Pelita Hati: 28.12.2018 – Kanak-kanak Martir

0
896 views

Bacaan Matius 2:13-18

Setelah orang-orang majus itu berangkat, nampaklah malaikat Tuhan kepada Yusuf dalam mimpi dan berkata: “Bangunlah, ambillah Anak itu serta ibu-Nya, larilah ke Mesir dan tinggallah di sana sampai Aku berfirman kepadamu, karena Herodes akan mencari Anak itu untuk membunuh Dia.” Ketika Herodes tahu, bahwa ia telah diperdayakan oleh orang-orang majus itu, ia sangat marah. Lalu ia menyuruh membunuh semua anak di Betlehem dan sekitarnya, yaitu anak-anak yang berumur dua tahun ke bawah, sesuai dengan waktu yang dapat diketahuinya dari orang-orang majus itu. Dengan demikian genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yeremia:  “Terdengarlah suara di Rama, tangis dan ratap yang amat sedih; Rahel menangisi anak-anaknya dan ia tidak mau dihibur, sebab mereka tidak ada lagi.” (Mat. 2:13.16-18)

Sahabat pelita hati,

PERISTIWA Kelahiran Yesus yang dinubuatkan sebagai ‘Raja Israel’ menimbulkan ancaman bagi Herodes. Ia tak mau ada raja lain selain dirinya.  Kemarahan Herodes semakin menjadi-jadi karena orang-orang Majus tidak kembali ke Yerusalem dan menghadapnya tetapi mengambil jalan lain. Ia pun segera memerintahkan agar bayi Yesus dibunuh dan semua bayi yang ada di Betlehem. Tanpa mempedulikan ratap tangis ibu-ibu, disuruhnya membunuh semua kanak-kanak di daerah Betlehem. Inilah sepercik dari kebengisan Herodes yang haus kuasa. Konon, kebengisan dan kebejatannya tercatat dalam sejarah kehidupannya. Ia membunuh banyak orang termasuk tiga orang puteranya sendiri. Ia juga beristerikan sepuluh (10) orang. Dengan melihat pada kepribadiannya ini, kita dapat memahami tindakannya.

Sahabat terkasih,

Hari ini Gereja menghormati kanak-kanak korban kekejaman Herodes. Mereka adalah anak-anak tak berdosa dan menjadi martir Kristus. Pesta kanak-kanak suci Betlehem ini membawa pesan iman bahwa kesucian dan ketulusan tak boleh kalah dengan ambisi dan nafsu kekuasaan. Kita harus berjuang untuk mewujudkan kesucian dan kemurnian hidup sebagai saksi-saksi Kristus di zaman ini. Tidak harus mengorbankan nyawa tetapi mengorbankan ambisi pribadi dan ego diri demi pelayanan kepada sama. Itu sudah lebih dari cukup. Walaupun kecil dan sederhana usaha kesaksian dan kemartiran kita, setidaknya  kita telah menjadikan hidup sebagai wujud bakti persembahan kepada Tuhan. Teruslah bersaksi tentang kebaikan bagi sesama. Itulah wujud kemartiran kita di zaman ini.

Nikmat rasa secangkir teh poci,
menu sarapan sepotong roti.
Inilah pesta kanak-kanak suci,
korban kebengisan sebagai martir sejati.

dari Papua dengan cinta,
Berkah Dalem, Rm.Istoto

Kredit foto: Ilustrasi (Ist)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here