Ret-ret PLB PDKK Binus: Berdamai dengan Masa Lalu, Sembuhkan Luka Batin

0
668 views
Pose bersama seusai kegiatan.

SEJUMLAH mahasiswa yang tergabung dalam kelompok Persekutuan Doa Karismatik Katolik Universitas Bina Nusantara (PDKK Binus) mengikuti kegiatan Ret-ret Penyembuhan Luka Batin (PLB) di Pusat Pastoral Wisma Samadi Klender, Keuskupan Agung Jakarta, Sabtu Senin (6-8/4/2019).

Kegiatan yang berlangsung kurang lebih tiga hari tersebut diawali dengan misa bersama di Kapel St. Yosef Wisma Samadi, pukul 15.00 WIB, Sabtu (6/4).

Hari Pertama: Hati Bapa & Pengenalan Luka Batin

Di hari pertama ini (Sabtu, 6/4/2019), para peserta ret-ret PLB diajak oleh tim pendamping untuk mengenal hati Bapa dan mengenal luka batin.

Pada materi mengenal hati Bapa, Adrianus Vicky salah satu anggota tim pendamping ret-ret PLB mengantar para peserta dengan mengajak mereka untuk membuat perbandingan antara bapa (ayah biologis) yang ada di dunia dengan Bapa yang ada di surga (Tuhan).

“Apa pun keadaan kita, apa pun bapa kita, tidak ada yang sempurna. Hanya Bapa di surga yang sempurna,” tandas Vicky.

Proses makin serius ketika tiba pada materi pengenalan luka batin.

Tampil sebagai pemateri, dr. Yohanes Sunaryo mengantar para peserta dengan pengantar yang sangat indah.

Dengan latar belakang ilmu psikologi dan pengetahuan Kitab Suci yang dimilikinya, ia berhasil menjelaskan apa sebenarnya itu luka batin.

“Sebenarnya ada lima kebutuhan dasar manusia. Kita dapat mengetahuinya lewat Abraham Maslow’s hierachy of needs. Di sana ada lima hal yaitu: physiological, safety, love, belonging, self-esteem and selfactualization. Gejala luka batin timbul ketika kebutuhan akan hal-hal itu tidak terpenuhi,” urai Yohanes.

Sambil membawakan materi, Yohanes juga memberi kesempatan kepada beberapa anggota tim untuk mensharingkan pengalaman hidup mereka sehubungan pengalaman luka batin.

Ternyata sharing itu sangat membantu para peserta untuk mengidentifikasi luka batin mereka masing-masing.

Sebagai penutup kegiatan di hari pertama, seluruh peserta dan tim pendamping mengadakan Adorasi Sakramen Mahakudus dan ibadat penutup di kapel St Yosef.

Hari kedua: Konseling, Tobat & Pembasuhan Kaki

Kegiatan diawali dengan misa bersama, Minggu (7/4/2019). Misa tersebut dipimpin oleh Romo Moses Watan Boro Pr dalam sebuah perayaan konselebrasi.

Dalam kotbahnya, Romo Moses mengingatkan para peserta ret-ret untuk berani mengambil sikap tobat yang benar dengan berjuang menyembuhkan terlebih dahulu luka-luka batin mereka.

Adorasi Sakramen Mahakudus.

Seusai misa, kegiatan dilanjutkan dengan sarapan pagi bersama dan pendalaman materi tentang penyebab luka batin dan akibat-akibat yang ditimbulkannya.

Tampil sebagai pemateri pertama, Benny Dwi Nugroho, yang  mengantar peserta dengan mengemukakan sebab-sebab internal terjadinya luka batin.

Ia menyebut beberapa kondisi yang bisa menyebabkan seseorang bisa mengalami luka batin, di antaranya pada masa dalam kandungan, pada saat kelahiran, pada masa kanak-kanak,  pada masa sekolah, dan pada masa dewasa.

Dari semua sebab yang terkategori ke dalam lima bagian tersebut, Benny meminta para peserta untuk berusaha mengidentifikasi luka batin mereka di masa lalu dan sedapat mungkin menyembuhkannya.

“Anda yang sekarang mungkin nggak apa-apa. Tapi anda yang dahulu bisa jadi ada luka. Nah, hal ini biasanya nampak ketika seseorang didoakan, dan tiba-tiba nangis kayak bayi. Itu tanda kalau dia ada luka batin semasa ia masih di dalam kandungan,” ujar Benny menjelaskan salah satu gejala luka batin seseorang yang disebabkan secara internal sejak dalam kandungan ibu.

