Pastor Edmund Nantes OP: Gadis Cantik Menari di Seminari Tinggi Interdiosesan Antonino Ventimiglia Pontianak (7)

0
1,519 views
Ilustrasi: Lukisan gadis cantik menari di aula Seminari Tinggi Interdiosesan Antonino Ventimiglia di Siantan Pontianak. (Sr. Maria Seba SFIC)

SIAPA pun yang masuk ke dalam aula Seminari Tinggi Interdiosesan Antonino Ventimiglia di Siantan, Pontianak, ini akan segera melihat sebuah lukisan indah yang diberi nama Oh Kalimantan. Lukisan ini adalah hasil goresan tangan kreatif seniman Iman Syah Aziz.

Potret perempuan muda nan cantik ini dilukis untuk menggambarkan suasana hutan dan alam Kalimantan yang tentunya zaman di “waktu dahulu kala”.

Menurut Father Nantes selaku inspirator, lukisan Oh Kalimatan ini mempunyai dua sisi.

  • Di lukisan Oh Kalimantan pada sisi sebelah kanan terdapat pesona alam yang menggambarkan hutan Kalimantan yang masih asri. Ada binatang-binatang khas hutan Kalimantan yang selalu diakrabi masyarakat Dayak seperti burung arue, enggang. Juga ada ikan arwana di dalam air sungai yang jernih. Terdapat pula aneka tamanan bunga anggrek dan sebagainya.
  • Pada sisi lain dari lukisan Oh Kalimantan itu, tersembul jelas unsur kekecewaan. Penampakannya ada di sisi sebelah kiri, karena ilustrasi itu menggambarkan hutan yang sudah rusak lantaran aksi penebangan liar tanpa terkendali dan aksi pembakaran.

“Bagian buruk dari wajah Kalimantan, ada kuntilanak, korban hutan kebakaran, sampah-sampah, ular, dan naga,” ungkapnya.

Lukisan yang rampung dalam kurun waktu dua bulan ini juga terdapat figur seorang gadis yang sedang menari di atas gong yakni simbol Maria Hawa Baru atau Maria Ibu Alam digambarkan dengan kostum daun.

Sementara gerakan menari di atas gong dengan kaki kiri menendang dan gerakan tangan menepis seperti mengusir memberi isyarat “Jangan” ini berarti memberi simbol supaya tetap waspada.

Aula seminari dengan sentuhan khas eni budaya Kalimantan Timur.

Lukisan Oh Kalimantan memberi pesan moral yang mengajak siapa saja yang datang mulai dari anak-anak, remaja, mahasiswa hingga orangtua untuk melindungi hutan Kalimantan.

“Satu painting yang berharga, bukan hanya indah tetapi mengandung pesan moral,” tutur Father Nantes seraya mengungkapkan bahwa pesan moral yang terkandung pada lukisan Oh Kalimantan ini merupakan hasil refleksinya akan spiritualitas St. Fransiskus Assisi sebagaimana termaktub dalam Laudato Si!, ensiklik Paus Fransiskus.

“Sebenarnya masih ada tambahan untuk gambar di bagian wajah Kalimantan yang rusak yakni pria pecandu narkoba dan di sebelah kanan ada perempuan yang belajar dan perempuan yang tengah memanen padi, namun space sudah padat,” ungkapnya tertawa. 

“Saya memberi ruang kepada para seniman untuk menuangkan ekpresinya agar mereka sungguh merasa bahwa ini adalah karya mereka. Karena itu, di situ juga tidak nama saya. Saya hanya bertindak sebagai inspirator saja. Oleh karena itu, selama proses lukisan itu dibuat, saya hadir sembari koreksi sana-sini hingga akhirnya gambar lukisan itu rampung,” ungkap Father Nantes.

Ia membeberkan sedikit bocoran. Lukisan Oh Kalimantan ini dibiayai sepenuhnya oleh salah seorang donatur yang konon mengaku wajah gadis cantik yang menari di atas gong itu mirip sekali dengan paras cantik puterinya.

