Rindu Jakarta: Dubes Vatikan di Lima, Peru, Panggil Imam dan Suster Indonesia untuk Diskusi

3
1,008 views
Berpose bersama di dalam Kapel Kedutaan Vatikan di Ibukota Lima, Peru.

NUNTIO atau Dubes Vatikan untuk Peru dan Bolivia di Amerika Latin rupanya punya kenangan indah dan manis tentang Indonesia. Tak terkecuali Ibukota Jakarta.

Karena itu, mendengar dan melihat perkembangan terakhir yang terjadi di Indonesia –terlebih karena terdengar kabar-kabur bahwa Jokowi tengah “digoyang” sana-sini— maka Dubes Vatikan untuk Peru dan Bolivia lalu berprakarsa mengundang segenap imam dan suster asal Indonesia di Ibukota Peru di Lima untuk diskusi.

Mengenang Indonesia

“Selamat pagi Indonesia yang selalu kukenang,” begitu Nuntio Apostolik menyapa kami, sejumlah imam dan suster asal Indonesia, yang diundang datang berkunjung ke Kedutaan Vatikan di Ibukota Lima, Peru.

Ini baru pertama kali terjadi.

Seorang Dubes Vatikan untuk Peru dan Bolivia sengaja mengundang datang para imam dan suster asal Indonesia –dari berbagai wilayah di Tanahair yang bertugas di Peru sebagai misionaris—untuk diajak tukar pikiran mengenai situasi yang terjadi di Jakarta dan beberapa wilayah di Indonesia akhir-akhir ini.

Didampingi Dubes RI untuk Peru dan Bolivia HE Stella (nomor dua dari kiri depan), kami para religius Indonesia datang ke Kedubes Vatikan di Ibukota Peru di Lima untuk diskusi bersama Nuntio (berbatik, kiri depan)

Undangan resmi ini disampaikan Nuntio melalui KBRI di Lima dan kemudian kepada masing-masing diberi informasi apakah bersedia memenuhi undangan tersebut.

Tentu saja, kami –para religius yang tinggal di Lima—langsung menyambut dengan sangat semangat atas undangan bertemu Dubes Vatikan untuk Peru dan Bolivia tersebut.

Akhirnya pada hari Selasa tanggal 1 Oktober 2019 kemarin, kami berbondong-bondong datang ke Kedutaan Vatikan di Lima. Kami berjumlah sembilan orang. Terdiri dari imam Ordo Karmelit (O.Carm), MSA, CMF, dan sejumlah suster H.Carm.

Ikut hadir Dubes Indonesia untuk Peru dan Bolivia HE Stella dan staf KBRI bernama Ibu Lidya.

Berpose bersama di dalam Kapel Kedutaan Vatikan di Ibukota Lima, Peru.

Bicara bahasa Indonesia

Tentu saja kami semua dibuat kaget. Tidak mengira kalau Dubes Vatikan untuk Peru dan Bolivia ini bisa ngomong  bahasa Indonesia.

“Halo, apa khabar?,” kata beliau menyapa kami ber-11 orang.

Setelah sedikit berbasa-basi sebentar, Nuntio Mgr. Nicola Girasoli menyapa dengan suara mantab bahwa dirinya punya kenangan manis dan indah tentang Indonesia.

Mengapa demikian?

Justru di Indonesia inilah, beliau menerima tugas pengutusan diplomatiknya yang pertama sebagai corps diplomatique Vatikan.

Karena itu juga tidak mengherankan bahwa ketika bertemu kami, Mgr. Nicola Girasoli memakai baju batik. Sama seperti kami semua: berbatik ria.

Sama-sama cinta Indonesia melalui busana batik. Meski eebaga orang Italia, Dubes Vatikan untuk Peru dan Bolivia (kiri) menerima kami dalam balutan busana batik.

Mgr. Girasoli bertugas sebagai diplomat Vatikan di Jakarta kurun waktu 1985-1988, persis setelah beliau baru saja menyelesaikan studi doktoralnya di bidang Hukum Gereja di Universitas Gregoriana di Roma tahun 1985.

Indonesia sebagai role model

Indonesia menjadi menarik bagi beliau, justru karena Indonesia menjadi sumber inspirasi bagi Vatikan tentang indahnya hidup bersama dalam atmosfir kerukunan sosial antarmasyarakat yang begitu majemuk dalam hal budaya, bahasa, etnisitas, kultur, dan tata nilai.

