Pengalaman Studi di Taiwan: Sambal, di mana Ada Sambal? (4)

0
662 views
Suasana kantin Lakeside di kampus National Dong Wa University di Taiwan. (Teguh Santosa)

KALI ini, penulis ingin bicara soal kebutuhan pokok manusia, dimana pun berada, yakni makan. Bagi sebagian besar orang Indonesia yang berada dan sedang belajar di National Dong Hwa University (NDHU), makanan dan cita-rasa masakan Taiwan pada umumnya kuranglah disukai. Belum lagi bila kita bicara soal halal atau haram.

Satu hal yang pasti: keberadaan sambal amatlah susah ditemukan.

Ada beberapa solusi mengatasi ‘persoalan’ ini.

Sebagian warga Indonesia yang berada di sini menyempatkan diri untuk membuat dan memasak sendiri aneka hidangan sesuai selera, termasuk membuat sambal sendiri. Pilihan ini jelas memenuhi kebutuhan, lumayan berhemat, tetapi sedikit ribet dan memakan waktu.

Pengalaman Studi di Taiwan, Menikmati Pasar Malam di Hualien

Alternatif lain adalah bersepeda ke Zhixue dan kemudian membeli makanan di beberapa warung ala Thailand atau Vietnam yang menyediakan sambal nan akrab dengan lidah orang Indonesia.

Sayangnya, selain harga yang cukup mahal, itu juga butuh meluangkan waktu juga.

Pilihan lain adalah membeli makanan dan/atau makan di salah satu kantin dalam lingkungan NDHU, yakni kantin Lakeside (alias kantin tepi danau).

Kantin Lakeside.
Suasana lengang ketika belum tiba saat makan.
Bersih dan tertata rapi.
Kantin ini melayani kebutuhan makan-minum segenap warga kampus.

Di kompleks kampus NDHU yang luasnya lebih dari 3 hektar, tiap fakultas (atau college, istilah yang umum disini) memiliki kantin sendiri-sendiri guna memudahkan para karyawan dan mahasiswa untuk memenuhi kebutuhan makannya (karena minuman berupa air minum layak telah disediakan secara gratis di tiap lantai bangunan di seluruh lingkungan NDHU). Jadi, bagi mereka yang sedang buru-buru, dikejar waktu, atau memang berminat, kantin di tiap fakultas adalah pilihan paling niscaya.

Tentu, harganya tidaklah terlalu murah.

Di luar lingkungan kampus, masih ada beberapa kantin yang berdiri dan beroperasi setiap hari kerja (Senin-Jumat), salah satunya terletak di tengah area kampus NDHU dan tepat berada di tepi danau buatan, karena itulah ia dinamakan kantin Lakeside. Kantin ini buka mulai pukul 11.00 hingga 14.00 waktu setempat. Lalu mereka tutup untuk membersihkan area kantin beserta segala perlengkapannya. Kemudian buka lagi pada pukul 16.00 hingga 19.00, demikian setiap hari kerja.

Dapur yang bersih.

Ukurannya luas, bisa menampung lebih dari 500 orang sekaligus. Selain ukuran dan kapasitasnya, banyak hal unik-menarik dari kantin ini. Usaha kantin ini sudah berdiri dan beroperasi sejak 20 tahun lalu, tepatnya sekitar tahun 1998, dirintis oleh Bu Leu, demikian nama pemilik sekaligus pendiri yang kini tetap beraktivitas sembari didampingi oleh anaknya.

Kegigihan Bu Leu serta kepeduliannya atas kebutuhan makanan bagi para mahasiswa, para dosen, dan karyawan adalah pemantik usaha ini sejak awal. Oleh karena itu, selain masalah kebersihan dan rasa hidangan, soal harga juga menjadi concern utama Bu Leu sejak mula.

Mesin timbangan.

Berlandaskan kerjasama saling menguntungkan dengan pihak kampus, akhirnya diterapkanlah suatu sistem unik dalam penentuan harga makanan.

Pertama, saat kita masuk area kantin, kita mesti menempatkan diri di jalur antrian sambil mengambil piring atau wadah makanan dan alat pengambil makanan. Lalu mengikuti antrian, yang bisa demikian panjang mengular bila berbarengan dengan saat puncak waktu makan yakni sekitar pukul 12.00–12.30 dan pukul 16.30–17.30, kita bisa memilih lauk-pauk yang disukai. Tiap hari selalu disajikan beragam menu, mungkin bisa lebih dari 20 menu, termasuk vegetarian.

Jalur antrian.

Setelah kita pilih, akhirnya antrian pembeli akan berujung di meja kasir. Di meja ini telah terletak dua timbangan elektrik di kiri-kanannya. Setiap hidangan yang sudah kita ambil dan ditempatkan di wadahnya akan ditimbang, berdasarkan berat yang muncul itulah harga makanan yang harus kita bayar ditentukan, unik bukan?

Harga minimalnya adalah 35 NT$, sedangkan nasi akan dihargai 10 NT$, berapa pun porsi yang kita ambil harganya tetap. Di kantin ini akan dihidangkan tiga macam pilihan nasi: nasi putih biasa, nasi kuning, dan nasi merah yang lebih sehat dan harganya sama saja.

Pada titik inilah banyak mahasiswa Indonesia memanfaatkannya dengan cerdik guna mensiasati pengeluaran alias biaya makan: kita membeli lauk-pauk, kemudian mengambil nasi sebanyak mungkin untuk bisa dibawa pulang ke asrama. Dengan demikian, kita berhemat tak perlu lagi membeli nasi atau menanak nasi untuk giliran makan berikutnya. He..he…luar biasa murah bukan? Selain itu, di kantin ini juga disediakan minuman gratis berupa es teh… wow…. sungguh nikmat bila udara tengah terik, tetapi kurang pas bila musim dingin tiba.

Aneka makanan tapi tiada sambal.

Lalu, kita mungkin bertanya-tanya: apakah pengelola kantin tidak rugi dengan cara seperti itu?

Penulis sempat menanyakan hal ini kepada Ms. Leu maupun putranya yang sering berdiri menjadi kasir, lalu jawabnya: “Semua rezeki sudah ada yang mengatur, kita menikmati saja sambil terus berbagi dengan para mahasiswa, rasanya menyenangkan bila melihat mereka lahap menyantap hidangan kami…ha…ha…ha…termasuk Anda bukan?,” katanya.

Saya hanya bisa tersipu dan tak bisa bertanya lagi. (Berlanjut)

Shoufeng, Hualien, 6 Mei 2018

Kredit foto: Gregorius Teguh Santosa

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here