Minggu, 3 Juni 2018 Mrk 14 : 12-16.22-26: Life is Giving

0
569 views
Ilustrasi: Ketua Irrika Pastor Leo Mali Pr (tengah) memimin Perayaan Ekaristi di Roma bersama Romo Isdaryanto SVD dan Romo Purnama MSF. (Romo Yohanes Gunawan Pr/KAS)

KADANG kita merasa agar bisa memberi, kita harus terlebih dahulu memiliki, kaya atau minimal hidup berlebih dari kebutuhan rata-rata orang. Juga kadang kita berfikir bahwa memberi itu hanya terfokus pada hal hal materi.

Jika demikian, maka sangat lama dan sulit bagi kita untuk bisa memberi.

Hal ini berbeda dengan perjuangan orientasi hidup Yesus dalam sabda-Nya hari ini. Yesus memberi teladan tentang pemberian diri yang sempurna. Setelah para murid dibekali  dengan aneka pengalaman dan pengajaran tentang kerajaan Allah, saatnya Yesus tidak hanya bersabda. Melainkan Ia adalah pelaku sabda: “Ambilah, inilah tubuh-Ku.”

Sesudah itu, Yesus mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya  kepada mereka, dan mereka semua minum dari cawan itu. Dan Ia berkata kepada mereka: “Inilah darah-Ku, darah perjanjian yang ditumpahkan bagi banyak orang.”

Ini adalah kisah menumental saat Perjamuan Terakhir. Itu momen di mana Yesus mengilustrasikan diri-Nya sebagai roti dan anggur yang dibagi-bagi dan dipecah demi cinta dan keselamatan para murid.

Kisah ini kemudian dihadirkan atau dikenangkan kembali pada saat Perayaan Ekaristi dalam Doa Syukur Agung. Pengorbanan Yesus yang wafat di kayu salib diubah menjadi tubuh dan darah  untuk benar-benar menjadi makanan dan minuman rohani dan setiap orang yang mengimani beroleh hidup dalam Kristus dan diselamatkan.

Maka, Perayaan Ekaristi tidak lagi disebut ‘upacara misa’ tetapi ‘perayaan syukur’ karena kita yang rapuh dan penuh dosa dilayakkan untuk ikut serta dalam Doa Syukur Agung dan pada saat komuni, diri kita dilebur dan menyatu dengan tubuh dan darah Kristus.

Hingga saat itu diri kita juga diubah menjadi ‘manusia ekaristi ‘, karena tubuh Kristus telah menyatu raga dengan diri kita. Maka Perayaan Ekaristi semestinya menjadi perayaan yang agung, sakral penuh cinta dan syukur, karena tubuh dan diri kita yang rapuh dan penuh dosa disaturagakan dengan pengorbanan Kristus menjadi tubuh dan darah untuk kita makan dan kita minum sebagai santapan berkualitas bagi jiwa kita.

Setelah Perayaan Ekaristi berakhir, kita diutus meneruskan makna pemberian diri ini dengan menjadi manusia ekaristi yang siap untuk berbagi.

Artinya setelah tubuh Kristus masuk dalam tubuh kita, maka diri kita sebenarnya juga menjadi “tabernakel” tempat tubuh Kristus bersemayam dan disimpan. Tubuh Kristus itu harus dihormati oleh diri kita sendiri melalui sikap, tutur kata, dan perilaku yang mencerminkan gaya hidup Yesus yang telah menyatu raga dengan kita.

Sebaliknya, jika hidup kita serampangan atau sembarangan dengan mudah berbuat dosa dan melanggar cinta kasih, maka tubuh Kristus sesungguhnya tak layak tinggal dalam hati kita. Namun sebaliknya, dengan tubuh Kristus yang tinggal di tubuh kita membuat kita makin peka dengan sentuhan Allah untuk hidup makin berkenan bagi Allah dan menjadi berkat bagi sesama. 

Contemplating

Marilah kita satukan jiwa, raga, rasa dalam keheningan batin. Rasakan saat tubuh Kristus menyatu dengan tubuh kita yang rapuh.

Atuating

Pola hidup apa yang perlu kubiasakan atau kuubah agar hidup kita mencerminkan Tubuh Kristus yang tinggaL dalam diri kita.

Reflecting

Apakah pengalamanku dari hari ke hari telah membentukku menjadi manusia ekaristis yang siap berbagau kehidupan dengan sesama.

Praying

Tubuh Kristus kuatkanlah kami. Jiwa Kristus,  selamatkanlah kami.  Air lambung Kristus,  basuhlah kami, hingga jadikanlah diri kami manusia ekaristi yang senantiasa siap untuk berbagi kehidupan, meski kami tetap manusia rapuh, namun kuasa-Mu menyelamatkan kami. Demi Kristus Tuhan Kami. Amin.

Selamat Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus. Berkah Dalem.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here