Pijar Vatikan II: Trump Bergaya Pegang KS, Don’t Judge A Book by Its Cover (37B)

0
352 views
Presiden Trump dan Melania berdoa. (Ist)

BELUM reda hujan kritik atas kunjungan Presiden Trump ke St. John “gereja sebelah rumah” 1 Juni 2020, keesokan harinya Trump bikin kejutan lagi. Ia mengunjungi Saint John Paul II National Shrine di Washington utara.

Saint John Paul II National Shrine semula adalah museum Katolik yang didirikan pada tahun 2001 untuk menghormati Paus Yohanes Paulus II.

Sepuluh tahun kemudian, museum ini  direnovasi total oleh Knight of Columbus, gerakan awam Katolik yang sangat berpengaruh di AS. Kini, tempat itu menjadi tujuan ziarah nasional umat Katolik Amerika yang sangat ramai dikunjungi.

Tidak seperti sehari sebelumnya, ketika mengunjungi Gereja St. John, Trump kali ini mengajak Melania isterinya. Tidak pula seperti kemarin, kali ini Trump masuk tempat ziarah Katolik ini dengan lebih “pantas”.

Berdua bersama isterinya, Trump berlutut dan berdoa berdua di salah satu  altar doa yang berhiaskan mosaik-mosaik indah Kristus Anak Domba Allah dan Bunda Maria dari Czestochowa Polandia, negara kelahiran JP2.

Di depan patung tembaga Santo Yohanes Paulus II, Trump dan isterinya juga meletakkan karangan bunga mawar merah yang dihiasi pita putih merah biru warna kenegaraan Amerika. Pada karangan bunga itu, tak lupa diselipkan kartu bertuliskan: Mr. President.

Di depan monumen Santo Yohanes Paulus II, Trump dan Melania berfoto sebentar. Kali ini ia tidak membawa Kitab Suci apalagi memamerkannya seperti kejadian kemarin. Banyak yang mengatakan, sikap dan gaya Trump yang lebih religius dan sopan di tempat ziarah Katolik ini, pasti dipengaruhi oleh isterinya yang memang penganut Katolik yang taat.

Isi Twitter Melania Trump setelah kunjungan ke Saint John Paul II National Shrine itu juga cukup simpatik.

 “I honored the life and legacy of Saint John Paul II at JP2 Shrine today. His passion and dedication for religious freedom is a legacy that we must protect for people around the world,” ujarnya.

Presiden AS Donald Trump dan Isterinya Melania. (Ist)

Kunjungan Trump dan isterinya ke tempat ziarah Santo Yohanes Paulus II ini, tidak disambut oleh Uskup Agung Washington Mgr. Wilton Gregory. Padahal di Washington, Mgr.Wilton Gregory adalah salah satu sosok penting Uskup Katolik Amerika.

Uskup Agung Washington keturunan kulit hitam ini membawahi 655 ribu umat Katolik yang tersebar di 139 Paroki, 93 Universitas serta Sekolah Katolik di kota Washington DC dan 5 wilayah Maryland yaitu : Calvert, Charles, Montgomery, Prince George  dan St. Mary.

Sebelum Trump datang ke tempat ziarah Santo JP2, Mgr. Gregory malah mengeluarkan surat pernyataan yang isinya mengecam kunjungan Trump ke tempat ziarah Katolik itu.

Kritik Uskup Keuskupan Agung Washington terhadap kunjungan Trump. (Ist)g

Koran Washington Post dan USA Today hari ini sama-sama memberi judul dengan mengutip kata-kata kecaman Uskup Agung Gereja Katolik Washington Mgr. Wilton Gregory: “I find it baffling and reprehensible’: Catholic Archbishop of Washington slams Trump’s visit to John Paul II shrine”. Demikian bunyi release Keuskupan Agung Washington tentang kunjungan Presiden Trump ke Saint JP2 Shrine itu :

Ketika Trump dan isterinya masuk komplek Saint JP2 Shrine itu, sejumlah pengunjuk rasa sudah menyambutnya dengan poster-poster protes. “Never again hatred and intolerance,” tulis sebuah poster mengutip kata-kata Paus Yohanes Paulus II.

Protes mengecam kunjungan Trump dan isterinya. (Ist)

Mengapa Presiden Trump banyak dikecam?

Kita yang hidup di Indonesia, tentu akan heran dan tidak mengerti, mengapa di Amerika seorang Presiden yang datang berkunjung ke gereja di negaranya kok tidak disambut dengan pantas dan malah dikecam habis-habisan. Anda bisa memba-\yangkan, Presiden Jokowi datang ke Katedral dan Bapak Kardinal Suharyo tidak menyambut dan malah menggelar konperensi pers mengecam kedatangan Presiden?

Hal demikian tentu tidak akan pernah terjadi di negeri kita.

Syukur kepada Tuhan, sejak negara RI berdiri, hubungan Pemerintah dan Gereja Katolik baik-baik saja. Hubungan para Presiden RI terdahulu dengan para Bapak Kardinal dan para Uskup kita juga sangat baik. Budaya saling mengecam bukan menjadi budaya pergaulan antara pejabat pemerintah dan pejabat Gereja kita.

