Online Class, Babak Baru Metode Studi Calon Imam di Tengah Pandemi Coronavirus

0
196 views
Belajar secara online dan berkebun. (Dok CP)

PADA tanggal 9 November 1748, Santo Paulus dari Salib –pendiri Congregatio Passionis (CP), menulis kepada Fr. Fulgensius Pastoreli CP sebagai berikut, “Aku tidak tahu kemana harus berpaling. Aku akan meletakkan segala sesuatu pada tangan kasih Tuhan. Dan membiarkan Ia menuntunku.”

Virus Covid-19 menggempur ranah apa saja di berbagai belahan dunia. Dia menggempur daya tahan manusia, menjadi ancaman maut bagi hidup manusia. Manusia dengan segala daya upaya, sesuai dengan naluri kodratnya, berjuang untuk tetap hidup dengan berbagai upaya. S

alah satu cara misalnya isolasi diri. Menjauhi kerumunan dan keluar rumah jika tidak mendesak dan penting. Dampak bagi psikologi, ekonomi, politik bahkan agama, terasa. Sangat terasa. Dan tidak semua orang siap menerima rasa itu.

Kebijakan pemerintah agar warga negaranya mengkarantina diri sampai badai virus ini berlalu, merambat juga pada kebijakan di dunia pendidikan. Apa pun namanya, sebut saja online class. Kuliah tanpa tatap muka dengan dosen. Berjumpa melalui perantara digital.

Para frater CP di studentat BPC ikut dalam babak baru metode ini. Class Online. Duduk di depan komputer/Laptop. Konsentrasi dan membiasakan diri dengan babak baru ini, demikian kata Pastor Avensius Rosis Kajang CP, salah satu dari formator Studentat BPC.

Mereka juga mengisi masa karantina ini dengan kerja fisik. Mencangkul dan menanam sayur di kebun. Selain untuk olahraga bermanfaat, agar tubuh berkeringat dan sehat. Juga sebagai daya upaya dalam segi ekonomi.

Mengacu kepada kutipan surat Pendiri Kongregasi Pasionis di alenia awal tadi. Kita percaya Tuhan adalah kasih. Kasih yang mempunyai rencana bagi manusia. Kasih yang meminta kita hanya berserah kepada-Nya, percaya kepada-Nya dan membuat kita selalu memperbaharui metode hidup agar lebih inovatif, lebih kreatif sehingga manusia tumbuh dan berkembang.

Kita tidak tahu apa Covid-19 punya hikmah atau tidak. Jika disebut ada hikmah, kita mungkin melukai perasaan korbannya. Jika disebut tak berhikmah, kita menggelapkan mata korbannya akan makna hidup. Seperti jati diri virus itu tidak jelas apakah tergolong makhluk hidup atau benda mati.

Okelah. Kita sebagai orang beriman selalu melihat dengan iman. Tentu ada pengharapan. Pasti ada kasih. Berjuang memaknai semua ini. Bahwa, selalu ada hal hal baru setelah badai berlalu.

Selalu ada upaya dan metode baru jika ada tantangan baru. Sekalipun tidak semua yang baru lebih baik dari yang lama. Namun, jika yang baru tidak dipelajari dan dicoba secara bijaksana tentunya, evolusi tidak ada.

Tantangan baru mendorong daya upaya baru. Nanti setelah dicoba, akan dibuang yang tidak berguna. Para frater, selamat memasuki babak baru ini, online class. Sekalipun terasa beda.

Nikmati dulu. Siapa tahu yang berbeda membuat kita bisa menilai yang lazim. Dan selamat bekerja… Tentu saling mendoakan agar kita semua sehat dan baik baik saja.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here