Retret Para Pastor Keuskupan Manado: “Marilah Bersukacita bersama Penginjil Lukas”

0
473 views
Penginjil Lukas. (Ist)

SANTO Lukas yang disebut sebagai Pengarang Injil Lukas dan Kisah Para Rasul dikenal sebagai seorang tabib yang biasa berhadapan dengan orang sakit. Hatinya peka terhadap orang sakit, orang miskin dan menderita. Lukas sangat memperhatikan nasib para wanita, para janda, anak–anak dan yatim piatu.

Lukas adalah murid Rasul Paulus dan pengikut sebagian perjalanan Paulus;  khususnya ketika Paulus harus menyebarang ke Makedonia (Kis. 16:10). Sebelum ayat itu, Lukas selalu menuliskan, “Paulus dan kawan–kawannya” (Kis. 13:13) atau “Mereka” (Kis.14: 21).

Namun sejak Kis 16:10 itu Lukas masuk dalam rombongan Paulus dan selalu menuliskan kata “kami”; Contoh: “Kami mencari kesempatan untuk berangkat ke Makedonia; Pada hari Sabat kami keluar pintu gerbang kota; Kami menyusur tepi sungai dan menemukan tempat sembahyang Yahudi (Kis. 16: 10–13).

Dan ketika Lidya penjual kain ungu dari Tiatira menjadi percaya karena Tuhan membuka hatinya, sehingga ia (Lidya) memperhatikan apa yang dikatakan Paulus (Kis 16: 14), Lukas ada di sana menjadi saksi mata.

Baca juga:

Lukas adalah penulis Injil dan Kisah Para Rarul; ia seorang tabib atau dokter dan seorang yang mengikuti sebagian dari perjalanan misi Rasul Paulus. Namun yang ingin saya tulis tentang Lukas adalah hal lain. Yakni,  tentang “nada dasar sukacita” yang menggema dalam seluruh Injilnya.

Retret para pastor di Lotta – Pineleng

Semula saya disadarkan oleh Romo JB Mardikartono SJ, pembimbing retret para imam Keuskupan Manado gelombang ke-2 di Lotta tanggal 4–8 September 2017 yang mengatakan bahwa dalam retret ini kita akan memakai Injil Lukas. Itu karena Lukas banyak melukiskan tentang Kabar Sukacita.

Injil Lukas diawali dengan kisah  Maria menerima Kabar Sukacita yang diterima dari Malaikat Gabriel (Luk.1: 26) dan Injil Lukas secara garis besar berisi tentang Perljananan Yesus dari Galilea ke Yerusalem untuk mewartakan Kabar Sukacita; dan diakhiri dengan kisah tentang para murid yang bersukacita kembali ke Yerusalem karena telah bertemu d Yesus yang sudah bangkit (Luk. 24:41).

Kata lain yang dipakai oleh Lukas –kecuali sukacita– adalah gembira, girang dang  hati yang berkobar–kobar. Semua kata itu mengungkapkan semangat kegembiaran yang meluap–luap dan penuh kegairahan hidup.

Sukacita Injili karena bertemu Yesus

Lukas 10 mengungkapkan suasana kegembiraan Injil yang seharusnya menjadi sukacita sejati yang dimiliki oleh setiap orang kristiani. Sukacita itu disebut sukacita Injil yang berasal dari perjumpaan pribadi dengan Yesus, dan bukan berasal dari hal hal duniawi seperti kekayaan alam; materi atau uang; bahkan relasi dengan manusia sekalipun, yang nanti akan diterangkan oleh Lukas dalam bab 15.

Sekarang tentang Lukas bab 10 terlebih dahulu.

Isinya tentang perutusan 70 murid untuk pergi berdua–dua dari desa ke desa dan dari kota ke kota seperti tema retret para pastor yang berkarya di Keuskupan Manado itu: berkeliling sambil berbuat baik.

Para murid itu diutus untuk:

  • Membawa damai sejahtera bagi rumah ini (ayat 5);
  • Sembuhkanlah orang–orang sakit yang ada di situ (ayat 9); (3).
  • Katakanlah kepada mereka Kerajaan Allah sudah dekat padamu (yat 9).

Jadi para murid mendapat tiga tugas pengutusan yaitu:

  • Membawa damai;
  • Menyembuhkan penyakit (segala macam penyakit; termasuk kerasukan roh jahat, tapi juga kebodohan dan kemiskinan yang menjadi sumber penyakit moral atau kejahatan dalam hati manusia)
  • Mewartakan Kerajaan Allah.

Para murid berhasil. Mereka melapor kepada Yesus dengan penuh sukacita. “Kemudian tujuh puluh murid itu kembali dengan gembira dan berkata: “Tuhan, juga setan–setan tunduk takluk kepada kami demi nama-Mu” (yat 17).

Untuk menambah suasana sukacita bahwa setan–setan telah dikalahkan, maka Lukas menambahkan lagi, “Lalu kata Yesus kepada mereka: “Aku melihat Iblis jatuh seperti kilat dari langit.”

Iblis ditulis dengan “I” huruf kapital untuk menunjukkan kepala setan sudah dikalahkan dan kekalahan itu bercorak definitif.

Tidak berhenti sampai di situ, kegembiraan yang dilukiskan oleh Lukas, melainkan dilanjurkan lagi dalam ayat 21 dengan ungkapan klimaks kegembiraan: “Pada waktu itu juga bergembiralah Yesus dalam Roh Kudus dan berkata: “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil.”

Luar biasa Lukas ini.