Semua Presiden RI selama ini adalah sosok yang sangat menghormati para tokoh agama, pimpinan organisasi keagamaan, para ulama, para imam apalagi Kardinal dan Uskup. Beberapa Presiden RI bahkan ada yang sungguh menganggap Kardinal atau Uskup Gereja Katolik itu sebagai sahabat baik dan saudara sejati.

Jadi, apa yang sebenarnya terjadi dengan Presiden Trump sekarang ini?  

Pelbagai ulasan tentang sosok Presiden Trump, gayanya memimpin, dan seabreg masalah Amerika di bawah pemerintahannya, mudah kita temukan di era keterbukaan sekarang ini. Analisa sosial, ekonomi, budaya, politik Amerika di bawah Presiden Trump juga sudah menjadi santapan harian media cetak dan elektronik.

Barangkali, untuk memahami Trump dan kotroversinya, kita berpegang saja pada metode sederhana: “Don’t judge a book by its cover

Tidak hanya di Amerika, di seluruh dunia tak bisa dihitung lagi orang yang “benci habis” dan muak melihat tampang Donald Trump. Wajahnya yang tetap angkuh dan sama sekali tak menunjukkan kesedihan, kalau lagi bicara mengenai kematian George Floyd, benar-benar membuat banyak orang Amerika eneg.

“Gitu gitu, dia masih joss dan tetap doyan cewek lho,” kata seorang teman dengan bercanda.

Celetukan ini ditanggapi teman lain begini: “O, iya. Dia itu kawinnya saja sampai tiga kali. Paroki mana ya yang memberi dispensasi perkawinannya dengan isteri terakhirnya ini ? Katanya Melania itu Katolik?”

Menurut pendapat saya, komentar dan candaan semacam itu adalah komentar sekitar cover, sekitar bungkus.

Banyak pengamat bilang, sekarang ini presiden di dunia ini yang paling stres adalah presiden Amerika. Bagaimana tidak? 

Amerika adalah negara yang yang paling buruk dan paling malang di seluruh dunia, yang terimbas pandemik Covid-19.

Menurut data 3 Juni 2020 hari ini, mereka yang positif terpapar Covid-19 di Amerika jumlahnya 1.831.821 orang. Yang meninggal: 106.181 orang. Tertinggi di dunia. Dampak ekonomi Amerika selama pandemik Covid-19 juga mengerikan. Ekonomi Amerika berantakan.

40 juta orang Amerika kehilangan pekerjaan. Hanya dipacu kekonyolan seorang Derek Chauvin polisi sialan dari Minneapolis itu, meledaklah kerusuhan rasial yang paling buruk, terburuk semenjak Martin Luther King dibunuh pada tahun 1968.

Mengapa Covid-19 ternyata mudah sekali menghancurkan negara digdaya sekelas Amerika? Sepuluh tahun terakhir ini banyak buku dan artikel yang berpendapat bahwa sumber utama masalah Amerika adalah persaingan dagang, persaingan ekonomi dan persaingan militer dengan Cina.

Sejam yang lalu, di WA grup kami Merto-73, seorang teman imam yang bekerja di Pangkalpinang, memposting artikel “Semua orang Cina harus membaca : 2020 Cina dan Amerika Serikat harus berperang”.

Penulis artikel itu adalah seorang Cina Taiwan bernama Shao Weihua. Shao adalah seorang PhD lulusan Michigan State University AS. Ia pernah menjadi Asisten Professor Matematika di Universitas George Mason, sebelum akhirnya bekerja di perusahaan raksasa Boeing.

Setelah menguraikan beberapa argumennya, Shao mengambil kesimpulan bahwa Amerika Serikat sekarang ini tidak sekuat penampilannya. Semua kartu AS sudah ada di atas meja, dan ternyata dia tak punya apa-apa lagi. Masalah terbesar Amerika adalah krisis utang dollar.

AS telah berhutang lebih dari 20 triliun dollar. Angka ini masih naik jika suku bunga terus naik. AS akan segera tidak mampu membayar bunga. Dari segi militer, bidang yang selama ini paling diunggulkan AS, China sudah mulai mengungguli AS. China sudah berhasil membuat rudal ruang angkasa, yang bisa menghancurkan satelit-satelit AS.

Tanpa satelit, kemampuan tempur AS akan berkurang lebih dari 90%. Hanya dalam kurun waktu sepuluh tahun, antara tahun 2020 sampai 2030, bisa dipastikan China akan melampaui Amerika dalam bidang yang paling vital : ekonomi dan persenjataan. Hanya tersisa sedikit waktu untuk Amerika.

“Ini menjelaskan mengapa Trump akhir-akhir ini berulah seperti anjing gila”, begitu kesimpulan Shao. Habis membaca artikel Shao yang “menyeramkan” ini, seorang teman sambil bercanda bilang begini: “Pantesan di kerusuhan kemarin, si Trump juga nyalahin China. Habis, polisi Minneapolis yang mencekik orang hitam itu lagi mabuk, karena kebanyakan minum arak Cina,” ungkapnya ngakak. (Berlanjut)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here