Indonesia, kata beliau, sungguh bisa menjadi role model bagaimana membangun kerukunan bersama di dalam masyarakat pluralis atas dasar kemajemukan sosial yang beraneka ragam.

Dalam konteks ini pula, beliau mengundang kami untuk bicara.

Termasuk bagaimana kemajemukan yang indah untuk modal kerukunan bersama di masyarakat itu juga menginpirasi hidup religius bagi segenap imam, suster, bruder, dan lainnya.

Kurun waktu tugas tahun 1985-1988 sudah sekian lama berlalu. Namun bagi Nuntio, banyak hal masih terngiang-ngiang di benak beliau.

Kali ini, kami dijamu makan enak dengan menu kuliner khas Italia.

Ia ingat betul bagaimana menu masakan khas Indonesia yakni nasi goring. Juga aneka budaya lokal plus kulinernya. Dan terutama “pakaian nasional” non resmi khas Indonesia yakni busana batik.

Tentu saja yang menjadikan beliau sangat terkenang akan Indonesia adalah Pancasila sebagai way of life bangsa dan negara kita.

Karena itu, beliau sangat berminat mendengarkan bagaimana Gereja Katolik Indonesia sangat berperan serta membangun kerukunan sosial itu melalui diseminari informasi akan nilai-nilai penghayatan sila-sila Pancasila sebagaimana dilakoni oleh Keuskupan Agung Jakarta.

Nuntio juga berminat mendengarkan dari kami bagaimana tumbuh suburnya panggilan hidup bakti di Indonesia.

Beliau juga berharap besar bahwa para imam dan suster Indonesia yang kini menjadi “misionaris” di Peru bisa membawa nilai-nilai positif bagi Gereja Katolik Peru dan masyarakat Peru.

Diskusi dengan kami tanpa terasa berlangsung hampir selama 1,5 jam.

Cindera mata dari Dubes RI untuk Peru dan Bolivia HE Stella (kiri) kepada Nuntio Dubes Vatikan untuk Peru dan Bolivia.

Mendoakan Indonesia di kapel Kedutaan Vatikan

Nuntio juga mengajak kami, tetamunya, masuk melihat kapel Kedutaan Vatikan.

Kapel ini baru saja direnovasi. Tahun 2018 lalu, Paus Fransiskus berkenan memberkati kapel hasil renovasi ini, saat datang mengunjungi Peru.

Beliau lalu mengajak kami melambungkan doa bersama untuk mendoakan Indonesia yang menurut kami betapa Nuntio ini punya “hati” dan perhatian kepada Indonesia yang begitu menorehkan kesan mendalam saat bertugas sebagai diplomat Vatikan.

Kami semua mengucap doa Bapa Kami di kapel kedutaan.

Pertemuan dan diskusi sana-sini itu kami akhiri dengan makan siang bersama. Tersedia di meja makan aneka menu khas Italia.

Oleh-oleh dari Nuntio untuk kami semua.
Penulis membuat dokumen foto di depan tabernakel Kapel Kedutaan Besar Vatikan untuk Peru dan Bolivia yang berkedudukan di Ibukota Lima.

Sesaat sebelum pulang, Nuntio menghadiahi kami masing-masing dengan rosario dan salib dari Italia plus foto Paus Fransiskus.

Cinderamata Dubes RI untuk Peru dan Bolivia

Rasa sukacita kami itu juga dirasakan oleh Dubes Indonesia untuk Peru dan Bolivia HE Stella.

Meski beliau seorang Muslimah, namun beliau sangat antusias mendengarkan kisah-kisah testimonial dari kami –para misionaris Indonesia di Peru—yang telah kami utarakan di hadapan Nuntio.

Dubes RI untuk Peru dan Bolivia berkenan menyerahkan sedikit cinderamata kepada Nuntio.

Wujudnya busana pria berbahan baku batik, kopi khas asal Tapanuli di Sumur, dan majalah “Info Indonesia”.

Kenangan cindera mata itu diberikan kepada Nuntio oleh Dubes RI persis sesaat sebelum kami semua pulang meninggalkan Kedutaan Vatikan untuk Peru dan Bolivia di Lima, Peru.

Kunjungan langka segenap imam dan suster misionaris asal Indonesia di Ibukota Lima di Peru ke Kedubes Vatikan untuk Peru dan Bolivia di Lima, Selasa (1/10/19).

3 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here