Mengakrabi Ketakutan Dalam ‘The Good Dinosaur’

1
3,378 views

ADA film bioskop yang pas untuk tontonan di masa Adven ini, the Good Dinausaur, film animasi tiga dimensi mengenai keluarga dinosaurus produksi Pixar dan dirilis oleh Walt Disney.

Arlo, tokoh utama di film ini, justru seekor dinosaurus yang dilahirkan sebagai si bungsu yang terkecil dan terlemah dibanding saudara-saudaranya, Buck dan Libby. Ketakutan yang berlebihan terhadap guntur, masih bisa diterima, tetapi ketakutan terhadap hewan kecil seperti serangga, ayam, kalkun membuatnya gagal untuk menjalankan tugas sekecil dan sesederhana apapun yang diperintahkan oleh sang ayah, Henry.

Untuk menumbuhkan keberanian, rasa percaya diri, dan tanggung jawab, Henry akhirnya memberikan sebuah tantangan tugas kepada Arlo untuk menangkap dan membunuh  hama pencuri suplai jagung keluarga dinosaurus petani ini. Jebakan pun dipasang dan berhasil. Hama jagung itu ternyata seorang anak gua. Arlo berhasil menangkapnya tapi ia tidak tega membunuh anak kecil itu. Alih-alih justru ia melepaskan si anak gua itu. Hal itu yang membuat Henry marah dan mengejar si hama jagung.

Dalam pengejaran di pinggir sungai dalam cuaca buruk penuh guntur, Henry dan Arlo kehilangan jejak si hama jagung. Tiba-tiba air bah datang dan menghantam Henry. Untung, Henry sempat melemparkan Arlo ke tempat yang lebih tinggi. Arlo selamat, sayang Henry mati. Arlo pun mengutuk diri atas kematian sang ayah gara-gara jiwa pengecutnya.

Sepeninggal Henry, Arlo pun menolong ibunya memanen jagung sebelum musim dingin tiba. Sampai suatu hari, ia menemukan si hama jagung sedang makan lahap di dalam lumbungnya. Dipicu oleh rasa marah dan dendam, Arlo mengejar si hama jagung untuk membunuhnya. Tapi Arlo yang ‘letoy’ bukan tandingan si anak gua yang trampil dan ‘trengginas.’ Dalam pengejaran di sungai, Arlo justru tercebur ke sungai deras dan jatuh pingsan setelah kepalanya terantuk batu besar.

Ketika sadar, Arlo menemukan dirinya tersesat jauh dari rumah. Cemas, takut karena keluar dari lingkungan aman, Arlo pun mencoba segala cara untuk bertahan hidup dan sayangnya…gagal terus. Di tengah situasi itu, muncul si anak gua yang menolong Arlo bertahan hidup. Merekapun akhirnya bersahabat dan Arlo memanggilnya dengan nama Spot.

Cerita selanjutnya adalah petualangan yang kemudian dijalani oleh dua sahabat: Arlo dan Spot dalam perjalanan pulang, melewati berbagai rintangan, terutama menaklukan ketakutan di dalam diri.

Takut dan cemas Kita
Di masa Adven ini, kita disuguhi berita-berita yang membuat jeri, takut dan cemas. Penembakan yang menewaskan puluhan orang di Paris, Perancis dan San Bernadino di Amerika Serikat mengagetkan sekaligus menakutkan. Ancaman perang, kerusakan lingkungan, kabut asap menyadarkan kita bahwa kita sering kali tidak punya kuasa dan kontrol terhadap apa yang terjadi di sekitar kita.

Justru dalam suasana batin itulah, kita memasuki masa Adven ini yang jelas-jelas menanting dan menantang kita untuk bersikap yang sebaliknya: gembira dan penuh harap.

Dalam masa Adven (yang berasal dari adventus dalam bahasa Latin yang berarti kedatangan) ada dua jenis kedatangan yang dirujuk, yaitu kedatangan Kristus yang kedua pada akhir zaman (Adven eskatologis) dan kedatangan Kristus yang pertama di Betlehem (Adven historis). Sebagaimana tercermin dalam liturgi, dari minggu pertama Adven sampai tanggal 16 Desember, liturgi diarahkan ke kedatangan Kristus yang kedua sehingga bacaan pun diwarnai oleh Adven eskatologis ini. Mulai tanggal 17 Desember hingga 24 Desember, bacaan diarahkan ke persiapan menyambut kelahiran Yesus di Betlehem.

Dengan meletakkan dua Adven dalam satu keranjang masa Adven, mau disampaikan ajakan agar kita menghayati kembali masa penantian panjang umat manusia untuk kehadiran Kristus yang pertama, tetap sekarang ini penantian itu diarahkan kepada kedatangan-Nya yang kedua.

Kesadaran itu sekaligus menghadirkan wajah eskatologis Gereja sebagai peziarah, gereja musafir. Gereja hidup dalam keberlangsungan proses karya keselamatan Allah yang sudah dinyatakan Yesus Kristus, dan sedang ditumbuhkan serta dinantikan kepenuhannya, sebagaimana ditegaskan dalam Katekismus Gereja, “Dalam perayaan liturgi Adven, Gereja menghidupkan kembali penantian akan datangnya Mesias; dengan demikian umat beriman mengambil bagian dalam persiapan panjang menjelang kedatangan Penebus yang pertama dan membaharui di dalamnya kerinduan akan kedatanganNya yang kedua.

Dalam perspektif Adven eskatologis, Gereja mengajak kita untuk menghayati keutamaan pengharapan dengan mantap dan gembira. Pengharapan itu diungkap dalam pertobatan dan sikap berjaga-jaga untuk menyambut kepenuhan penebusan. Sedangkan, dalam perspektif Adven historis, Gereja mengajak kita untuk bersikap takwa dalam iman, percaya kepada Yesus Kristus dan ajaran-ajarannya sebagai penjelmaan Allah Putra.

Belajar Mengakrabi Ketakutan
Kembali ke film besutan sutradara Peter Sohn ini, dalam episode demi episode ketakutannya, Arlo diajari oleh berbagai tokoh yang dihadirkan sepanjang film untuk alih-alih lari menghindar dari ancaman yang menakutkan, justru dengan menghadapi dan mengakrabinya. Ketakutan bisa menghinggapi siapapun bahkan makhluk terkuat sekalipun. Namun sikap untuk menghadapi ketakutan itulah yang membedakan antara pemenang dan pecundang. Pada akhirnya, Arlo pun harus memilih apakah menyerah kalah pada ketakutannya atau mengatasi ketakutannya dan menyabung nyawa untuk memperjuangkan kehidupan.

Ayah Arlo, Henry, dalam salah satu sesi pengajaran untuk menumbuhkan keberanian Arlo mengatakan, “You have to get through your fear to see the beauty on the other side,” Terkadang, engkau harus menerobos ketakutanmu untuk bisa melihat keindahan yang ada di sisi yang lain.”

Meskipun mendapatkan berbagai kritikan sebagai film ‘gatot’ alias gagal total karena secara visual di bawah standar dibandingkan film-film lain produksi Pixar sehingga penjualan tiketnya pun  tidak cukup untuk menutup biaya produksi, film ini tetap layak dan menarik untuk ditonton. Minimal saat keluar dari bioskop, istri saya bertanya,”Kok sebelahku kulihat menyeka air mata tadi. ‘Emang, filmnya sedih?”

Kredit foto: Pixar/Walt Disney

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here