Paus Benedictus XVI Mundur: Saatnya Bicara tentang Konklaf (13A)

0
1,833 views

koklaf cerobong asap 3SETELAH hiruk-pikuk berita mengenai isu imunitas Kardinal Joseph Ratzinger selepas lengser keprabon sebagai Uskup Roma sekaligus Paus, kini ada saatnya kita bicara tentang konklaf. Acara penting dengan agenda utama memilih Paus baru ini sudah direncakan harus digelar selambat-lambatnya pertengah Maret 2013.

Mari kita bahas tahapan konklaf:

1. Vatikan memanggil semua Kardinal

Hal pertama-tama yang harus dilakukan Vatikan adalah memanggil semua Kardinal dari seluruh dunia untuk segera datang menghadiri hajatan gerejani maha penting ini. Kardinal ini resminya bukan sebuah ‘jabatan hirarkis’, melainkan lebih merupakan sebuah ‘gelar kehormatan’ yang dianugerahkan Tahta Suci kepada para pastur dengan kualifikasi bermartabat, suci, dan loyal kepada Vatikan.

Untuk menjadi seorang kardinal, Vatikan-lah yang punya ‘kuasa’ untuk menetapkan seorang imam apakah dianggap layak dinobatkan menjadi ‘pangeran’ Vatikan ini. Jadi, kardinal tidak selalu harus diberikan kepada seorang uskup yang memerintah sebuah wilayah gerejani ( diosis) tertentu.

Kardinal juga bukan sebuah ‘gelar’ yang diperoleh dari sebuah tahbisan. Monsinyur biasanya ditambahkan kepada seorang uskup lantaran mendapat tahbisan uskup. Tidak ada tahbisan kardinal. Namun, bisa juga seorang pastur ‘biasa’ lalu mendapat panggilan titular sebagai Monsinyur karena posisi jabatan atau kerja fungsionalnya yang strategis berikut jasanya yang gemilang bagi Gereja.

Di Indonesia, titel Monsinyur titular diberikan kepada Mgr. V. Kartasiswaja Pr, mantan Sekretaris Jenderal  MAWI (Majelis Waligereja Indonesia), kini menjadi KWI. Mgr. V. Kartasiswaya beberapa tahun lamanya menjadi ‘orang penting’ di  KWI, setelah sebelumnya menjadi dosen hukum Gereja di Seminari Tinggi Santo Paulus, Kentungan, Yogyakarta.

Kini, Mgr. V. Kartasiswaya yang sudah sepuh meniti hari-harinya di Domus Pacis –wisma romo-romo sepuh- di Yogyakarta.

Untuk urusan konklaf pertengahan Maret mendatang, Vatikan hanya akan mengundang Kardinal Julius Darmaatmadja, mantan Uskup Agung Jakarta dan Semarang. Sekalipun menjabat Ketua KWI, Vatikan tidak akan mengundang  Mgr. Ignatius Suharyo Pr datang menghadiri konklaf, karena beliau bukan seorang Kardinal.

2. Konklaf super rahasia

Acara utama  konklaf adalah serangkaian  tahapan pemilihan (eleksi) paus baru. Diselenggarakan dengan kaidah ketat yakni super rahasia.

3. Pemungutan suara

Pemungutan suara adalah ‘acara inti’ konklaf dimana 203 orang Kardinal dari seluruh dunia akan memberikan hak suaranya untuk memilih satu di antara “college of cardinals” yang mereka anggap paling layak dan bermartabat untuk bisa dijadikan Paus. College of Cardinal sudah barang tentu terdiri dari para kardinal senior –baik dari segi umur maupun pengaruh mondialnya—dan mereka biasanya adalah para uskup tertahbis yang kemudian mendapat ‘gelar kehormatan’ Kardinal.

Namun aturan konklaf yang mulai berlaku sejak tahun 1975 membuat amandemen penting, konklaf hanya akan menyertakan pesertanya yakni para kardinal dari seluruh dunia yang umurnya tidak lebih dari 80. Karena itu, dari jumlah cardinal sebanyak 203 orang dari segala penjuru dunia ini, nantinya hanya 120 Kardinal saja yang akhirnya datang memenuhi undangan hadir pada Konklaf.

Nah, berbagai spekulasi pun bermunculan.

Saat ini, Ketua College of Cardinals adalah Kardinal Angelo Sodano yang kini berumur 85 tahun. Karena usianya ini, beliau tidak ‘berhak’ lagi datang menghadiri Konklaf, sekalipun beliau sangat berpotensi bisa menjadi Paus karena senioritasnya dalam banyak hal. Kedudukannya akan digantikan oleh Kardinal Giovanni Battista Re.

Komposisi jumlah Kardinal yang berhak masuk ruang Konklaf adalah sebagai berikut: 67 Kardinal adalah hasil pengangkatan Paus Benedictus XVI; sisanya berjumlah 50 Kardinal adalah pengangkatan mendiang Beato Paus Yohannes Paulus II.

