Refleksi dan Gelar Budaya Lintas Iman: Syukur 50 Tahun “Nostra Aetate”

0
2,192 views

AMBARAWA, (17-18/10) di kompleks Gua Maria Kerep Ambarawa (GMKA) diselenggarakan Temu Kebatinan (Tebat) ke-28 dan Gelar Budaya Lintas Iman oleh Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang (Kom HAK KAS). Tebat sudah merupakan agenda rutin Kom HAK KAS. Sedangkan Gelar Budaya Lintas Iman diselenggarakan dalam rangka mengenang dan mensyukuri pesta emas Nostra Aetate (NA), Pernyataan tentang Hubungan Gereja dengan Agama-agama Bukan Kristiani.

50 tahun silam, Gereja Katolik secara doktrinal, mengajarkan, mendorong dan meneguhkan semangat persaudaraan sejati lintas iman, lintas agama, dan lintas budaya melalui salah satu dokumen buah Konsili Vatikan II tersebut.

Sebuah ketegasan, keberanian, tetapi juga kerendahan hati Gereja Katolik, saat mengajarkan kepada umatnya, bahwa “Gereja Katolik tidak menolak apa pun, yang dalam agama-agama itu serba benar dan suci. Dengan sikap hormat yang tulus Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan diajarkannya sendiri, tetapi tidak jarang toh memantulkan sinar kebenaran, yang menerangi semua orang. Namun Gereja tiada hentinya mewartakan dan wajib mewartakan Kristus, yakni ‘jalan, kebenartan dan hidup’ (Yoh 14:6); dalam Dia manusia menemukan kepenuhan hidup keagamaan, dalam Dia pula Allah mendamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya” (2 Kor 5:18-19) [NA artikel 2 alinea 2 ]

Dalam kesadaran itu maka, para Bapa Konsili Vatikan II mengatakan pula bahwa “Gereja mendorong para puteri-puteranya, supaya dengan bijaksana dan penuh kasih, melalui dialog dan kerja sama dengan para penganut agama-agama lain, sambil memberi kesaksian tentang iman serta perihidup kristiani, mengakui, memelihara dan mengembangkan harta-kekayaan rohani dan moral serta nilai-nilai sosio-budaya, yang terdapat pada mereka.” (NA 2 alinea 3)

Dalam Nostra Aetate juga disadari oleh Gereja Katolik bahwa “Sudah sejak dahulu kala hingga sekarang ini di antara pelbagai bangsa terdapat suatu kesadaran tentang daya-kekuatan yang gaib, yang hadir pada perjalanan sejarah dan peristiwa-peristiwa hidup manusia; bahkan kadang-kadang ada pengakuan terhadap Kuasa ilahi yang tertinggi atau pun Bapa. Kesadaran dan pengakuan tadi meresapi kehidupan bangsa-bangsa itu dengan semangat religius yang mendalam. Ada pun agama-agama, yang terikat pada perkembangan kebudayaan, berusaha menanggapi masalah-masalah tadi dengan faham-faham yang lebih rumit dan bahasa yang lebih terkembangkan.” (NA 2 alinea 1)

Melalui ajaran ini, Gereja Katolik hendak menegaskan bahwa Gereja Katolik tidak menolak semua agama dan kebudayaan yang ada di muka bumi ini. Entah itu agama-agama asli maupun agama-agama wahyu dan resmi yang diakui oleh Pemerintah maupun tidak, semua tidak ditolak oleh Gereja Katolik. Praktik-praktik keagamaan dan religiositas yang suci dan benar, mendapat penghargaan setinggi-tingginya dari Gereja Katolik dan tidak ditolak.

Sikap positif

Sikap positif yang dinyatakan dalam “Nostra Aetate” sesungguhnya merupakan pengembangan lebih lanjut dari ajaran dogmatis (ajaran yang bersifat mengikat) yang sudah ditetapkan dalam Lumen Gentium (LG), Konstitusi Dogmatis tentang Gereja.

Diajarkan bahwa “rencana keselamatan (Allah) juga merangkum mereka, yang mengakui Sang Pencipta; di antara mereka terdapat terutama kaum muslimin, yang menyatakan bahwa mereka berpegang pada iman Abraham, dan bersama kita bersujud menyembah Allah yang tunggal dan maharahim, yang akan menghakimi manusia pada hari kiamat. Pun dari umat lain, yang mencari Allah yang tak mereka kenal dalam bayangan dan gambaran, tidak jauhlah Allah, karena Ia memberi semua kehidupan dan nafas dan segalanya (lih. Kis 17:25-28), dan sebagai Penyelamat menhendaki keselamatan semua orang (lih. 1Tim 2:4).

