekaan Indonesia. Setidaknya itulah harapan Mgr. Suharyo di Aula Gereja Katedral Jakarta hari Senin tanggal 22 Mei 2017, ketika hasil perlombaan itu diekspos ke ruang publik.

NKRI, kata Mgr. Ignatius Suharyo, merupakan wujud karya Allah yang nyata di Bumi Nusantara ini. Yakni, fakta bahwa telah terjadinya arus semangat bersama dari berbagai elemen masyarakat yang terdiri dari berbagai etnis dengan aneka latar belakang yang bersama-sama berani mempertaruhkan hidupnya demi terciptanya sebuah nation baru: Indonesia.

Dalam konteks historis perjuangan bersama ‘melahirkan’ bangsa dan negara Indonesia itulah, kita semua –demikian ajakan Mgr. Ignatius Suharyo—layak melambungkan banyak doa kepada Bunda Maria untuk ikut serta merawat kebhinnekaan dan kesatuan NKRI.

“Pertama kali saya mendengar rencana panitia mau mengadakan sayembara melukis atau membuat patung Bunda Maria Segala Suku, maka  di hati terdalam saya mau mengatakan ini sungguh merupakan sebuah gagasan yang cemerlang. Karena itu, saya pun meyakini bahwa ide  menciptakan gambar atau patung Maria Bunda Segala Suku merupakan salah satu bentuk usaha merawat NKRI,” ujar Mgr. Suharyo.

“Maria – Bunda Segala Suku”, Mencari Visualisasi Sosok Bunda Maria yang Khas Indonesia (2)

Dalam gelaran lomba tersebut, muncul berbagai kreasi seni bernafaskan iman kristiani akan ‘sosok’ Bunda Maria dalam wujud patung dan lukisan.

Menurut Ketua Panitia, M. Hanafi, gagasan besar ini sebenarnya sudah ingin digelar sejak tahun 2015 lalu. Berbagai kendala menjadikan ide cemerlang ini mundur hingga akhirnya baru kesampaian pada pertengahan tahun 2017 ini.

Perlombaan itu sendiri sejak awal memang sengaja dirancang untuk merajut semangat kebersamaan dalam keberagaman suku di Indonesia. Ini terbukti dengan banyaknya animo partisipan yang mengikuti ajang lomba kreasi seni; sebagian para seniman katolik dan denominasi kristiani lainnya dan sebagian lagi para seniman non kristiani – dari Sumatera hingga Papua.

Robertus Gunawan, pelukis Maria Bunda Segala Suku yang memenangkan lomba mencari sosok wajah Maria bercitarasa khas Indonesia.

Laporan panitia menyebutkan, ada 54 hasil kreasi seni terdiri dari  44 karya lukisan dan 14 karya patung dengan nafas etnik khas daerah asal para seniman tersebut. Hasil lomba ini mengukuhkan seniman asal Yogyakarta bernama AM Zacharia menjadi pemenangnya. Karyanya berupa patung Bunda Maria berbahan dasar keramik dengan format ketinggian 60cm dan berbobot 7,2 kg. Hasil kreasinya laku terjual  senilai Rp 45 juta dalam lelang spontan.

Panitia juga menerbitan keputusannya mengukuhkan karya seni berupa lukisan “Bunda Maria Segala Suku” karya Robertus Gunawan dari Jakarta sebagai pemenangnya.

Karya seninya mengambil bahan dasar semangat tema Bhinneka Tunggal Ika yang menggambarkan ‘sosok’ Bunda Maria dengan latar belakang salib sembari mengempit Rosario Merah Putih. Hasil lelang atas lukisan ini membukukan angka perolehan Rp 25 juta dan hasil duplikasinya dinilai sebesar sejuta untuk ukuran kecil dan lima juta rupiah untuk format lebih besar.

Citarasa khas Indonesia

Kepada Sesawi.Net,  Gomas Harun — penggagas utama ajang lomba—menyebutkan ajang lomba ini sempat dia utarakan kepada Uskup Agung KAS (waktu itu) alm. Mgr. Johannes Pujasumarta pada tahun 2015 dan gagasan itu mendapat dukungan penuh.

Ketika ide ini dilontarkan kepada perwira tinggi TNI AL –almarhumah Laksamana Muda Christina Maria Rantetana—ternyata gayung pun ikut bersambut.

Gomas Harun berdiri di bilik Museum Maria Bunda Segala Suku di Marian Centre ndonesia (MCI), Sabtu malam tanggal 20 Oktober 2018.

“Sebagai penggagas ajang lomba ini, saya harus mengatakan ini. Latar belakang utamanya adalah fakta bahwa hampir di seluruh dunia telah ada gambaran tentang sosok Bunda Maria versi masing-masing negara di seluruh dunia. Tiongkok juga punya kreasi seni tentang sosok Bunda Maria. Nah, kita sebagai bangsa Indonesia yang multi etnik ini rasanya kok belum punya kreasi seni yang mewakili ‘sosok’ Bunda Maria yang khas bercitarasa Indonesia, tentu saja sesuai dengan latar belakang masing-masing budaya lokal,” tulis Gomas Harun kepada Sesawi.Net beberapa waktu lalu.

Sambutan singkat Gomas Harun menyapa hadirin.

 

Ide ‘nakal’ itu, kata  Gomas, sebenarnya sudah muncul sejak empat tahun lalu. Namun, butuh waktu untuk memperjuangkannya dan meyakinkan hirarki Gereja Katolik  bahwa ini merupakan sesuatu yang layak dikerjakan.

“Puji Tuhan, di  tahun 2015 lalu, restu dan izin itu kami peroleh dari hirarki. Uskup Agung KAS waktu itu  alm. Mgr. Johannes Pujasumarta amat mendukung gagasan ini. Begitu pula Kardinal Julius Darmaatmadja SJ dan Uskup Agung KAJ  Mgr. Ignatius Suharyo,” kata Gomas Harun menjawab Sesawi.Net.

Ditanyai darimana mendapat ilham ide cemerlang itu, dengan rendah hati Gomas Harun hanya menjawab pendek. “Saya ini orang awam dan merasa telah mendapat ‘tugas khusus’ dari Bunda Maria untuk melakukan ini.” (Berlanjut)

Kredit foto: Mathias Hariyadi.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here