Siapa berani membayangkan “kegembiraan Yesus dalam Roh Kudus?” Dan Lukas juga menyebutkan alasan kegembiraan Yesus. Dan alasan itu bukan hal-hal duniawi; bukan uang dan bukan relasi dengan manusia sekalipun. Dan itu akan dijelaskan oleh Lukas dalam bab 15.

Tiga perumpamaan

Lukas bab 15 menceritakan tiga perumpamaan: Domba yang hilang – Dirham yang hilang – Anak yang hilang.

Domba adalah hewan atau bagian dari dunia ciptaan atau dengan kata lain hal–hal yang berasal dari dunia ini atau materi.

Dirham adalah uang. Uang bukan bagian dari ciptaan Tuhan, melainkan diciptakan oleh manusia. Dari segi bentuknya, uang itu bisa berupa kertas; bisa berupa angka digital saja; bisa berupa deretan angka saldo dalam buku bank; atau selembar cek dengan tulisan jumlah nominal dan tanda tangan orang yang berhak. Dari segi manfaat, uang memang sangat liquid (cair) dan sangat licin, selicin keinginan dan hasrat manusia. Karena uang bisa dikonversi ke dalam bentuk apa saja (barang, jasa, relasi dan sejenisnya). Dan dari segi kuasa, uang itu adalah mammon yang mampu untuk memperdaya manusia, memutarbalikkan fakta dan kepentingan dan bisa bersifat subversif terhadap kehidupan yang benar dan baik.

Anak adalah harta yang paling berharga dalam keluarga dibandingkan dengan domba dan dirham. Menemukan domba dan dirham saja membuat pemiliknya bersukacita dan mengundang para tetangga untuk bergembira. “Ia mamanggil sahabat dan tetangganya dan berkata, “bersukacitalah bersama aku sebab dombaku yang hilang telah kutemukan” (Luk. 15:6) “Bersukacilah bersama dengan aku, sebab dirhamku yang hilang telah kutemukan (Luk 15: 9).

Masalahnya ialah: apakah para tetangganya itu mau? Mungkin mereka tidak mau ikut bersukacita bersama dia.

  • Pertama karena mereka sibuk;
  • Kedua karena mereka tidak ada urusan dengan domba dan dirham itu.

Jadi belum tentu para tetangga mau ikut bersukacita. Kita tidak biasa dengan budaya apresiatif; kita lebih biasa dengan budaya mencela. Kita sukar untuk bersukacita dengan orang yang berhasil; kita lebih mudah iri dan dengki kepada tetangga yang berhasil. Kalau ada tetangga yang kaya karena usaha yang ulet dan rajin, maka kita berprasangka ia memelihara tuyul, setan gundul (bahasa Jawa: inthuk) yang biasa mencuri uang.

Lukas hanya menuliskan: “ia mengajak para sahabat dan tetangganya untuk bersukacita bersama dia karena domba dan dirham itu telah ditemukan”. (Semoga saja para tetangga itu mau).

Tentang anak yang hilang, bukan tetangga yang diajak bersukacita, melainkan anak sulung dan para pekerja di rumah Bapa itu. Jadi orang–orang dekat atau seisi rumah atau orang dalam atau orang dari golongan sendiri atau dari kelompok agama sendiri. Tetapi anak sulung itu menolak untuk ikut bergembira.

Dan kalau dilihat dari segi nilainya, maka seorang anak adalah jauh bernilai dan tidak bisa dibandingkan dengan hewan domba dan harta dirham itu. Jadi penolakan untuk bergembira karena seorang anak (adik) telah ditemukan itu sungguh parah dan fatal. Jadi penolakan anak sulung itu lebih parah dari penolakan para tetangga tadi (seandainya mereka menolak).

Sepertinya para tetangga itu tidak menolak untuk bersukacita bersama pemilik domba dan dirham itu.

Dan ingat, konteks atau latar belakang Yesus menceritakan tiga perumpaan itu ada dalam baris pertama bab 15 Injil Lukas: “Para pemungut cukai dan orang–orang berdosa biasanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia. Maka bersungut-sungutlah orang–orang Farisi dan ahli–ahli Taurat. Lalu Ia (Yesus) mengatakan perumpamaan ini kepada mereka”.

Anak sulung, para tetangga adalah orang Farisi dan ahli Taurat. Sedangkan pemilik domba, dirham dan Bapa yang anaknya hilang adalah orang–orang yang bisa bercukacita karena menemukan rahasia Kerajaan Surga. Dalam hal ini, mereka itu adalah para pemungut cukai dan orang–orang berdosa yang biasanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia.

Dan Yesus bergembira dalam Roh Kudus dan mengucap Syukur kepada Bapa karena misteri Kerajaan dinyatakan kepada para pemungut cukai dan orang berdosa itu, dan disembunyikan kepada orang – orang Farisi dah ahli–ahli Taurat.

Ungkapan Yesus itu sebenarnya sama dengan doa mama– Nya, yaitu Maria yang memuji Allah karena telah menurunkan orang –orang berkuasa dari tahtanya dan mengangkat yang hina–dina; memberi makan kepada orang yang lapar dan mengusir pergi orang kaya dengan tangan kosong.

Orang Inggris bilang: Like father, like son; seperti bapaknya begitu pula anaknya: bersukacita dan bersyukur atas karya–karya Allah yang mengagumkan, yang tersembunyi bagi orang congkak dan orang pandai; namun dinyatakan kepada kaum sederhana yang rendah hati.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here