Sesudah pemaparan itu, kegiatan dilanjutkan dengan sharing kelompok, Praise & Worship dan makan siang.

Para peserta kegiatan begitu menikmati mengikuti rangkaian kegiatan yang dilakukan sepanjang hari ini.

Hal ini nampak dalam keaktifan yang mereka tunjukkan selama mengikuti pendalaman materi demi materi yang diberikan oleh para pendamping.

Sesudah makan siang, para peserta kembali disuguhkan materi tentang akibat-akibat luka batin.

Tampil sebagai pemateri, Vivi menjelaskan kepada para peserta bahwa akibat luka batin itu bisa terjadi secara jasmani, psikologis dan rohani.

Proses healing.

Dengan bekal materi yang sudah diterima, para peserta pun secara bergiliran mengikuti konseling dan pengakuan pribadi.

Di penghujung kegiatan hari kedua ini, kembali Benny mengajak dan mengingatkan para peserta untuk sedapat mungkin menyembuhkan luka mereka, sekecil apa pun luka itu.

Ia juga meminta mereka untuk berdamai dengan masa lalu. Aplikasi dari pengajaran tersebut, para peserta mendapat kesempatan mengikuti prosesi pembasuhan kaki.

Suasana haru dan isak tangis meliputi prosesi pembasuhan kaki tersebut.

Hari ketiga: Pengutusan

Setelah beberapa hari berada di Wisma Samadi – Keuskupan Agung Jakarta, para anggota PDKK Binus University yang mengikuti ret-ret Penyembuhan Luka Batin secara resmi mengakhiri kegiatan tersebut, Senin (8/4/2019).

Rangkaian kegiatan yang berlangsung di hari terakhir itu berupa pengajaran tambahan mengenai hubungan antara kuasa jahat dan penyembuhan luka batin bagi tugas perutusan.

dr. Yohanes sedang memberi materi PLB.

Tampil selaku pembicara, dr. Yohanes Sunaryo menyampaikan kepada para peserta bahwa kuasa jahat itu merupakan pekerjaan dari iblis atau setan.

“Iblis memang berkuasa, tapi Allah jauh lebih berkuasa. Jadi jangan apa-apa dilihat setan, setan, setan dan lama-lama kalian menjadi setan”, ungkap Yohanes disambut tawa para peserta.

Ia mengharapkan agar para peserta sedapat mungkin menghindarkan diri dari kuasa jahat, agar proses penyembuhan luka batin yang telah mereka alami itu bisa berdayaguna untuk kehidupan para peserta, termasuk juga dapat digunakan sebagai kekuatan untuk melakukan tugas pelayanan di dalam kelompok PDKK.

Usai mendengarkan pengajaran, dua orang peserta kegiatan diberi kesempatan untuk memberikan kesaksian.

Rena salah satu peserta mengatakan bahwa kegiatan PLB sudah pernah ia ikuti. Ia malah pernah melakukan pembasuhan kaki juga.

Kesaksian Rena.

Namun ada sesuatu yang berbeda dalam PLB kali ini. Dia menemukan bahwa ada sesuatu yang “belum diselesaikan” dengan bapaknya.

Baginya, momen ini sangat membantunya untuk mengingat-ingat kembali pengalaman tersebut dan membuatnya berjuang untuk berdamai dengan situasi itu.

“Aku kan dua bersaudara. Koko ku dan aku. Aku anak cewek kan. Dan biasanya anak cowok itu deket sama mama dan anak cewek deket sama papa kan? Karena aku anak cewek, aku deket sama papa aku. Nah waktu doa aku tuh heran kenapa dalam pikiran aku itu nggak kebayang mama, tapi malah papa. Ternyata aku jadi keingat pengalaman waktu aku masih kecil. Tapi aku bersyukur bisa melewati proses ini dengan baik”, tutur Rena.

Misa Pengutusan.

Pengalaman hampir serupa pun dialami oleh Fredy salah satu peserta yang lain. Ia mengungkapkan rasa senangnya ketika mendengar kabar akan ada kegiatan PLB, walau pun sebenarnya ia sudah pernah ikut kegiatan serupa ketika masih duduk di bangku SMA.

“Sebenarnya aku seneng banget gitu sih, ketika tahu ada kegiatan PLB. Soalnya bagi aku, kek ada waktu atau momen di mana aku bisa dipulihkan gitu”, ungkap Fredy.

Seluruh rangkaian kegiatan ret-ret PLB pun akhirnya ditutup dalam sebuah perayaan misa perutusan.

Editor: Mathias Hariyadi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here