Misa Pembukaan SAGKI 2015: Saatnya Saling Meneguhkan Satu Sama Lain

1
1,097 views

SEDARI awal misa pembukaan SAGKI 2015, Ketua Presidium KWI sekaligus Uskup Agung Jakarta Mgr. Ignatius Suharyo sudah menegaskan, pertemuan nasional umat katolik berserta hirarki Gereja Katolik Indonesia dalam SAGKI 2015 hendaknya menjadi forum dimana setiap orang bisa saling meneguhkan satu sama lain.

Penegasan ini  dia ulangi lagi dalam homilinya, ketika mencoba membahas korelasi antara Peringatan dan Doa Arwah Semua Orang Beriman dan Misa Pembukaan SAGKI 2015. Awalnya, kata Mgr. Suharyo, panitia sempat bertanya apakah acara SAGKI perlu diundur karena persis bertepatan dengan Doa Arwah untuk Semua Orang Beriman yang jatuh tanggal 2 November. “Saya katakan, itu tidak perlu,” kata Mgr. Suharyo.

Kalau tidak perlu, lanjutnya kemudian, maka ya harus dicari korelasi (keterkaitan) antara Doa Awah untuk Semua Orang Beriman dengan Misa Pembukaan SAGKI 2015. Menurut Mgr. Suharyo, Doa Arwah untuk Semua Orang Beriman menunjukkan iman kristiani yang mempercayai adanya hidup sesudah kematian. Di situ ada dua hal penting yang mendasari kepercayaan akan kehidupan setelah kematian itu. “Yakni kerahiman ilahi dan kemurahan hati Allah,” kata Mgr. Suharyo.

mgr suharyo pidato3
Mgr. Ignatius Suharyo

Dua hal itu terjadi dalam sejarah keselamatan dimana Tuhan datang dan “menjadi daging di antara kita” sebagaimana terjadi dalam proses inkarnasi Tuhan dalam sejarah keselamatan. Dua hal itu juga terjadi dalam keluarga dimana masing-masing anggotanya mengalami kerahiman ilahi dan kemurahan Tuhan.

Pengalaman inilah yang menjadikan setiap keluarga katolik merasa terpanggil untuk menjadi pewarta dan saksi-saksi iman akan kerahiman ilahi dan kemurahan Tuhan.

Kisah Injil
Yang menarik dalam kisah Injil pada misa pembukaan ini adalah model dialog – jawaban antara Malaikat Gabriel dan Maria dimana setiap kali ada pertanyaan Maria, maka Malaikat Gabriel memberikan jawabannya. Namun di akhir cerita, Malaikat Gabriel lalu meninggalkan Maria sendirian tanpa meninggalkan jawaban-jawaban berikutnya.

Karena itu, naluri seorang manusialah hingga kemudian Maria datang mengunjungi Elisabeth saudaranya untuk “bertemu hati” dan kemudian saling meneguhkan satu sama lain. “Maria mendapat peneguhan dari Elisabeth dan pun pula sebaliknya ketika mereka saling memberi salam,” ungkap Mgr. Suharyo dalam homilinya.

misa pembukaan sagki
Misa Pembukaan SAGKI ke-4 tahun 2015 hari Senin malam tanggal 2 November 2015. (Mathias Hariyadi/Sesawi.Net)

Dalam sebuah pertemuan antar pribadi yang saling meneguhkan itulah, Maria dan Elisabeth menemukan “ruang bersama” bagi sebuah perjumpaan yang sejati. Dan perjumpaan-perjumpaan sejati inilah yang ingin kita rasakan dengan ide besar mengenai gagasan “gereja rumah tangga” (ecclesia domestica) dimana setiap anggota keluarga merasa saling diteguhkan, melakukan doa bersama, dan menampung semangat persaudaraan bagi mereka yang membutuhkan pertolongan.

Bila perjumpaaan sejati ini dialami oleh setiap keluarga, maka dari situlah titik awal penting untuk melakukan sebuah ‘misi besar’ untuk perutusan keluarga dalam Gereja dan Masyarakat Indonesia yang begitu pluralis ini.

Menjadi pribadi mulia
Keluarga memainkan peran sangat penting untuk ‘misi besar’ ini , karena keluarga adalah sel utama masyarakat darimana muncul pribadi-pribadi yang mulia watak dan semangatnya. “Saya sengaja memilih kata ‘pribadi’ daripada manusia karena akar katanya diambil dari bahasa Latin yakni ‘persona’. Kata ini merupakan gabungan dua kata yakni ‘per’ yang berarti melalui dan ‘sonus’ yang berarti suara,” kara Mgr. Suharyo.

Dengan demikian, persona atau pribadi artinya orang yang mampu menjadikan dirinya sebagai ‘saluran’ suara ilahi yakni Sang Sabda sendiri. “Jadi pribadi katolik berarti mampu menggemakan suara Allah sendiri,” tandasnya.

Kalau hidup di dunia bisnis, maka hendaknya juga menjadi pribadi yang mulia, taat dengan etika bisnis. Kalau di masyarakat, ya hendaknya menjadi pribadi-pribadi dengan watak yang mulia dan bermartabat agar terbentuklah apa yang pernah disebut sebagai ‘keadaban publik’.

Kredit foto: Mathias Hariyadi/Sesawi.Net

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here