Dari jumlah itu tercatat 61 Kardinal berasal dari Eropa (21 orang Kardinal berdarah Italia), 19 Kardinal datang dari kawasan Amerika Latin; 14 Kardinal dari kawasan Amerika Utara (Kanada dan Amerika Serikat); 11 dari Asia dan satu Kardinal dari kawasan Oceania di Lautan Pasifik.

Selama berlangsung periode vacuum of power di Vatikan pasca pengunduran diri Paus mulai 28 Februari sampai waktu terpilihnya Paus baru pertengahan Maret 2013, maka kekuasaan Tahta Suci akan berada di tangan Kardinal Tarcisio Bertone. Dalam bahasa Italia, beliau akan menjabat sebagai camerlengo.

Dalam posisinya sebagai camerlengo inilah, Kardinal Bertone akan bertanggungjawab atas seluruh proses Konklaf pertengahan Maret mendatang. Kardinal Joseph Ratzinger adalah camerlengo pada konklaf terakhir yang mana malah menjadikan dirinya sebagai Paus Benedictus XVI.

Dalam Konklaf ini pula, seluruh proses eleksi dilakukan dalam prosedur protocol rahasia dan di bawah bimbingan Roh Kudus. Maka, para Kardinal dilarang keras melakukan kontak dengan dunia luar; mereka hanya dan hanya boleh sembahayang dan sembahyang saja.

Paus Yohannes Paulus II member amandemen proses konklaf yakni siapa yang mendapat angka terbanyak, nama itulah yang ‘berhak’ menjadi Paus. Namun, Paus Benedictus XVI mengubahnya di kemudian hari yakni kuota harus ‘terpenuhi’ yakni 2/3 plus 1 dari semua keseluruhan peserta konklaf yang menyetujui ‘kandidat potensial’ ini menjadi Paus.

Itu berarti, di sini ada unsur ‘diskresi bersama’ atau ‘musyawarah untuk mufakat’. Pilihan terbaik tidak serta merta datang karena punya suara terbanyak.

Dua dokter boleh masuk dalam ruangan konklaf, berikut sejumlah romo untuk mendengarkan pengakuan.

Seluruh proses eleksi Paus baru dalam Konklaf berlangsung di Kapel Sistina.

Begitu para Kardinal itu memasuki Kapel Sistina, mereka harus mengucapkan sumpah untuk menjaga kerahasiaan proses eleksi tersebut. Setelah semuanya mengucapkan sumpahnya, maka protokoler akan berseru lantang extra omnes yang berarti semuanya harus segera keluar dari ruangan ini (tentunya ini tidak berlaku bagi para kardinal peserta Konklaf).

4. Proses eleksi

Di hadapan para kardinal akan diberikan semacam kertas khusus untuk proses eleksi.

Hari pertama hanya akan diberikan satu kertas eleksi. Hari kedua dan ketiga akan diberikan dua kertas eleksi. Berbentuk persegi panjang, kertas eleksi Konklaf ini berisi kata-kata berbahasa Latin yang berbunyi: “Eligio in Summum Pontificem” yang kurang lebih berarti “Saya memilih (Kardinal ini) sebagai Paus”.

konklaf habemus papamTulisan Latin ini menghiasi hampir separoh dari kertas suara tersebut, terutama di bagian atas. Sementara di bagian bawahnya kosong mlompong karena di bagian inilah, para Kardinal harus menuliskan nama Kardinal tertentu yang dianggapnya layak dan bermartabat untuk menjabat sebagai Uskup Roma dan sekaligus menjadi Paus.

Begitu nama sudah ditulis, para Kardinal diminta segera melipat kertas itu sehingga nama kandidat Paus baru yang dia ‘lirik’ tidak sampai terlihat oleh para Kardinal lain.

Setelah diadakan pemungutan kertas-kertas suara dan dihitung sesuai jumlah Kardinal yang hadir, maka satu-per-satu kertas bertuliskan “Eligio in Summum Pontificem” dibuka dan dibacakan bersama.

Dengan menggunakan jarum khusus, petugas protokoler akan menembus kertas persis dimana tertulis kata “eligio” agar yang sudah ditembusi jangan sampai terulang kembali pada kertas-kertas lainnya.

Kertas-kertas suara itu kemudian dibakar dan asapnya keluar melalui sebuah cerobong kecil. Kalau asap itu berwarna hitam, berarti Konklaf belum berhasil mencetak Paus Baru. Ketika asap yang keluar dari cerobong itu berwarna putih, maka Paus baru pun berhasil terpilih.

Kalau proses pemungutan suara pertama belum mencapai kuota yang diharuskan, maka proses kedua pemungutan suara dengan mekanisme prosedur yang sama dilanjutkan dan demikian seterusnya sampai jumlah kuota suara sah berhasil dicapai. (Bersambung)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here