Percaya pada Allah Harus Mewujud dalam Tindakan

0
1,713 views

Tujuan utama hidup manusia yang harus diperjuangkan ialah memperoleh hidup yang kekal. Hidup yang kekal berarti hidup bersama Allah selamanya. Sekarang ini di dunia, manusia hanya hidup sementara. Akan ada kehidupan baru setelah kita mati. Dan kita semua sedang memperjuangkan hidup abadi sama seperti orang Israel.

Orang Israel sebagai bangsa yang dipilih Allah tidak secara langsung memperoleh keselamatan. Mereka juga mengalami kesengsaraan dan kesulitan dalam hidupnya. Musa sebagai tokoh yang sangat diagung-agungkan oleh kaum Israel tidak bisa menjamin mereka untuk masuk surga. Allah sangat mengasihi manusia dan tidak ingin manusia binasa.

Hal ini dapat kita baca dalam Injil saat  Yesus bersabda: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal”.

Bukti cinta
Kehadiran Tuhan Yesus di dunia adalah bukti dari cinta kasih Allah yang mendalam kepada umat manusia. Allah menghendaki semua manusia memperoleh keselamatan. Tetapi untuk memperoleh keselamatan manusia harus percaya kepada Allah. Percaya kepada Allah tidak sekadar kata-kata seperti doa “Aku Percaya” yang biasanya kita ucapkan saat perayaan Ekaristi. Percaya kepada Allah harus diwujudkan dalam tindakan.

Selain itu, orang yang percaya kepada Allah lebih banyak mengucap bersyukur dan memuji Allah. Kita bisa belajar dari umat Israel. Pada waktu mereka sudah menyeberangi laut Teberau mereka berungut-sungut kepada Allah dan kepada Musa. Akibatnya banyak dari mereka yang digigit ular. Dan kita sendiri bisa melihat pengalaman kita bahwa sikap bersungut-sungut justru membuat hati kita tidak tentram dan damai. Sebaliknya sikap bersyukur dan berserah kepada kebaikan Allah akan mendatangkan suka cita.

Selama kita hidup di dunia kita tidak hanya memperjuangkan keselamatan tetapi juga banyak hal. Terutama berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab kita. Kita bisa melihat contoh yang bertentangan. Misalnya ada seorang bapak yang kaya. Sejak bapak itu menikah, dia bekerja dengan sungguh-sungguh. Memang bapak itu beruntung karena gaji yang dia peroleh tinggi. Namun walaupun bapak tersebut memperoleh gaji yang tinggi, mereka tetap hidup hemat dan tidak boros.

Sebagian besar dari gaji si bapak ditabung. Hasil dari tabungan mereka bisa membuat rumah yang bagus. Namun sayang, bapak itu memiliki seorang yang nakal dan boros. Anak dari bapak itu setiap hari hidup foya-foya. Si anak tidak peduli bahwa ayahnya bekerja keras. Lama-kelamaan usia bapaknya terus bertambah. Dan sakit serta penyakit pun mulai menyerang si bapak sampai bapak itu meninggal dunia. Setelah ayahnya meninggal, anak itu hidup susah dan sengsara bersama ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan

Tuhan yang rela mati
Kita memiliki Allah yang tidak menyayangkan anak-Nya, Yesus Kristus yang rela mati di atas kayu salib. Lewat kematian Yesus, Allah mencurahkan rahmat melimpah kepada manusia. Dengan kata lain kita memiliki kekayaan yang melimpah dalam Kristus Yesus. Pertama-tama bukan kekayaan materi atau uang melainkan kekayaan rahmat surgawi.

Dengan kekayaan rahmat surgawi kita engikut Yesus mempunyai peluang dan kesempatan untuk memperoleh keselamatan kekal. Namun kita bisa menjadi seperti anak dalam kisah di atas. Kita bisa memboroskan harta surgawi lewat perilaku kita. Misalnya, kita selalu hidup sesui keinginan dan kehendak kita dengan melupakan Tuhan, sesama dan masa depan kita sendiri. Sebaliknya, kita bisa memperoleh kekayaan surgawi dengan setia mengikuti misa pada hari Minggu.

Itu adalah suatu kesempatan bagi kita untuk mengumpulkan kekayaan rahmat surgawi. Selain itu, ada juga waktu-waktu tertentu dimana kita hendaknya menolong dan memperhatikan sesama yang berkekurangan.

REFLEKSI:
Apakah aku sudah berusaha dan berjuang dengan sungguh-sungguh untuk dapat memperoleh hidup yang kekal?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here