Luikisan gadis cantik di aula Seminari Tinggi Interdiosesan Antonino Ventimiglia di Siantan, Pontianak.

Batang Garing, seni khas Palangka Raya

Paparan berikutnya terarah pada bangunan panggung Seminari.

Sentuhan desain bernuansa ukiran motif Dayak ini membuat panggung Batang Garing elok dipandang mata. Panggung ini selalu menjadi tempat di mana orang biasa melangsungkan ragam acara hiburan di seminari.

Inilah hasil karya seniman bernama Agus yang juga mengukir Stasi Jalan Salib dan tempat sandaran untuk Lilin Paskah di Kapel Sang Pamanih.  

Panggung ini tampak kokoh, karena ditopang empat pilar motif Dayak dengan bulu burung enggang sehingga menyerupai rumah adat Dayak yang biasa disebut Rumah Betang.

Salib Paskah Batang Garing

Father Nantes menjelaskan bahwa seni asal Kalimantan Tengah dengan nama Batang Garing ini merupakan simbol pohon kehidupan yang berakar dengan salib Yesus. Karena lewat salib Yesus, kehidupan kekal mengalir pada kita. Dan pada Salib Paska Batang Garing terdapat lima luka Yesus yang sudah mulia, menyala yang dilambangkan dengan intan-intan.

Kemudian ada tujuh bunga melambangkan 7 Sakramen Gereja. Dan di bawah itu ada dua ekor naga lambang iblis yang sudah ditaklukan oleh kebangkitan Kristus.

6 tempayan pernikahan di Kana

“Ada tempayan di batang garing dengan ukiran hati Yesus dan hati Bunda Maria. Ibu Maria sebagai hawa baru dan Yesus sebagai Adam baru,” jelas Father Nantes OP.

Kemudian enam tempayan menjadi simbol peristiwa perkawinan di Kana. Itu karena ada kaitannya dengan peristiwa di Kalvari, ketika Yesus wafat di kayu salib.

“Baik di pesta perkawinan di Kana dan di Kalvari, Yesus memanggil ibunya,” terangnya.

Imam yang juga mendirikan Sanggar Tari Dara Rinyuank ini menjelaskan bahwa simbol air yang keluar dari lambung Yesus di Kalvari itu mencapai kepenuhannya menjadi darah Kristus.

????????????????????????????????????

Malaikat Agung Mikael dan Gabriel

Di samping kiri dan kanan ada ukiran dua Malaikat Agung: Mikael dan Gabriel.

Father Nantes menjelaskan maknanya secara liturgis bahwa ketika manusia pertama jatuh dalam dosa, Taman Firdaus sudah dijaga oleh malaikat berpedang berapi-api. Dan itu adalah Malaikat Agung Mikael.

“Segera setelah jatuh dalam dosa sekaligus muncul pertobatan Injili, maka ketika sudah genap waktunya Malaikat Gabriel datang mengabarkan Kabar Sukacita,” demikian penjelasannya.

Kemudian di bumbungan di atas panggung Batang Garing terdapat logo serikat klerikal religius bertuliskan “Quaerite primum regnum Dei” yang artinya adalah “Carilah dahulu Kerajaan Allah.

Logo ini merupakan hasil karya seniman bernama Agustinus dan Rocky.

“Saya tempatkan logo mereka di bagian atas panggung Batang Garing dengan tulisan dari kata-kata Pastor Antonino, pelindung Seminari,” ungkap Father Nantes OP.

Gazebo yang membatasi Wisma Petrus dan Wisma Paulus — dua lokasi residensial untuk para frater calon imam diosesan se Reigo Kalimantan yang tinggal di Seminnari Tinggi Interdiosesan Antonino Ventimiglia di Siantan, Pontianak.

Wisma Petrus dan Paulus

Kemudian bincang-bincang santai bersama Father Nantes berlanjut menuju wisma tempat tinggal para frater. 

Wisma hunian untuk para frater dibagi menjadi dua unit. Yakni, para frater senior tingkat akhir tinggal di Wisma Petrus yang berada  dekat Kapel. Sementara para frater yunior tinggal di Wisma Paulus kurun waktu selama dua tahun, sebelum akhirnya pindah ke Wisma Petrus.

