Mgr. Suharyo di Roma bersama Irrika: Merawat Warisan Cinta Tanahair

0
839 views
Mgr. Suharyo bersama sebagian peserta diskusi.

PENGURUS Irrika Italia menyelenggarakan diskusi kebangsaan di Collegio del Verbo Divino (SVD) Roma, Minggu sore, 24 Februari 2019. Tema diskusi yang diangkat adalah “Deradikalisasi Radikalisme Religius di Indonesia”.

Nara sumber yang dihadirkan adalah Mgr. Ignatius Suharyo, Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) sekaligus Uskup Agung Jakarta.

Mgr. Suharyo memaparkan gagasannya dalam diskusi,

Bulan-bulan ini, Italia dan negara-negara Eropa lainnya masih memasuki musim dingin. Udara dingin dengan angin yang besar tidak menyurutkan semangat seratus lebih anggota Irrika untuk hadir. Mereka terdiri dari para imam, suster, frater, dan bruder. Hadir pula Duta Besar RI untuk Tahta Suci Vatikan, HE Antonius Agus Sriyono. Selain itu, juga tampak beberapa umat yang hadir.

Irrika adalah Ikatan Rohaniwan-Rohaniwati Indonesia Katolik yang tinggal di Italia.

Satu-satunya di Indonesia

Dalam paparannya, Mgr. Suharyo mengungkapkan kebanggaannya pada Gereja Katolik Indonesia yang mempunyai rumusan teks Doa Prefasi Tanahair dalam buku Tata Perayaan Ekaristi. “Sejauh saya tahu, teks Doa Prefasi Tanah Air ini hanya ada satu-satunya di Gereja Indonesia. Apakah di Italia sini ada? Apakah para pastor pernah membaca teks Doa Prefasi Tanah Air Italia?,” tanya Mgr. Suharyo.

Peserta yang hadir pun serempak menjawab, “Tidaaakkk”.

Lebih lanjut beliau menguraikan, sejarah bangsa Indonesia menjadi tempat Allah melaksanakan karya penyelamatan-Nya. Keyakinan ini terungkap dalam rumusan Doa Prefasi Tanahair : ”Berkat jasa begitu banyak tokoh pahlawan, Engkau menumbuhkan kesadaran kami sebagai bangsa, … kami bersyukur atas bahasa yang mempersatukan, … dan atas Pancasila dasar kemerdekaan kami”.

Pastor Aleksander memandu jalankanya diskusi,

Dalam Doa Prefasi Tanahair ini, urai Mgr. Suharyo, ditegaskan ada tiga tonggak penting sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu Kebangkitan Nasional tahun 1908, Sumpah Pemuda tahun 1928, dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tahun 1945.

“Ketiga tonggak penting itu sebagai buah perjuangan para pendahulu kita sekaligus karya Allah. Kita perlu merawat ingatan bersama akan sejarah bangsa kita itu, mengemban tanggung jawab sejarah, apalagi menjelang pemilu 2019 ini. Saya sering mendoakan Prefasi Tanahair itu dalam misa bersama umat,” tegas Uskup Agung lulusan doktoral Kitab Suci di Universitas Kepausan Urbaniana, Roma.

Sejak zaman perjuangan, Gereja Katolik sudah terlibat dalam hidup berbangsa dan mencintai tanah air. Orang Katolik Indonesia pantas bangga karena ada para pendahulu yang telah diakui sebagai pahlawan nasional.

“Dari awam ada Pak Ignatius Kasimo. Dari hierarki ada Mgr. Soegijapranata. Dari Angkatan Darat ada Ignatius Slamet Riyadi. Dari Angkatan Laut ada Yosaphat (Yos) Soedarso. Dari Angkatan Udara ada Agustinus Adi Sucipto. Kurang apa coba? Jadi, sejak lama, Gereja Katolik sudah terlibat dalam hidup berbangsa dan cinta tanah air Indonesia,” papar Mgr. Suharyo.

Dubes RI untuk Tahta Suci menyampaikan sharing pengalaman.

Lebih lanjut, Mgr. Suharyo mengajak untuk merawat ingatan bersama atas warisan yang berharga dari para pendahulu untuk cinta tanah air tersebut. “Dari gagasan, kemudian diwujudkan dengan gerakan yang diulang-ulang, akhirnya diharapkan akan menjadi kebiasaan atau habitus,” tegas Uskup Agung Jakarta ini.

Ajakan ini sangat terasa dan sungguh ‘berbicara’ untuk para WNI yang sedang berada jauh dari Tanahair tercinta. “Datang ke KBRI Vatikan ikut mencoblos saat pemilu Sabtu 13 April 2019, menjadi salah satu cara kita untuk mencintai Tanahair,” ujar Pastor Aleksander Dancar SVD, Ketua Irrika sekaligus moderator diskusi.

Stop politisasi agama

Acara diskusi makin menarik dengan sesi tanya jawab dan sharing dari para peserta atas pengalaman karya. Salah satunya Pastor Markus Solo SVD, yang sudah berkarya di Dewan Kepausan Dialog Antar Agama Vatikan bertahun-tahun, mensharingkan pengalamannya mendampingi alm. Kardinal Jean-Louis Tauran dalam menjalin dialog antar agama ke berbagai negara, termasuk di Indonesia.

Seusai penandatanganan Deklarasi Abu Dhabi di Uni Emirat Arab, tutur Pastor Markus Solo, Paus Fransiskus meminta Dewan Kepausan Dialog Antar Agama Vatikan untuk mengawal dan mempromosikan isi deklarasi tersebut.  

Pastor Markus Solo SVD berbagi pengalaman.

Paus Fransiskus dan Imam Besar Al Azhar Dr. Ahmed At-Tayyeb telah menandatangani Deklarasi Abu Dhabi  pada 4 Februari 2019.

“Ditegaskan bahwa tindak kekerasan dan kebencian yang mengatasnamakan Tuhan tidak dapat dibenarkan. Stop politisasi agama,” papar ahli Islamologi asal Flores Timur, NTT ini.

Diskusi kebangsaan ini dapat terjadi berkat kerja sama Irrika dengan KBRI Vatikan. Kehadiran Mgr. Suharyo di Vatikan menjadi anugerah istimewa bagi Irrika. Maka momen ini dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Sebagai Ketua Konferensi Waligereja Indonesia, Mgr. Suharyo diundang oleh Paus Fransiskus untuk mengikuti konferensi di Vatikan pada 21-24 Februari 2019 yang membahas isu hangat “Perlindungan Anak-anak di Gereja”.

Dalam konferensi itu, Paus Fransiskus mengundang 114 orang Ketua Konferensi Waligereja sedunia ke Vatikan. Mereka terdiri dari 32 uskup dari Eropa, 36 uskup dari Afrika, 24 uskup dari Amerika Utara dan Selatan, 4 uskup dari Oceania, dan 18 uskup dari Asia.

Sesi diskusi.

Kredit foto: Romo Yohanes Gunawan Pr & Romo Isdaryanto SVD.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here