Menyalakan Pelita Pendidikan di Pelosok Indonesia

1
3,451 views

ADA yang tahu kapan Hari Melek Huruf International? Mungkin tidak banyak yang tahu kalau tanggal 8 September UNESCO sejak tahun 1965 telah mencanangkan sebagai Hari Melek Huruf Internasional (International Literacy Day).

Literacy is a human right. UNESCO meyakini bahwa setiap anak berhak memiliki pijakan yang kuat dalam membangun potensi dirinya lewat pendidikan, yaitu kemampuan membaca.

Dalam pidatonya pada perayaan International Literacy Day tanggal 8 September 1994, Presiden Clinton pun mengungkapkan bahwa “Literacy is not a luxury, it is a right and a responsibility.”

Faktanya, di ‘sudut-sudut’ Indonesia, literacy is still a luxury.

Ironis memang, ketika kemewahan bagi sekolah di Jakarta diasosiasikan dengan SPP mahal, tenaga pengajar asing, pun kelas internasional dengan fasilitas super lengkap. Sementara di pelosok negeri, sekian ribu kilometer dari Jakarta, jangankan bisa membaca, bisa duduk di bangku sekolah saja bisa jadi merupakan suatu kemewahan. Kemampuan baca tulis justru menjadi barang langka di sekolah.

Merujuk pada pidato Clinton, mari menggarisbawahi kata responsibility. Buta aksara atau illiteracy jelas menjadi isu penting di dunia pendidikan. Pemerintah mewajibkan setiap anak untuk menempuh pendidikan dasar selama 9 tahun, sehingga wajar saja jika sekolah –terutama sekolah dasar– menjadi tumpuan utama sekaligus dipandang sebagai lembaga yang paling bertanggungjawab atas terbebasnya anak dari buta aksara. Tentu, beban terberat ada di pundak guru, yang merupakan ujung tombak sekolah.

Tapi apa iya masalah ini hanya menjadi tanggung jawab guru?

Para pengajar di ‘sudut-sudut’ Indonesia berjuang dengan segala keterbatasan sarana prasana yang mendukung kegiatan belajar mengajar, tentunya sulit jika mereka harus berjuang memberantas buta aksara sendirian. Pendidikan bukan hanya tanggung jawab sekolah.

Pendidikan bukan hanya tanggung jawab guru di kelas. Pendidikan bukan sekedar mengejar angka melek huruf yang tinggi, tapi juga menjadi benih tumbuhnya minat baca dalam diri anak-anak.

Mungkinkah kita bisa menyalakan Pelita Pendidikan disana? Beranikah kita membantu adik-adik kita mendapatkan terang pelita itu?

It is not enough to simply teach children to read; we have to give them something that worth reading. (Katherine Patterson)

Tautan: http://albhum2005.com

 

1 COMMENT

  1. saya suka ini. Melek huruf bukan kemewahan, tapi seringkali masih terhitung amat mewah untuk anak-anak di pelosok negeri ini.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here