Wisma Paulus sebagai tempat residensial bagi para frater yunior.
Wisma Petrus di Seminari Tinggi Interdiosesan Antonino Ventimiglia untuk para frater senior.

“Para frater senior tinggal di Wisma Petrus, karena sebentar lagi akan tahbisan. Layaknya Santo Petrus bertahta sebagai Wakil Kristus di dunia dengan dengan lambang memegang kunci Kerajaan Surga, demikian halnya dengan para frater ini lebih banyak waktu untuk duduk, sibuk menyelesaikan tesis dan mempersiapkan diri untuk menerima tahbisan imamat,” jelasnya.

Ia mengatakan, para frater yunior di Wisma Paulus masih berpastoral yang dilambangkan dengan St. Paulus yang memegang pedang dan buku.

Empat aspek formasi

Sementara mendengarkan penjelasan Father, perhatian tertuju kepada empat simbol aspek formasi yang membatasi Wisma Petrus dan Wisma Paulus.

Aspek-aspek formasi yang ditempatkan di antara pondok (gazebo) yang membatasi kedua wisma tempat tinggal para frater ini adalah:

  1. Bidang kerohanian yang ditandai dengan simbol tangan yang berdoa dan burung merpati, tabernakel, Kitab Suci, dan bunga lili lambang kemurnian.
  2. Bidang studi berupa tangan yang menulis, ada tangan yang memberi, botol minum, helm,  laptop, dan telepon genggam.
  3. Komunitas berupa bola, sapu, ember, alat makan-minum.
  4. Bidang pelayanan dilambangkan dengan seekor bebek.

“Keempat simbol aspek  formasi ini diukir oleh seniman bernama Rinto Junagayo. Ia juga yang mengukir Malaikat Agung Mikael dan Malaikat Gabriel,” pungkasnya.

Patung Pastor Antonino Ventigmilia

Satu lagi karya Father Nantes yang kini menjadi identitas Seminari Tinggi Interdiosesan Regio Kalimantan. Yakni, monumen patung misionaris perintis Vikaris Apostolik pertama di Bumi Borneo: Pastor Antonino Ventigmilia.

“Berpedoman pada visi dan misi STAV, nama Pastor Antonino Ventimiglia ini diabadikan menjadi nama pelindung Seminari Tinggi Interdiosesan, agar para calon imam yang dididik di sini menghayati spiritualitas pelayan kepemimpinan yang mengumat seturut teladan Tatu (Kakek) Pastor Antonino Ventimiglia,” ungkap Father Nantes.   

Patung Pastor Antonino Ventimiglia pelindung Seminari Tinggi Interdiosesan di Siantan, Pontianak.

Monumen yang kini berdiri kokoh di halaman depan Seminari ini dibangun dalam rangka menyambut ulang tahun ke-20 tahun Seminari Tinggi Antonino Ventigmilia (STAV) dan Sekolah Tinggi Teologi (STT) Pastor Bonus yang dirayakan pada tanggal 18 Oktober 2018 yang lalu.

Di sisi kiri dan kanan patung Pastor Antonino Ventimiglia ada patung perempuan dan lelaki Dayak yang nampak seperti menyambut siapa saja yang berkunjung ke Seminari.

Keduanya merupakan simbol yang mewakili suku Dayak Ngaju-Kalimantan Tengah yang pertama menjadi Katolik.

“Dalam kurun waktu 20 tahun kehadiran STAV sebagai tempat pendidikan para calon imam, namun masih banyak umat belum mengenal siapa itu Pastor Antonino Ventimiglia. Oleh karena itu saya terpikir untuk membangun monumennya. Dan untuk proses eksekusi saya mengandeng seniman bernama Jonen,” demikian keterangan Father Nantes.

Namun menurut dia, ide awal yang melatarbelakangi untuk membangun monumen Pastor Antonino Ventimiglia ini adalah sebagai ungkapan tanda kasih dari Ordo Dominikan kepada STAV.