Sebab mereka yang tanpa bersalah tidak mengenal Injil Kristus serta Gereja-Nya, tetapi dengan hati tulus mencari Allah, dan berkat pengaruh rahmat berusaha melaksanakan kehendak-Nya yang mereka kenal melalui suara hati dengan perbuatan nyata, dapat memperoleh keselamatan kekal. Penyelenggaraan ilahi juga tidak menolak memberi bantuan yang diperlukan untuk keselamatan kepada mereka, yang tanpa bersalah belum sampai kepada pengetahuan yang jelas tentang Allah, namun berkat rahmat ilahi berusaha menempuh hidup yang benar. Sebab apapun yang baik dan benar, yang terdapat pada mereka, Gereja dipandang sebagai persiapan Injil, dan sebagai kurnia Dia, yang menerangi setiap orang, supaya akhirnya memperoleh kehidupan.” (LG 16)

Inilah yang kita syukuri melalui Tebat Kom HAK KAS yang ke-28 pada tanggal 17-18 Oktober 2015 di Goa Maria Kerep Ambarawa (GMKA). Rasa syukur atas Pesta Emas “Nostra Aetate” ditandai pula dengan refleksi atas “Nostra Aetate” tersebut bersama Kiai Penyair Timur Sinar Suprabana dan memiliki kecintaan untuk membangun persaudaraan sejati dengan siapa saja di mana saja.

Timur Sinar Suprabana menjadi narasumber untuk refleksi atas 50 Tahun “Nostra Aetate” bersama Ketua KOM HAK KAS, Romo Aloys Budi Purnomo Pr (17/10/201).

Selain dengan refleksi atas “Nostra Aetate”, diadakan pula selebrasi syukur Gelar Budaya Lintas Iman. Gelar Budaya Lintas Iman ini melibatkan enam unsur agama di Indonesia (Islam, Hindu, Buddha, Konghucu, Kristen Protestan dan Katolik) yang merupakan gerakan nyata atas harapan dan ajaran yang disampaikan Gereja Katolik melalui LG 16 dan “Nostra Aetate”.

Gelar Budaya Lintas Iman ini juga menandai rasa syukur atas Persaudaraan Sejati Lintasiman yang secara akbar dilaksanakan pada tanggal 24-26 Oktober 2014 yang lalu di Muntilan melalui Kongres Persaudaraan Sejati Lintas Iman.

Di Gua Kerep Ambarawa

Refleksi atas Lima Tahun “Nostra Aetate” dilaksanakan di kompleks GMKA serta Gelar Budaya Lintasiman di pelataran Patung Maria Asumpta. Tentu ini bukan tanpa maksud. Pertama-tama, dalam perspektif iman Gereja Katolik, Bunda Maria adalah sosok dan figur Bunda Pemersatu. Bunda Maria telah mengalahkan ular yang dengan lidahnya memecahbelah dan membuat Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa.

Bunda Maria menjadi simbol pemersatu dan perdamaian bagi segala bangsa sebab ia adalah Bunda yang mengandung, melahirkan, mendampingi dan meneguhkan Yesus Kristus serta para murid-Nya. Bunda Maria mempersatukan para rasul yang terancam tercerai berai pasca wafat dan kebangkitan Kristus. Bunda Maria menjaga, melindungi, mendoakan dan meneguhkan agar para rasul tetap setia dalam persatuan mereka sebagai utusan untuk mewartakan kabar baik kepada segala bangsa. Bunda Maria menyertai, mendoakan dan mempersatukan mereka dalam penantian akan Roh Kudus, yang menjadi sumber damai-sejahtera, persatuan dan kerukunan bagi siapa saja.

Oleh karena itu, semoga Temu Kebatinan XXVIII dan Gelar Budaya Lintasiman dalam bingkai syukur atas 50 Tahun Nostra Aetate ini menjadi salah tahap bagi kita semua untuk kian terbuka mewartakan kerukunan, persaudaraan sejati, persatuan dan damai-sejahtera di antara bangsa-bangsa.

Gelar Budaya Lintasiman disemarakkan oleh Barongsai dan Liong dari Genta Suci, Ambarawa; Brascong Ajenrem 073 Salatiga; Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia dalam Paduan Suara dan Puisi “Kita Bersama Meski Berbeda” dan “Menghadirkan Cinta Agar Semua Makhluk Berbahagia” yang menyanyi sambil memberikan bunga mawar kepada sejumlah hadirin; drama Kain dan Gabel dari Sanggar Anak “Pasbolo” Paseduluran Bocah Losari Paroki Bedono; Perhimpunan Pemuda Hindu dengan Tarian Sisia dan Penampilan Gamelan Bali secara live; sanggar anak Pelangi Bedono, dan atraksi whusu. Kecuali itu, Romo Budi berkolaborasi dengan Kasidahan Nur Fatah dari Bedono dan penari Sufi – Ilham – dari Ponpes Al Islah Tembalang Semarang. Meski panas marahari menyengat tak memadamkan semangat yang terlibat.

Pelataran Patung Maria Asumpta GMKA pun semarak penuh kebersamaan lintasiman. Ratusan peserta Tebat ke-28, para peziarah dan sejumlah warga masyarakat anat antusias menikmati sajian lintaslman itu.

Hadir pula dalam peristiwa itu para tokoh berbagai agama dan Muspika Ambarawa beserta jajarannya, termasuk pulsa unsur FKUB Kabupaten Semarang. Semoga gerakan ini menjadi kabar gembira bagi semua orang di mana saja dalam mewujudkan kerukunan, persatuan dan damai-sejahtera di antara kita.***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here