Pijar Vatikan: Di Mata Arswendo, Hidup Ini Terpotret dengan Indah (31C)

0
229 views
Arswendo by Liputan 6

NAMA Arswendo sebagai penulis, novelis, sastrawan, wartawan, nara sumber, tukang cerita, dan seabreg julukan lain, tentu sudah jelas. Keluarga Cemara dan ratusan karya tulisnya akan terus menjadi warisan abadi seorang Arswendo.

Verba volant, scripta manet” ! Kata-kata yang ke luar dari mulut akan terbang hilang tetapi tulisan akan tetap abadi, begitu arti kalimat Latin itu.

Seperti kita tahu, Arswendo itu “pabrik kata-kata”. Tulisannya  banyak dan menyentak, walau tak semua tercetak. Bagaimana anda tidak tersentak kalau membaca tulisan-tulisan Arswendo semacam ini :

  • Jatuh cinta itu indah, dan mudah. Yang susah, kapan bilang sudah!
  • Hubungan seks bisa dihitung sampai berapa, tapi hubungan cinta berlangsung ke tak terhingga.
  • Kadang kita justru tak dipercaya ketika berterus-terang.
  • Perempuan adalah makhluk yang istimewa. Bahkan hanya bergaya perempuan saja sudah langsung memperoleh keistimewaan.
  • Berbicara itu sulit. Bahkan dengan diri sendiri pun bisa salah paham.
  • Kadang kita menjadi lebih tolol, ketika menilai kejujuran sebagai perbuatan tolol.

Setelah Mas Wendo pergi, kata-kata indah yang pernah ditulisnya, kini akan menjadi kata-kata mutiara, kata-kata bijak, “quotes of wisdom” yang tersimpan abadi.

Di mesin pencari Eyang Google, anda tinggal mengetik saja: “tulisan Arswendo” atau “kata bijak Arswendo”, maka akan tampillah banyak kutipan indah dari orang besar ini.

Zaman sekarang ini ukuran kebesaran seseorang rupanya bisa dilihat dari banyaknya item yang dikenal Google.

Kabar meninggalnya Arswendo 40 hari  yang lalu, sempat menjadi “trending topik” nomor satu di jagad maya. Sempat mengalahkan trending topik komedian Nunung ditangkap karena narkoba.

Hari-hari itu, semua saluran TV dan media cetak maupun elektronik memberi judul jelas: kita kehilangan orang besar bernama Arswendo. Semua berduka, semua merasa sangat kehilangan. Medsos kita hari-hari itu dipenuhi berita duka kepergian Arswendo.

Beberapa waktu yang lalu, sambil mem-forward undangan keluarga untuk peringatan 7 hari meninggalnya Mas Wendo, Romo Mudji juga mengutip pesan Mas Wendo yang selalu dia ingat: “Bersyukurlah terus, tanpa libur.”

Sebagai imam dan sahabat yang paling dekat dengan Arswendo, Romo Mudji tahu bahwa dalam keadaan apapun Mas Wendo itu unik. Ia tidak hanya memakai kepalanya, tulisannya dan hatinya untuk mencerna kehidupan ini, tetapi juga imannya atau lebih khusus lagi kekatolikannya.

Karenanya, setiap bertemu dengan kenyataan hidup, seorang Arswendo selalu bisa menemukan cara pandang yang berbeda.

Sebagai filsuf, budayawan, seniman dan Dosen Estetika di UI, Romo Mudji pernah mengatakan begini kepada saya: “Fotografi adalah seni memandang. Dari situ kita belajar, bahwa hidup ini indah jika kita bisa menemukan sudut yang tepat untuk memandangnya”.

Romo Mudji tahu, saya punya hobby fotografi. Bersama Romo Mudji, saya beruntung pernah bersahabat dengan Mas Wendo dan pernah menikmati “cara pandang”-nya yang unik, khas, berbeda, “titis” dan mengena mengenai hiruk pikuknya kehidupan ini.

Arswendo selalu bisa “memotret” kehidupan ini dengan sudut yang tepat.

Jadinya inda.  Kalau banyak orang mengenal Arswendo dalam kiprahnya sebagai seniman, artis, penulis, sastrawan dan budayawan ulung, saya beruntung diberi kesempatan oleh Tuhan untuk mengenalnya sebagai saudara seiman. (Berlanjut)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here