Catatan tanda kasih Ordo Dominikan kepada STAV dengan membangun monumen patung Pastor Antonino Ventimiglia.

 “Dua tahun pertama ketika misi Dominikan di Indonesia mulai dibuka, kami belum memiliki rumah. Oleh karena itu kami diperbolehkan tinggal di satu unit Wisma Petrus di STAV. Dan sebagai ungkapan terima kasih kami kepada STAV, kami membangun monumen patung Pastor Antonino Ventimiglia,” paparnya.

Kampus STT Pastor Bonus

Dalam kesempatan ini pula,  saya ikut melihat lampus Sekolah Tinggi Teologi Pastor Bonus yang mana terdapat desain-desain bernuansa budaya kontekstual buah karya Father Nantes OP.

Ketika masuk area Kampus STT, mata saya langsung mengarah ke Air Mancur Moroccan yang memberi suasana seperti di Fez, sebuah kota di Maroko Al Qawariyyin, universitas pertama dan tertua di dunia.

Universitas Al Qarawiyyin tertua kebanggaan masyarakat Maroko ini merupakan tempat filosof  Arab, Abusena (Ibnu Sena) mengenyam pendidikan.

Santo Thomas Aquinas konon belajar dari Averroes (Ibn Rushd) sehingga mempengaruhi pikirannya. “Karena itu, sejarah pendidikan itu juga dipengaruhi oleh budaya Islam,” jelas Father Nantes.

Penampakan kompleks Seminari dan STT Pastor Bonus dulu sebelum direnovasi.

Di bagian beranda didesain dengan motif  Islam. Karya seniman bernama Jonen ini menambah suasana kampus lebih nyaman.

“Sekali lagi saya ingin para frater merasa feel at home; baik ketika mereka di seminari maupun ketika mereka belajar di kampus,” harap Father Nantes.

Dinding-dinding Kampus STT juga dihiasi oleh foto-foto santo-santa: St. Fransiskus Assisi, St. Dominikus, St. Thomas Aquinas, St. Bonaventura, St. Yohanes Maria Vianney, St. Agustinus, St. Fransiskus Xaverius, dan sebagainya.

60 Frater jadi Imam

Menurut penuturan  Father Nantes, selama kurun waktu hampir 11 tahun mendampingi para calon imam diosesan se Regio Kalimantan ini, tercatat sudah ada 60 frater yang pernah bersamanya di Seminari kini telah menjadi pastor.

Pastor Edmund Nantes OP menjadi formator di Seminari Tinggi Interdiosesan Antonino Ventimiglia dan dosen Teologi Kontekstual di STT Pastor Bonus Pontianak.

“Misi Seminari yakni membentuk para frater calon pastor menjadi imam yang bersemangat pelayanan kepemimpinan yang baik menurut teladan Pastor Antonino Ventigmilia yang relevan dengan konteks  Kalimantan yang berakar pada budaya,” ungkapnya.

“Jangan lupa zaman now ini, kita harus menyiapkan imam yang mampu menggunakan media untuk melayani. Oleh karena itu, baik di Seminari dan kampus ini, kita menyediakan jaringan internet,” tambahnya.

“Juga agar mereka mampu bergaul dengan umat, orang muda dan mahasiswa. Ini agar mereka tidak jauh dari konteks  hidup sosial mereka yakni masyarakat umum. Mereka harus dibekali spiritualitas mendalam yang selalu dekat dengan Yesus yang menjadi dasar pelayanan mereka,” tandas Father Nantes mengakhiri bincang-bincang bersama penulis.

Tidak terasa bincang-bincang bersama Father Nantes tentang kiprahnya dalam panggilan dan karya pelayanannya selama kurang lebih 38 tahun sebagai imam Dominikan sudah di penghujung waktu.

Akhirnya saya  mohon pamit seraya mengucapkan terimakasih atas pertemuan yang menjadi pengalaman yang sangat meneguhkan panggilan bagi saya pribadi. (Selesai)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here